Bab 5: Beraninya Menamparku
by Michael Bosley
16:06,Dec 05,2024
Kerumunan langsung riuh, banyak orang mulai menunjuk dan berbisik. Para pengawal keluarga Hart segera bergerak mengelilingi mereka dan memperingatkan dengan nada tegas, "Nona Vivian akan segera turun dari pesawat. Untuk menghindari masalah yang nggak perlu, jika kalian memiliki konflik, harap selesaikan di luar area ini!"
Emma mengibaskan pergelangan tangannya. Dengan sikap penuh percaya diri, dia berkata dengan dingin, "Maaf, tadi tanganku sedikit gatal, nggak tahan. Tapi kalian salah kasih peringatan. Asal nggak ada yang memprovokasi aku, aku juga nggakl ingin mengajari orang sopan santun di depan umum!"
Sebagai tunangan cucu pertama keluarga Vanderbilt, posisi Emma membuat para pengawal keluarga Hart tidak berani bersikap terlalu keras. Mereka hanya bisa berbalik dengan dingin dan berkata kepada Karina, "Nona, tolong jangan menyulitkan kami. Yang lebih penting lagi, jangan memprovokasi Nona Emma. Kalau nggak, kami terpaksa meminta Anda untuk meninggalkan tempat ini."
Terpaksa tunduk pada tekanan keluarga Hart, Karina hanya bisa mengangguk dengan berat hati.
Ketika para pengawal mundur, kerumunan mulai berbisik lebih ramai lagi. Karina merasa sangat terhina, wajahnya memerah karena malu. Dengan tangan menutupi pipinya yang merah padam, dia menatap Emma dengan penuh kebencian dan berkata, "Beraninya kamu menamparku?"
Emma dengan nada santai menjawab, "Sudah sifatku, sih. Kamu baru kenal aku hari ini? Nggak, 'kan? Tapi, jujur saja, bisa menekan orang cuma dengan modal kekuasaan seperti ini ternyata lumayan menyenangkan. Nggak heran ada banyak wanita mau jadi jahat. Kamu mau coba juga?"
Karina mengangguk berkali-kali. "Baiklah, tunggu saja! Aku pasti akan membuatmu membayar untuk tamparan ini!"
Emma dengan sikap polos berkata, "Sepertinya tanganku gatal lagi. Sekarang harus bagaimana, ya?"
Karina menggigit bibirnya. Ketakutan membuatnya mundur beberapa langkah.
Sementara itu, Emma sedikit mengangkat dagunya. Senyum dingin yang penuh penghinaan terlihat di sudut bibirnya.
Saat itu juga, suasana tiba-tiba menjadi hening. Pintu pesawat terbuka dan seorang wanita melangkah keluar lebih dulu. Dia mengenakan gaun putih panjang yang elegan dan mewah. Meski mengenakan kacamata hitam, kecantikannya yang menawan tetap tidak bisa disembunyikan. Saat matanya menyapu sekeliling, aura tekanan yang tak terlihat langsung menyebar.
Semua yang hadir di tempat itu adalah kalangan elit dari kota Alverton, tetapi karena pengaruh aura wanita ini, para pria menundukkan kepala dengan hormat, tidak berani berpikiran lancang sedikit pun. Bahkan para wanita, termasuk Karina, ikut menundukkan kepala.
Hanya Andreas yang secara refleks melirik Emma seolah matanya hanya bisa melihat wanita bergaun merah yang berdiri tegak dengan anggun meski diterpa angin.
Dari pintu pesawat, Vivian menyipitkan matanya sedikit, menunjukkan ketertarikan samar yang tidak disadari orang lain. Dia berkata, "Xander, wanita itu tunanganmu? Kepribadian menarik juga."
Xander berusaha menyembunyikan kegelisahan yang memancar dari matanya. Dia buru-buru menundukkan kepala dan berkata, "Maaf, Nona Vivian. Dia berasal dari keluarga sederhana yang nggak pernah melihat dunia luar, jadi mungkin ini sedikit memalukan."
Vivian menekan auranya yang tajam dan tersenyum lembut, "Bunga yang cantik nggak pernah bersaing untuk mekar, tetapi tetap membuat bunga lainnya iri. Seleramu boleh juga."
Senyuman itu seperti begitu hangat, membuat hati Xander berdesir tanpa henti. Pria itu benar-benar terpesona sampai tidak sempat memikirkan apa pun selain Vivian. Perasaan tak terkendali dalam hatinya semakin membara.
Tiba-tiba, ekspresi Vivian berubah. Dia melihat sesuatu dan matanya langsung melebar, tinjunya mengepal, dan napasnya memburu. Pandangannya dengan cepat diarahkan ke tengah kerumunan seolah-olah sedang mencari seseorang.
Xander yang jarang melihat Vivian kehilangan ketenangannya seperti itu jadi terkejut dan bertanya, "Nona, ada apa?"
Beberapa saat kemudian, Vivian seolah tidak menemukan apa yang dia cari, jadi hanya bisa menarik kembali pandangannya dengan kecewa. Dengan nada sedikit melankolis, dia berkata, "Nggak ada apa-apa. Aku dengar keluarga Golding sempat berselisih dengan Maxim. Apa itu benar?"
Xander segera menjawab dengan serius, "Rumornya memang begitu. Pihak keluarga Golding yang salah karena nggak tahu diri. Padahal cuma keluarga kecil, tapi nggak tahu batasan. Setelah kembali nanti, saya pasti akan meminta mereka secara pribadi datang untuk meminta maaf."
Vivian melambaikan tangan dengan santai dan berjalan turun dari pesawat sambil berkata, "Aku menghargai kontribusimu selama dua tahun ini. Emma adalah tunanganmu, jadi ajak dia ke pesta perayaan malam ini. Aku akan mencoba mencari solusi. Meski Maxim hanya kerabat jauh dari keluarga Hart, pendahulu kami sangat menyayangi dia dan berkat itu, sifatnya semakin angkuh. Jadi, aku nggak bisa menjamin masalah ini akan mudah diselesaikan."
Xander dengan hormat berkata, "Terima kasih sudah mau mempertimbangkan ini, Nona Vivian!"
Ketika iring-iringan keluarga Hart pergi, kerumunan mulai bubar meskipun sebagian tetap bertahan.
Karina muncul dari kerumunan, menarik perhatian semua orang, dan menyapa dengan nada manis, "Kak Xander!"
Beberapa orang yang mengetahui situasinya saling melirik dengan ekspresi penuh arti, sementara bisikan-bisikan kembali terdengar.
Xander mengangguk kecil, tetapi tatapannya segera beralih ke Emma dengan raut wajah yang sedikit tidak senang. "Dasar anak keluarga miskin! Apa keluarga Golding yang mendidikmu seperti ini? Berani-beraninya memukul orang di depan umum. Apa kamu nggak sadar statusmu? Kamu nggak malu, tapi keluarga Vanderbilt yang merasa sangat malu!"
Karina mencoba membela Emma dengan ekspresi lemah. "Kak Xander, ini bukan salah Emma. Ini salahku ...."
Xander langsung memotong, "Nggak perlu membela dia! Emma, kalau di rumah kamu bertingkah seenaknya, aku masih bisa memaklumi. Tapi apa kamu sadar ini tempat apa? Hanya karena Nona Vivian menghargai aku, dia berbesar hati nggak memperpanjang masalah denganmu. Kalau nggak, bisa kamu menyelesaikan masalah ini?"
Emma menaikkan alisnya dan bertanya, "Kamu nggak tanya dulu kenapa aku memukul dia?"
Xander balik bertanya dengan nada tajam, "Memangnya perlu ditanya? Seluruh lingkaran ini tahu bagaimana temperamenmu. Selama ini aku terlalu memanjakanmu dan itu malah membuat keluarga Golding jadi semena-mena! Berani-beraninya melawan keluarga Hart, ha? Apa adikmu yang bodoh itu sudah gila? Jangan bilang, kamu benar-benar berpikir karena kamu bertunangan dengan Xander, seluruh keluarga Golding jadi bisa naik derajatnya?"
Setelah mengucapkan itu, Xander baru memperhatikan Emma dengan lebih cermat. Sebenarnya, dengan statusnya, keluarga Golding tidak layak menjadi bagian dari keluarga Vanderbilt. Namun, beberapa tahun lalu, setelah dia gagal mendapatkan hati keluarga Hart, dia memilih Emma sebagai alternatif. Lagi pula, jika dia menikahi seseorang yang sederajat, bagaimana dia bisa tetap bebas menikmati gaya hidup liar di luar sana?
Jadi, status Emma sebagai tunangan Xander sebenarnya tidak lebih dari alat untuk membungkam opini publik, sekaligus alasan agar Xander bisa dengan bebas bermain wanita di luar. Bagaimanapun, keluarga Golding hanyalah keluarga kecil. Bahkan jika Emma tahu bahwa Xander diam-diam punya banyak wanita simpanan di luar, dia cuma bisa pura-pura tidak tahu. Memang dia berani melawan?
Oleh karena itulah, Xander sama sekali tidak pernah menganggap serius pertunangan ini atau statusnya sebagai tunangan Emma. Dalam dua tahun terakhir, dia menjalani kehidupan yang penuh kemewahan dan pesta pora setiap malam bersama dengan wanita-wanita di sekitarnya yang sudah tidak bisa dihitung. Dia bahkan hampir lupa kalau dia punya tunangan di sini.
Namun, hari ini, saat melihat Emma lagi setelah dua tahun, Xander terkejut mendapati wanita ini kini begitu mempesona!
"Dari segi status, keluarga Golding memang tidak sebanding dengan keluarga Hart, tetapi jika dibandingkan dari segi aura dan karisma, Emma kini tidak kalah dengan Vivian. Jika Vivian diibaratkan bunga anggrek, simbol keanggunan dan kemewahan, maka Emma seperti bunga mawar yang mekar di tengah salju. Begitu indah, dingin, dan memiliki duri tajam yang menusuk. Terlebih lagi, sifat keras dan keteguhan Emma itu dengan mudah membangkitkan naluri seorang pria sebagai penakluk.
Pandangan Xander sekali lagi turun ke arah tulang selangka Emma yang indah dan menonjol. Ketika pandangannya terus menelusuri kulitnya yang seputih salju dan halus bagaikan sutra, matanya memancarkan gairah yang intens. Bahkan nada bicaranya pun melunak. "Mungkin ini salahku yang nggak cukup peduli padamu selama dua tahun terakhir jadi kamu menjadi sedikit kurang terkontrol. Mulai sekarang, lebih perhatikan statusmu. Ingat, kamu bukan cuma putri keluarga Golding, tapi juga calon menantu keluarga Vanderbilt."
"Melihat Emma tetap memasang wajah dingin tanpa ekspresi, Xander memberi saran. "Aku sudah tahu soal masalah adikmu. Jangan khawatir, aku sudah bicara dengan Nona Vivian. Keluarga Hart nggak akan memperpanjang masalah ini. Pengaruhku seharusnya cukup untuk membereskan masalah ini."
"Sudahlah, aku lelah. Kalau ada yang mau dibicarakan, kita bicarakan di rumah saja. Naik mobilku. Aku akan memberi kabar ke keluarga Golding kalau kamu akan diantar pulang nanti."
Sambil berbicara, Xander mencoba meraih pergelangan tangan Emma, jelas menunjukkan dominasinya.
Emma mengibaskan pergelangan tangannya. Dengan sikap penuh percaya diri, dia berkata dengan dingin, "Maaf, tadi tanganku sedikit gatal, nggak tahan. Tapi kalian salah kasih peringatan. Asal nggak ada yang memprovokasi aku, aku juga nggakl ingin mengajari orang sopan santun di depan umum!"
Sebagai tunangan cucu pertama keluarga Vanderbilt, posisi Emma membuat para pengawal keluarga Hart tidak berani bersikap terlalu keras. Mereka hanya bisa berbalik dengan dingin dan berkata kepada Karina, "Nona, tolong jangan menyulitkan kami. Yang lebih penting lagi, jangan memprovokasi Nona Emma. Kalau nggak, kami terpaksa meminta Anda untuk meninggalkan tempat ini."
Terpaksa tunduk pada tekanan keluarga Hart, Karina hanya bisa mengangguk dengan berat hati.
Ketika para pengawal mundur, kerumunan mulai berbisik lebih ramai lagi. Karina merasa sangat terhina, wajahnya memerah karena malu. Dengan tangan menutupi pipinya yang merah padam, dia menatap Emma dengan penuh kebencian dan berkata, "Beraninya kamu menamparku?"
Emma dengan nada santai menjawab, "Sudah sifatku, sih. Kamu baru kenal aku hari ini? Nggak, 'kan? Tapi, jujur saja, bisa menekan orang cuma dengan modal kekuasaan seperti ini ternyata lumayan menyenangkan. Nggak heran ada banyak wanita mau jadi jahat. Kamu mau coba juga?"
Karina mengangguk berkali-kali. "Baiklah, tunggu saja! Aku pasti akan membuatmu membayar untuk tamparan ini!"
Emma dengan sikap polos berkata, "Sepertinya tanganku gatal lagi. Sekarang harus bagaimana, ya?"
Karina menggigit bibirnya. Ketakutan membuatnya mundur beberapa langkah.
Sementara itu, Emma sedikit mengangkat dagunya. Senyum dingin yang penuh penghinaan terlihat di sudut bibirnya.
Saat itu juga, suasana tiba-tiba menjadi hening. Pintu pesawat terbuka dan seorang wanita melangkah keluar lebih dulu. Dia mengenakan gaun putih panjang yang elegan dan mewah. Meski mengenakan kacamata hitam, kecantikannya yang menawan tetap tidak bisa disembunyikan. Saat matanya menyapu sekeliling, aura tekanan yang tak terlihat langsung menyebar.
Semua yang hadir di tempat itu adalah kalangan elit dari kota Alverton, tetapi karena pengaruh aura wanita ini, para pria menundukkan kepala dengan hormat, tidak berani berpikiran lancang sedikit pun. Bahkan para wanita, termasuk Karina, ikut menundukkan kepala.
Hanya Andreas yang secara refleks melirik Emma seolah matanya hanya bisa melihat wanita bergaun merah yang berdiri tegak dengan anggun meski diterpa angin.
Dari pintu pesawat, Vivian menyipitkan matanya sedikit, menunjukkan ketertarikan samar yang tidak disadari orang lain. Dia berkata, "Xander, wanita itu tunanganmu? Kepribadian menarik juga."
Xander berusaha menyembunyikan kegelisahan yang memancar dari matanya. Dia buru-buru menundukkan kepala dan berkata, "Maaf, Nona Vivian. Dia berasal dari keluarga sederhana yang nggak pernah melihat dunia luar, jadi mungkin ini sedikit memalukan."
Vivian menekan auranya yang tajam dan tersenyum lembut, "Bunga yang cantik nggak pernah bersaing untuk mekar, tetapi tetap membuat bunga lainnya iri. Seleramu boleh juga."
Senyuman itu seperti begitu hangat, membuat hati Xander berdesir tanpa henti. Pria itu benar-benar terpesona sampai tidak sempat memikirkan apa pun selain Vivian. Perasaan tak terkendali dalam hatinya semakin membara.
Tiba-tiba, ekspresi Vivian berubah. Dia melihat sesuatu dan matanya langsung melebar, tinjunya mengepal, dan napasnya memburu. Pandangannya dengan cepat diarahkan ke tengah kerumunan seolah-olah sedang mencari seseorang.
Xander yang jarang melihat Vivian kehilangan ketenangannya seperti itu jadi terkejut dan bertanya, "Nona, ada apa?"
Beberapa saat kemudian, Vivian seolah tidak menemukan apa yang dia cari, jadi hanya bisa menarik kembali pandangannya dengan kecewa. Dengan nada sedikit melankolis, dia berkata, "Nggak ada apa-apa. Aku dengar keluarga Golding sempat berselisih dengan Maxim. Apa itu benar?"
Xander segera menjawab dengan serius, "Rumornya memang begitu. Pihak keluarga Golding yang salah karena nggak tahu diri. Padahal cuma keluarga kecil, tapi nggak tahu batasan. Setelah kembali nanti, saya pasti akan meminta mereka secara pribadi datang untuk meminta maaf."
Vivian melambaikan tangan dengan santai dan berjalan turun dari pesawat sambil berkata, "Aku menghargai kontribusimu selama dua tahun ini. Emma adalah tunanganmu, jadi ajak dia ke pesta perayaan malam ini. Aku akan mencoba mencari solusi. Meski Maxim hanya kerabat jauh dari keluarga Hart, pendahulu kami sangat menyayangi dia dan berkat itu, sifatnya semakin angkuh. Jadi, aku nggak bisa menjamin masalah ini akan mudah diselesaikan."
Xander dengan hormat berkata, "Terima kasih sudah mau mempertimbangkan ini, Nona Vivian!"
Ketika iring-iringan keluarga Hart pergi, kerumunan mulai bubar meskipun sebagian tetap bertahan.
Karina muncul dari kerumunan, menarik perhatian semua orang, dan menyapa dengan nada manis, "Kak Xander!"
Beberapa orang yang mengetahui situasinya saling melirik dengan ekspresi penuh arti, sementara bisikan-bisikan kembali terdengar.
Xander mengangguk kecil, tetapi tatapannya segera beralih ke Emma dengan raut wajah yang sedikit tidak senang. "Dasar anak keluarga miskin! Apa keluarga Golding yang mendidikmu seperti ini? Berani-beraninya memukul orang di depan umum. Apa kamu nggak sadar statusmu? Kamu nggak malu, tapi keluarga Vanderbilt yang merasa sangat malu!"
Karina mencoba membela Emma dengan ekspresi lemah. "Kak Xander, ini bukan salah Emma. Ini salahku ...."
Xander langsung memotong, "Nggak perlu membela dia! Emma, kalau di rumah kamu bertingkah seenaknya, aku masih bisa memaklumi. Tapi apa kamu sadar ini tempat apa? Hanya karena Nona Vivian menghargai aku, dia berbesar hati nggak memperpanjang masalah denganmu. Kalau nggak, bisa kamu menyelesaikan masalah ini?"
Emma menaikkan alisnya dan bertanya, "Kamu nggak tanya dulu kenapa aku memukul dia?"
Xander balik bertanya dengan nada tajam, "Memangnya perlu ditanya? Seluruh lingkaran ini tahu bagaimana temperamenmu. Selama ini aku terlalu memanjakanmu dan itu malah membuat keluarga Golding jadi semena-mena! Berani-beraninya melawan keluarga Hart, ha? Apa adikmu yang bodoh itu sudah gila? Jangan bilang, kamu benar-benar berpikir karena kamu bertunangan dengan Xander, seluruh keluarga Golding jadi bisa naik derajatnya?"
Setelah mengucapkan itu, Xander baru memperhatikan Emma dengan lebih cermat. Sebenarnya, dengan statusnya, keluarga Golding tidak layak menjadi bagian dari keluarga Vanderbilt. Namun, beberapa tahun lalu, setelah dia gagal mendapatkan hati keluarga Hart, dia memilih Emma sebagai alternatif. Lagi pula, jika dia menikahi seseorang yang sederajat, bagaimana dia bisa tetap bebas menikmati gaya hidup liar di luar sana?
Jadi, status Emma sebagai tunangan Xander sebenarnya tidak lebih dari alat untuk membungkam opini publik, sekaligus alasan agar Xander bisa dengan bebas bermain wanita di luar. Bagaimanapun, keluarga Golding hanyalah keluarga kecil. Bahkan jika Emma tahu bahwa Xander diam-diam punya banyak wanita simpanan di luar, dia cuma bisa pura-pura tidak tahu. Memang dia berani melawan?
Oleh karena itulah, Xander sama sekali tidak pernah menganggap serius pertunangan ini atau statusnya sebagai tunangan Emma. Dalam dua tahun terakhir, dia menjalani kehidupan yang penuh kemewahan dan pesta pora setiap malam bersama dengan wanita-wanita di sekitarnya yang sudah tidak bisa dihitung. Dia bahkan hampir lupa kalau dia punya tunangan di sini.
Namun, hari ini, saat melihat Emma lagi setelah dua tahun, Xander terkejut mendapati wanita ini kini begitu mempesona!
"Dari segi status, keluarga Golding memang tidak sebanding dengan keluarga Hart, tetapi jika dibandingkan dari segi aura dan karisma, Emma kini tidak kalah dengan Vivian. Jika Vivian diibaratkan bunga anggrek, simbol keanggunan dan kemewahan, maka Emma seperti bunga mawar yang mekar di tengah salju. Begitu indah, dingin, dan memiliki duri tajam yang menusuk. Terlebih lagi, sifat keras dan keteguhan Emma itu dengan mudah membangkitkan naluri seorang pria sebagai penakluk.
Pandangan Xander sekali lagi turun ke arah tulang selangka Emma yang indah dan menonjol. Ketika pandangannya terus menelusuri kulitnya yang seputih salju dan halus bagaikan sutra, matanya memancarkan gairah yang intens. Bahkan nada bicaranya pun melunak. "Mungkin ini salahku yang nggak cukup peduli padamu selama dua tahun terakhir jadi kamu menjadi sedikit kurang terkontrol. Mulai sekarang, lebih perhatikan statusmu. Ingat, kamu bukan cuma putri keluarga Golding, tapi juga calon menantu keluarga Vanderbilt."
"Melihat Emma tetap memasang wajah dingin tanpa ekspresi, Xander memberi saran. "Aku sudah tahu soal masalah adikmu. Jangan khawatir, aku sudah bicara dengan Nona Vivian. Keluarga Hart nggak akan memperpanjang masalah ini. Pengaruhku seharusnya cukup untuk membereskan masalah ini."
"Sudahlah, aku lelah. Kalau ada yang mau dibicarakan, kita bicarakan di rumah saja. Naik mobilku. Aku akan memberi kabar ke keluarga Golding kalau kamu akan diantar pulang nanti."
Sambil berbicara, Xander mencoba meraih pergelangan tangan Emma, jelas menunjukkan dominasinya.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved