Bab 1 Kamu Memakanku?

by Zeva Lavia 15:56,Nov 07,2022
Sekarat.

Bocah kecil itu terbaring di tanah, matanya sedikit melirik, dia melihat semakin banyak darah mengalir keluar dari wajahnya.

Darah cerah dan sedikit panas itu perlahan mengalir keluar dari kulitnya.

Dia terbaring di tanah tanpa bergerak, tidak bersuara tapi sudut mulutnya tersenyum.

Senang rasanya bisa mati, tidak ada yang membutuhkannya.

Tidak terlalu buruk untuk mati secara diam-diam, baik ayah maupun ibunya, mereka semua tidak peduli.

Bocah laki-laki itu menatap kosong ke langit biru dan perlahan menutup matanya.

Mengapa, tidak ada yang membutuhkannya?

Tapi tiba-tiba, sebuah tangan dengan lembut mengangkatnya, bahkan memeluknya.

Bocah laki-laki itu kemudian membuka matanya dengan lemah, dalam pengelihatannya yang sudah kabur, dia hanya melihat leher seorang wanita yang seputih salju, dengan tanda berbentuk salib yang terukir di bagian bawah matanya.

Pelukan ini ... sangat dingin.

Wanita itu dengan lembut mencium lukanya dan dengan penuh semangat mulai menjilati darah yang mengalir keluar dari tubuhnya.

Glup glup ..

Dia mendengar suara cairan yang ditelan, bocah lelaki itu menatap wajah kabur di depannya, apakah wanita ini meminum darahnya?

"Apakah kamu ... memakanku?"

Bocah laki-laki itu berbicara dengan suara rendah, suaranya sangat lemah, wajah kecilnya begitu pucat.

Tapi di matanya ada senyuman dan nada suaranya mulai sedikit naik, seolah dia telah menemukan sesuatu yang membahagiakan.

Glup glup ..

Tidak ada yang menjawabnya, hanya suara menelan cairan yang tidak berhenti terdengar di telinganya.

"Hanya kamu … yang membutuhkanku, hehe, makan, makan..."

Bocah laki-laki itu tertawa ringan dan memejamkan matanya, tangannya terkulai ke bawah.

Wanita yang sedang menelan cairan tiba-tiba tersadar dan menyentakkan kepalanya ke atas, bibirnya penuh dengan warna merah cerah,

Bocah laki-laki di lengannya tidak bergerak, dia menundukkan kepalanya ke jantungnya dan mendengar suara detak jantung yang sangat lemah.

"Maafin aku... maafin aku!"

Lengan yang memegang anak kecil itu mengendur dan dia mulai mundur karena merasa bersalah, menyeka mulutnya dengan sembarangan dan terus mengucapkan kata maaf …

"Ah…!"

Dengan teriakan kaget, Luna Salvator terbangun dari tempat tidurnya.

Melihat perabotan kamar yang sudah dikenalnya, Luna menyadari bahwa dia mengalami mimpi buruk itu lagi.

Warna merah samar-samar memudar dari bagian bawah matanya, dia melihat waktu, sudah jam 2.30 pagi.

Tapi Lampu-lampu di luar masih berkelap-kelip, ini adalah kota yang tidak pernah tidur di malam hari.

Luna mengerutkan kening dan turun dari tempat tidur, piyama longgarnya tidak bisa menyembunyikan tubuhnya yang ramping tapi indah.

Kulit yang terekspos berwarna putih, memancarkan warna putih yang sedikit dingin.

Tersembunyi dalam kegelapan, Luna sedikit mengangkat tirai untuk melihat pemandangan malam.

Fitur wajahnya yang halus dan rambut keriting hitam panjangnya tercermin di jendela kaca. Penampilan Luna yang seharusnya manis dibuat dingin oleh mata itu.

Terutama dalam kegelapan malam, warna merah di matanya samar-samar bersinar, membuat seluruh pribadi Luna terlihat berbahaya.

Memikirkan mimpi yang baru saja dialaminya, alis Luna sedikit menegang.

20 tahun sudah berlalu, berapa lama mimpi ini masih akan menyiksanya?

Bibir merahnya terbuka sedikit, taring tajam yang tersembunyi di mulutnya terlihat.

Sebagai seorang vampir, itu adalah pertama kalinya dia hampir membunuh manusia karena keserakahannya.

Pada saat itu, bocah di lengannya sedingin dirinya dan itulah yang membuatnya benar-benar tersadar.

Luna mengulurkan tangan untuk menutupi wajahnya, seolah rasa manis saat itu masih bisa dia ingat dengan jelas sekarang.

Itu sangat manis hingga dia hampir melupakan segalanya, dia hanya ingin memakannya, satu gigitan demi gigitan!

Drrt drrt …

Suara ponsel yang tiba-tiba bergetar dengan paksa menarik kembali pikirannya.

"Luna, aku tau kamu satu-satunya yang ga tidur di jam segini!"

Suara di ujung telepon terdengar putus asa mencari bantuan, "Aku harusnya jemput seseorang di bandara, tapi ada masalah jadi aku ga bisa ke sana! Aku udah telepon siapa aja, tapi cuman kamu satu-satunya yang bisa bantu aku!”

"ga papa, kirim aja lokasi dan waktu jemput, aku akan pergi sekarang.”

"Ya Tuhan! Luna, kamu emang bisa diandalkan! Aku akan traktir kamu! Aku kirim lewat pesan oke!"

Setelah panggilan ditutup, piyama itu terpelas dari tubuh Luna. Tubuhnya yang halus berdiri di dalam kamar, dia dengan cepat berganti pakaian dan merapikan dirinya yang hanya memakan waktu beberapa menit.

Pakaian olahraga kasual, bucket hat, kuncir kuda panjang, wajah awet muda yang tidak terlihat buruk bahkan tanpa riasan.

Luna keluar dan langsung pergi ke bandara.

"Luna, orang yang kamu jemput adalah penulis Blackhorse yang baru aja kembali dan jadi target penerbit untuk menandatangani sebuah buku."

Ketika pesan itu masuk, Luna meliriknya, lalu terus berkonsentrasi mengemudi.

"Ini informasi dan kontraknya, kasih aja kontraknya ke dia, kamu ga usah repot-repot urus hal lain, kamu adalah penyelamatku!”

Luna melihat dokumen yang dikirimkan, menjawab dengan emoji, lalu kembali berkonsentrasi mengemudi.

Karena Luna tiba di bandara setengah jam lebih awal, dia duduk di mobil sambil melihat-lihat dokumen.

Informasinya hanya sedikit, nama, umur, prestasi dan foto.

Pria di foto itu memiliki fitur wajah lembut, kulit yang cerah dengan kehangatan di antara alisnya dan rambut hitam yang lembut hingga tidak ada lengkungan. Sudut mulutnya sedikit melengkung ke atas, memberikan ilusi bahwa dia selalu tersenyum.

Luna melihatnya dan tersenyum lembut, pria ini benar-benar seorang pemuda yang hangat seperti sinar matahari.

Ketika tiba waktunya untuk penjemputan, Luna dengan cepat keluar dari mobil dan berjalan menuju aula penjemputan. Tidak seperti sebelumnya, ruang tunggu penjemputan hari ini ternyata sangat ramai saat ini, kebanyakan dari mereka adalah anak muda.

Hanya dengan sekali pandang, jelas bahwa mereka adalah sekelompok orang yang sedang menunggu bintang.

Luna yang mengenakan bucket hat berdiri di sudut belakang, melihat melewati kerumunan orang ke ruang tunggu penjemputan. Bahkan dari jarak ini, pengelihatannya masih jelas.

Tidak lama kemudia, terdengar keributan di titik penjemputan, semua anak muda bergegas maju dan memblokir pintu masuk.

Orang-orang yang keluar dari gedung berjuang untuk melewati kerumunan orang untuk ke luar.

Sesosok tubuh berjalan keluar dengan menyeret kopernya, dia mengenakan celana jeans sederhana dan t-shirt, juga bucket hat.

Dia ramping, tapi tubuhnya yang terekspos sangat kokoh dan kuat, otot-ototnya bahkan bisa terlihat jelas hanya dengan gerakan kecilnya.

Wajahnya yang terhalang di bawah bucket hat sedikit terangkat, seolah mencari seseorang.

Para gadis muda yang sedang menunggu untuk bertemu bintang tidak bisa menahan diri untuk tidak berseru melihat pemandangan itu, "Ah! Dia begitu tampan!"

"Wow, ada yang belum debut?"

Melihat tatapan mereka, pemuda itu sedikit tersenyum,membuat gadis-gadis itu langsung tersipu malu.

"Tuan Anderson?"

Pada titik tertentu, sudah Luna berjalan ke arahnya melewati kerumunan orang banyak.

"Ah, aku."

Pemuda itu tertegun sejenak menatap wanita cantik yang berdiri di depannya dan tersenyum padanya.

"Ini kartu namaku, karena pengaturan sementara, jadi aku yang jemput kamu."

Luna menyerahkan kartu namanya, lalu sedikit membungkuk untuk mengambil koper di sisi lain tubuhnya.

Pakaian longgarnya mengikuti gerakan Luna, membuat lehernya yang putih terekspos dan tanda berbentuk salib di atasnya jatuh ke mata pria itu.

"Kamu pasti capek setelah perjalanan, aku antar ke hotel tempatmu menginap dulu."

“Ya, silahkah.” Pria muda itu tersenyum, lalu berjalan mengikuti Luna keluar bandara.

“Bawaanku berat, biar aku bawa senditi.” Ketika mereka sampai di mobil, pemuda itu berkata sambil tersenyum, lalu mengambil barang bawaannya dari tangan Luna.

Luna tersenyum dan tidak bersikeras, "Aku benar-benar minta maaf, kamu masih harus bawa barangmu sendiri."

"Ga papa, aku juga ga mungkin biarin gadis kayak kamu bawain barangku."

Jari-jarinya yang ramping meraih bagian tertentu dari koper dan menggerakkannya ke atas dengan paksa.

Srak--!

Aroma manis seperti kue yang baru saja dipanggang langsung mengalir ke hidung Luna.

Selama beberapa detik, mata Luna berkilat merah.

Bagaimana bisa ...

Luna bukanlah seorang vampir yang tidak bisa mengendalikan dirinya saat mencium bau darah, dia memiliki kontrol diri yang luar biasa kuat, yang bahkan tidak dimiliki sesama jenisnya. Luna tidak pernah terobsesi dengan darah manusia manapun.

Kecuali … dua puluh tahun yang lalu.

"Nona Salvator? Kamu kenapa, sakit?"

“Ga papa, mungkin karena ini adalah pengaturan sementara, jadi aku kurang istirahat.” Luna dengan cepat mundur setengah langkah, “Tuan Anderson, kamu kayaknya terluka, lebih baik diobati dulu.”

Pria itu tertegun sejenak, mata hitamnya menatap tangannya, "Mungkin ga sengaja kegores waktu bawa koper tadi, tapi bukan apa-apa, ini cuman luka kecil.”

"Luka kecil juga perlu diobati, jangan diabaikan."

Tidak, bau ini terlalu manis...

Luna menelan ludah dan dengan cepat mengeluarkan plester dari tasnya, "Kamu bisa pasang sendiri nanti."

Luna masuk ke dalam mobil seolah melarikan diri, dia melihat warna merah di bawah matanya secara bertahap bersinar di kaca spion.

Tenggorokan jadi kering, dia merasa haus.

Gigi taring di mulutnya samar-samar mengintip dari daging yang terbungkus dan dalam sekejap, pintu penumpang di belakangnya terbuka.

Saat pria itu masuk, aroma manis yang akan membuatnya kehilangan kendali memenuhi seluruh mobil.

Tubuh Luna bergetar hebat dan lukanya belum diplester!

“Kenapa—!” Luna kehilangan kendali untuk sesaat hingga membuat nada suaranya meningkat tajam, dia buru-buru mengendalikan emosinya, “Tuan Anderson, kenapa kamu ga plester lukanya?”

"Ini cuman luka kecil, ga perlu sampai ditutup."

Pria yang duduk di belakangnya tersenyum lembut, lalu menyandarkan tubuhnya yang ramping ke belakang dan berkata, "Aku sedikit ngantuk, tolong bangunin aku kalau udah sampai ya."

"……ya."

Saat ini pukul 04.00 pagi, mobil melaju menuju kota yang akhirnya tenang.

Lampu luar jalan sesekali masuk ke dalam mobil yang sunyi.

Bayangan sesekali jatuh ke bagian belakang mobil, wajah pria yang bersandar di sana tertutup topi, sikunya menumpu tangannya dengan malas, ada luka yang terdapat di jari telunjuknya.

Di dalam mobil, ada napas panjang dan suara menelan Luna yang tidak dapat dijelaskan, sudut mulutnya perlahan-lahan naik.

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

50