chapter 1 Warisan

by Wisely 14:36,Jan 09,2024
"Ughh"

Danu Wanzel mengerang kesakitan. Gambaran sebelum koma masih terlintas di benaknya, seolah-olah dia sedang berada dalam mimpi.

"Kenapa begini? Kenapa?"

Danu Wanzel bergumam di sudut mulutnya, mengeluarkan raungan diam penuh keengganan.

Danu Wanzel adalah seorang mahasiswa yang baru saja lulus dari Universitas Kedokteran Ramada. Karena prestasi akademiknya yang luar biasa, dia juga akan segera memasuki posisi pertamanya dalam hidup.

Mampu memasuki rumah sakit kelas atas seperti Pusat Pertama Kota Ramada adalah impian dari banyak lulusan baru.

Keluarga Danu Wanzel tidak kaya dan hanya bisa dianggap sebagai kelas pekerja biasa. Oleh karena itu, Danu Wanzel sangat puas dengan pekerjaan tersebut.

Namun satu jam yang lalu, Danu Wanzel mengambil 3.000 yuan dari program kerja-belajarnya dan membeli ponsel baru untuk membantu pacarnya merayakan ulang tahunnya.Tanpa diduga, begitu dia keluar dari sekolah, dia melihat pacarnya yang sebelumnya berperilaku baik, tanpa disangka sedang duduk di mobil BMW tanpa atap.

Yang paling membuat Danu Wanzel tidak tahan adalah selain pacarnya, Luna Linardi, terdapat seorang pria paruh baya gemuk berusia empat puluhan di dalam mobil BMW.

Danu Wanzel mengajukan pertanyaan dengan enggan. Namun yang menyambutnya malahan wajah acuh tak acuh dan keputusan putus cinta yang tegas dari Luna Linardi.

"Sudah setahunan lebih bersamamu, apa yang kudapat?"

"Aku sudah mau lulus. Aku juga harus memikirkan diriku sendiri. Dia bisa memberikan semua yang kuinginkan, termasuk tas bermerek dan barang mewah. Emang kamu bisa?"

"Lanjut bersama sampah sepertimu hanya akan menyia-nyiakan masa muda dan tenagaku. Dengan mengikutinya, aku bisa mendapatkan segalanya, termasuk cinta."

Kata-kata yang membuat detak jantung Danu Wanzel tiba-tiba berdegup kencang dan terus bergema di dalam benak pikirannya. Dia teringat bagaimana amarahnya membuat pria gemuk paruh baya itu merasa malu. Kejadian tak terduga di mana beberapa pria yang kuat menindasnya di hadapan banyak orang, menekannya ke tanah, dan menghajarinya dengan keras.

"Kenapa?"

Danu Wanzel mengeluarkan raungan enggan. Tiba-tiba bangkit dan duduk di ranjang rumah sakit. Sambil terengah-engah, keringat dingin terus bercucuran di wajahnya.

"Apakah mimpi pun begitu nyata?"

Danu Wanzel memberikan senyuman mencela diri sendiri. Dia melihat lingkungan di sekitarnya dan dengan cepat menyadari bahwa ini adalah rumah sakit.

Dengan kata lain, setelah Danu Wanzel pingsan, seseorang membawanya ke rumah sakit.

Tiba-tiba, rasa sakit yang menusuk tiba-tiba muncul di benak Danu Wanzel, seolah-olah ada sesuatu yang dimasukkan secara paksa ke dalam otaknya. Setelah Danu Wanzel mengerang, dia menutup matanya hampir secara refleks dan berbaring di tempat tidur. Seluruh tubuhnya gemetar.

Sejumlah besar informasi muncul di benaknya tanpa aba-aba, seolah-olah informasi itu telah mengintai di berbagai area otaknya sebelumnya. Sekarang informasi itu mengalir sekaligus, menyebabkan Danu Wanzel berkeringat dingin dalam waktu singkat, merasa sangat menderita.

"Kakak, abang yang di ranjang 16 sangat tidak nyaman. Datang dan temui dia secepatnya."

Samar-samar, Danu Wanzel mendengar suara lembut dan manja yang keluar. Seluruh tubuhnya dalam keadaan linglung, berada di antara sadar dan kebingungan.

Terjadi keributan di kamar pasien. Seketika, beberapa perawat dan dokter bergegas berjalan masuk.

Rasa sakit yang parah di benak Danu Wanzel berangsur-angsur memudar. Dia menutup matanya rapat-rapat dan keringat dingin mengalir di pipinya. Sedikit demi sedikit kesadaran kembali mendominasi, dia bahkan bisa mencium aroma lembut yang menguar.

"Tekanan darah normal. Detak jantung normal"

Saat perawat muda di sampingnya melaporkan serangkaian data normal, Inggrid Jaw tak kuasa untuk sedikit mengernyit.

Dengan mulus melepaskan ikatan gaun rumah sakit Danu Wanzel, kelopak mata Inggrid Jaw sedikit berkedut-kedut saat dia melihat kulitnya yang berwarna perunggu. Wajah cantiknya menunjukkan ekspresi tidak percaya.

Saat Danu Wanzel dibawa kemari pada siang hari, tubuhnya penuh luka lebam. Bahkan setelah dirawat masih banyak lebam dan luka kecil di sekujur tubuhnya.

Namun sekarang, memar yang tadinya ada di tubuh Danu Wanzel telah hilang. Bahkan beberapa luka kecil telah sembuh dan kulitnya kembali berwarna perunggu yang normal. Tampaknya dia sudah baik-baik saja.

Inggrid Jaw menarik nafas dalam-dalam. Jari-jari tangannya yang halus dan putih mulus dengan lembut menyentuh kerak luka. Kerak itu dengan mudah terlepas, menampakkan kulit di bawahnya. Meski tampak sedikit pucat, kontras dengan warna kulit perunggu Danu Wanzel, tidak ada bekas luka yang tersisa dan mulus.

Inggrid Jaw membungkuk dan menatap Danu Wanzel dengan sepasang mata indah dengan tidak percaya. Dia sama sekali tidak menyadari bahwa Danu Wanzel yang setelah menerima sejumlah besar informasi dalam pikirannya dan mata yang sebelumnya tertutup rapat, kini sedikit gemetar, dan perlahan-lahan terbuka.

"Wangi sekali."

Ini adalah hal pertama yang Danu Wanzel rasakan setelah dia membuka matanya. Aroma tubuh lembut dari tubuh Inggrid Jaw. Mungkin karena bukan berasal dari parfum sehingga memberikan sensasi yang sangat nyaman kepada orang.

Melihat jas dokter yang hampir berada di depannya, karena Inggrid Jaw sedang membungkuk, dua tonjolan di depannya hampir menyentuh Danu Wanzel.

Dalam keadaan samar, pandangan Danu Wanzel jatuh ke arah itu. Diam-diam mengagumi betapa besarnya itu. Pada saat yang sama, rasa sejuk yang aneh diam-diam muncul di matanya. Pada saat yang sama, tubuh Inggrid Jaw di depannya diam-diam berubah.

Dua tonjolan besar yang menjulang langsung menarik perhatian Danu Wanzel. Kulitnya yang putih, lengan yang ramping, dan lekuk tulang selangka yang seksi, semuanya membuat Danu Wanzel tak kuasa menahan ludahnya.

Dia tidak pernah menyangka bahwa setelah menerima warisan dalam benak pikirannya, dia akan memiliki kemampuan penglihatan yang aneh seperti ini.

Saat ini, Inggrid Jaw yang berada di hadapannya, tampak seperti telanjang bulat di matanya. Pakaian di tubuhnya sama sekali tidak memiliki daya tahan.

Wajah Danu Wanzel menjadi sedikit merah. Ini pertama kalinya dia melihat wanita telanjang dari jarak sedekat itu, yang membuat mulutnya kering.

"Kenapa bisa begini."

Inggrid Jaw menegakkan tubuhnya dengan ekspresi bingung di wajahnya dan sedikit mengernyit. Sebagai seorang ahli bedah di rumah sakit trauma, dia sangat mengerti efek dari setiap jenis obat. Setelah membersihkan luka pada tubuh Danu Wanzel, dia hanya menggunakan beberapa obat konvensional yang tidak mungkin memberikan efek menentang surga yang luar biasa seperti ini.

Selain itu, Inggrid Jaw telah mencari-cari beberapa obat dan perawatan untuk trauma di benaknya, namun tidak ada satupun yang memiliki efek sekuat itu.

Inggrid Jaw bingung dan bahkan tidak menyadari bahwa Danu Wanzel yang sedang berbaring di tempat tidur sedang menatapnya. Dia tidak menyangka bahwa dia sudah tampak telanjang di mata Danu Wanzel saat ini.

Tonjolan yang menjulang tinggi, pinggang ramping, kaki ramping, dan leher seputih salju, ditambah dengan fitur wajah yang halus dan tampilan alis yang sedikit berkerut pada saat ini, memberikan dampak visual yang kuat pada Danu Wanzel.

"Kamu sudah sadar?"

Setelah berpikir keras tetapi tidak berhasil, Inggrid Jaw menggelengkan kepalanya dengan lembut, lalu menatap Danu Wanzel yang telah membuka matanya dan menatapnya di tempat tidur dan bertanya.

"Kelihatannya kamu sudah baik-baik saja. Nanti sore akan periksa seluruh tubuh. Kalau sudah sudah dipastikan dan tidak ada kendala, sudah boleh keluar dari rumah sakit."

Inggrid Jaw berkata sambil berpikir keras, lalu berbalik dan berjalan keluar dari kamar pasien.

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

100