Bab 5 Kebaikan Yang Patut Ditangisi

by Andian Lukito 17:36,Mar 08,2024
Bang!

Bang!

Tiba-tiba terjadi ledakan menggelegar di kehampaan dan dalam sekejap, awan hitam menutupi langit.

Lekaki tua itu melihat ke langit dan melepaskan seluruh napas di tubuhnya dan perlahan terbang lebih tinggi lagi.

"Alam Grandmaster ... aku akhirnya berhasil menembus alam ini."

Lelaki tua itu tertawa terbahak-bahak dan mengangkat tangannya, seolah sedang merangkul dunia.

Jedar!

Petir muncul.

Bang!

Guntur hitam meledak.

Lelaki tua itu menarik napas dalam-dalam dan delapan belas akupunktur di tubuhnya mulai menyatu dengan vitalitas di sekitarnya dan pusaran muncul di sekitar tubuh lelaki tua itu.

Ah!

Lekaki tua itu berteriak panjang dengan momentum yang mencengangkan.

Pedang besar dari kekuatan internal itu tiba-tiba menebas kehampaan dan kekuatannya yang kuat menimbulkan badai.

Pada saat berikutnya, ketenangan muncul.

Langit kembali terlihat cerah.

Lelaki tua itu perlahan turun dengan santai.

Sinon melihat jelas kalau punggung tegak lelaki tua itu agak bungkuk, rambutnya seputih salju dan ada guratan coklat di wajahnya.

Itu adalah ... tempat orang mati.

Hati Sinon mulai merasa cemas.

Di Puncak Dewa, banyak orang bergegas menuju perpustakaan, bahkan pemimpin puncak, Windros yang sudah bertapa selama bertahun-tahun pun keluar.

Ketika lelaki tua itu menerobos Alam Grandmaster hal ini mengundang perhatian semua orang di Sekte Pedang.

Di atas Puncak Pedang, semuanya bergegas menuju perpustakaan.

Lelaki tua itu berdiri diam dengan tangan di belakang punggung.

"Penatua Tertinggi ... apa kamu menerobos Alam Grandmaster?"

Suara Windros sedikit bergetar. Meskipun dia bisa merasakan tekanan aura yang jelas dari tubuh lelaki tua itu, dia tetap memberanikan diri untuk bertanya.

Semuanya terjadi begitu tiba-tiba.

Membuat Windros agak sulit memercayainya.

"Kesengsaraan Guntur Surgawi hanya akan terjadi kalau kamu maju ke Alam Grandmaster, Penatua Tertinggi pasti sudah maju ke alam master."

Tondoro, pemimpin Sekte Pedang saat ini, berkata dengan keras.

"Sangat bagus!"

"Seorang master yang kuat sudah muncul di Sekte Pedang kita lagi, jadi kita tidak perlu mengkhawatir apa-apa lagi."

"Langit memberkati Sekte Pedang!"

...

Diskusi-diskusi itu berlanjut di antara kerumunan yang datang. Jarang sekali ada Seniman Bela Diri Alam Grandmaster yang muncul. Sekte Pedang belum pernah melihat Seniman Bela Diri Alam Grandmaster selama hampir seratus tahun. Oleh karena itu, kekuatan Sekte Pedang menurun pesat dan kehilangan posisi sekte pertama di Kerajaan Tahiti. Untungnya, hal ini tidak akan pernah terjadi lagi. Dengan adanya Seniman Bela Diri tingkat master, Sekte Pedang memiliki kepercayaan diri untuk bersaing dengan sekte lain.

Sinon berdiri dengan tenang, suara-suara di sekitarnya terdengar jelas di telinganya, tetapi intuisinya mengatakan kalau semuanya tidak sesederhana itu.

Benar saja ....

Lekaki tua itu berbalik perlahan, dua bekas darah dan air mata menggantung di sudut matanya.

"Penatua Tertinggi … ada apa denganmu?"

Seru Tondoro.

Lekaki tua itu menggelengkan kepalanya dan berkata dengan lemah, "Ketua Sekte ... suruh yang lain pergi!"

Tondoro mengangguk.

Kerumunan yang berkumpul segera bubar.

Sinon menatap lelaki tua itu sejenak dan kemudian pergi bersama yang lainnya.

Kepergian ini berarti tidak akan bertemu lagi. Ketika Sinon pergi mengunjungi lelaki tua itu lagi keesokan harinya, penjaga perpustakaan sudah diganti oleh seorang pria paruh baya yang diatur oleh Ketua Sekte.

Sinon bertanya dengan sopan tentang lelaki tua itu, tetapi lelaki paruh baya itu hanya menggelengkan kepalanya dengan acuh tak acuh karena dia benar-benar tidak tahu apa-apa.

Tiga hari kemudian, Windros menemukan Sinon dan menaruh sepotong metode bela diri ke tangan Sinon.

"Berlatihlah dengan baik."

Windros menepuk bahu Sinon dan bergegas pergi.

Sinon melihat metode seni bela diri mental di tangannya – Teknik Brahma!

Sinon membalik halaman pertama yang sudah menguning, sebuah tulisan tangan yang kuat dan kuat muncul di hadapannya, "Nak, maafkan aku karena pergi tanpa pamit. Aku berkata kalau seiring bertambahnya umur, aku tidak ingin mempunyai penyesalan. Aku akan menggunakan sisa hidupku sebagai harganya. Tujuanku menjadi seorang Seniman Bela Diri Alam Grandmaster adalah untuk menyelesaikan beberapa masalah. Aku tidak akan pernah meninggalkan penyesalan apa pun dalam hidupku. Ketika aku hidup, aku harus berjuang untuk napasku. Kuharap kamu akan mempraktikkan metode ini dengan baik dan menghargainya."

Tanda tangan di akhir kalimat ... Condana.

Sinon merasa tenggorokannya sedikit tersedak dan dia menatap langit-langit rumahnya, merasa sedikit lesu di tempat tidur.

Dia tidak menyangka ini akan menjadi perpisahan.

Intuisinya benar, pikiran Sinon kacau.

Hanya dalam waktu setengah bulan, terlalu banyak hal terjadi padanya, semuanya tidak bisa dipisahkan dengan lelaki tua itu. Jika lelaki tua itu tidak menggunakan kekuatan internalnya yang kuat untuk membuka titik akupunktur Sinon, sepertinya Sinon akan tetap menjadi murid bela diri Kalau lelaki tua itu tidak mengajarinya Pedang Batin, sepertinya efektivitas bertarungnya tidak akan meningkat secepat itu ....

Tiga jurus terakhir yang diajarkan oleh Condana muncul di benak Sinon, mereka mendominasi dan kuat.

"Senior ...."

Air mata menetes dari sudut mata Sinon, membasahi bantalnya.

Ini adalah kedua kalinya Sinon meneteskan air matanya. Pertama kali dia menesteskan air matanya adalah ketika ayahnya terluka parah dan meninggal dunia. Kedua kalinya dia meneteskan air mata karena kepergian Condana.

Sinon tertidur untuk waktu yang lama sekali.

Saat Sinon bangun, hari sudah larut malam, dia memegang Pedang yang diberikan oleh Condana dengan kuat di pelukannya.

"Senior ... tenang saja, aku akan mewarisi warisanmu dan aku pasti akan memenuhi reputasimu."

Menghadapi bulan cerah yang memancarkan kecemerlangan tiada akhir, Sinon diam-diam bersumpah di dalam hatinya.

Di bawah sinar bulan yang terang, Sinon mengayunkan Pedang panjang sederhananya.





Nama Puncak Pedang diambil dari keberadaan Makam Pedang. Para master, Tetua dan murid Sekte Pedang dari generasi sebelumnya semuanya dimakam di sana dan budidaya mereka tersebar, hanya menyisakan satu pedang di Makam Pedang.

Selama ribuan tahun, ada banyak sekali Pedang terkenal dan bagus di Makam Pedang.

Menurut rumor yang beredar, tiga dari Sepuluh Pedang Terkenal di dunia tersembunyi di dalam Makam Pedang. Tetapi, tidak ada yang tahu rumor tersebut benar atau tidak.

Namun, memang benar kalau Makam Pedang itu berbahaya.

Ada seorang Seniman Bela Diri Ranah Langit yang pernah mencoba masuk ke Makam Pedang untuk mencari pedang. Saat dia memasuki Makam Pedang, ribuan Energi pedang berubah menjadi hujan darah dan tidak ada tulang yang tersisa.

Sejak saat itu, tidak ada yang berani masuk ke Makam Pedang, bahkan para murid Sekte Pedang.

Untungnya, Sekte Pedang memilih murid-murid berprestasi setiap lima tahun untuk memasuki Makam Pedang guna memahami warisan seni bela diri yang ditinggalkan oleh para Ketua Sekte Pedang dari generasi sebelumnya. Pada saat yang sama, para murid juga diizinkan untuk mencari pedang yang baik. Hal ini juga alasan kenapa banyak orang berusaha keras untuk masuk ke Sekte Pedang demi seni bela diri dan pedang di Makam Pedang.

Memasuki Makam Pedang bergantung sepenuhnya pada keberuntungan.

Beberapa orang yang memasuki Makam Pedang memperoleh hasil yang menakjubkan, sementara yang lain tidak memperoleh apa pun dan beberapa bahkan jatuh ke dalam Makam Pedang.

Di Makam Pedang, sesosok tubuh duduk sendirian, tak bergerak dan seluruh tubuhnya tertutup debu.

Tepat di depan sosok itu adalah kolam Pedang besar dengan pedang yang tak terhitung jumlahnya dimasukkan ke dalamnya, padat. Di balik kolam pedang terdapat batu nisan yang tidak bisa dilihat dengan mata telanjang.

"Haih!"

Desahan tiba-tiba datang dari sosok yang terduduk itu.

Debu di tubuhnya terguncang dan dia yang awalnya duduk bersila pun berdiri, dengan rambut putih panjang yang menyentuh tanah.

"Teman lama … kamu juga sudah pergi!"

Sosok yang berdiri itu sedikit gemetar dan bekas darah mengalir dari sudut mulutnya.

Sinar cahaya jatuh dari langit dan jatuh ke kolam Pedang.

Setelah daun gugur juga akan kembali ke tanah.

Di kolam Pedang, ribuan pedang membubung ke langit.

Suara Pedang itu menggemparkan dunia.

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

100