Bab 7 Bukankah kamu menyukai perasaan di neraka?

by Leony Abrey 09:58,May 23,2020
"Belum, kami sudah bertanya-tanya pada supermarket dan toko barang dewasa sekitar, mereka bilang tidak ada yang mengirim barang, dan lagi di toko mereka tidak ada karyawati dengan tattoo plum blossom," jawab Axel.

Pupil mata Austin perlahan mendalam.

Perempuan yang ingin ia cari itu, kejadian malam itu terus terputar dalam benaknya.

Ia tidak melihat jelas wajah perempuan itu, hanya dengan sedikit siraman cahaya bulan, dilihatnya gambar plum blossom di bahunya, seperti sebuah tattoo, juga seperti sebuah tanda lahir.

Sebenarnya siapakah dia, di mana dia?

Saat ia berjalan turun, Carmine segera menyambutnya. "Kak Austin!"

Bibir tipis Austin tersenyum kecil, tidak jelas ia sedang tersenyum atau tidak. Ia berkata, "Carmine, kamu kemari mengapa tidak telepon dulu?"

"Aku datang mencarimu apakah masih perlu buat janji dulu?" Kata Carmine sambil mengangkat tangannya, menggaet lengan Austin, seperti sengaja mesra-mesraan di hadapan Emily.

Austin menggerakkan lengannya, seperti ingin menarik lengannya, tetapi melihat Emily, ia pun berhenti, kemudian duduk bersama Carmine di sofa.

Carmine sangat senang, alisnya diangkatnya tinggi-tinggi, bagaikan sedang memamerkan kemenangannya pada saingan cintanya.

"Kak Austin, besok kita pergi ke klub menunggang kuda, bagaimana? Alice sudah semakin besar, saat kauberikan padaku, ia masih seekor kuda kecil."

"Beberapa hari ini aku sangat sibuk, tidak ada waktu, seharusnya kamu bilang lebih awal," kata Austin sambil mengelus kepala Carmine, dengan nada seperti membujuk anak kecil.

"Kalau begitu malam pasti ada waktu kosong kan, kalau malam kita pergi melihat opera, bagaimana?" Tanya Carmine genit, dengan sikap yang manja.

"Kamu harus tanya pada asistenku, lihat malam hari apa yang bisa dikosongkan," jawab Austin sambil mengangkat bahu.

Emily memandang mereka dengan penasaran.

Ia tak bisa menebak, sebenarnya Austin sedang menolak, atau sengaja mempermainkan Carmine, dan bercumbu dengannya.

Orang yang bersifat dingin sepertinya ini, mungkin juga tidak bisa menunjukkan sosoknya yang ramah.

Saat sorot mata Austin berpindah padanya, di detik saat mata mereka bertemu, Emily segera memalingkan pandangannya.

Barusan terhadap Carmine, sorot matanya begitu lembut, begitu menoleh padanya, matanya langsung sedingin es, setajam pisau, bagaikan sedang memotongnya hidup-hidup.

Mungkinkah Austin merasa jika ia duduk di sini akan menghalangi, mengganggunya dan Carmine dalam dunia milik berdua itu?

Mungkinkah ia bukan gay murni, laki-laki maupun perempuan semua ia sikat, ia juga punya ketertarikan pada perempuan?

Memikirkan itu, bulu kuduknya berdiri.

Ia lebih memilih Austin benar-benar adalah gay, biseksual benar-benar terlalu mengerikan!

"Aku ... aku naik duluan, kalian mengobrollah."

Entah bagaimana pun, lebih baik ia punya kesadaran sedikit, jangan menjadi orang ketiga, dan membuatnya tidak senang.

Ia pergi dengan cepat, pupil hitam legam Austin memancarkan sebilah api.

"Kak Austin ...." Ujar Carmine yang sepetinya masih ingin mengatakan sesuatu, namun dipotong dengan begitu dingin oleh Austin. "Kalau tidak ada urusan, kamu sudah harus pulang."

"Tidak mau, aku ingin makan malam bersamamu," kata Carmine sambil melenggak-lenggokkan pinggang, menempelkan seluruh tubuhnya pada Austin.

Austin menghempaskannya, kemudian berdiri dan berkata, "Bibi Yanti, antarkan tamu pulang." Setelah berkata demikian, tanpa menunggunya menjawab, Austin langsung naik.

Sekarang, ia hanya ingin melakukan 1 hal, yaitu memberi pelajaran pada serangga yang tidak bertindak sepantasnya di atas itu.

Carmine tertegun di sofa, lama sekali tidak juga kembali sadar, Austin berubah ekspresi dengan terlalu cepat, ia tak dapat menyesuaikan diri dengannya.

Di dalam kamar.

Emily sedang berbaring santai di kursi malas sambil mendengarkan musik.

Saat pintu dibuka, ia sama sekali tidak menyadarinya.

Austin menyambar headsetnya, dan membuangnya ke lantai.

Emily sedikit terkejut, tanpa sadar berdiri dari kursi malas dan berkata, "Kenapa kamu naik secepat ini, bagaimana dengan Nona Carmine?"

Austin menjulurkan tangan besarnya, mencubit dagu Emily, dan berkata, "Apa gunanya orang bodoh sepertimu ini?"

Wajahnya dipenuhi aura kebencian, dari matanya terpancar api amarah, hampir seperti ingin menelannya bulat-bulat.

Dengan panik ia tak tahu harus berbuat apa, ia tak tahu mengapa Austin marah.

Ia membuka mulutnya, ingin berkata sesuatu, namun suaranya malah tidak keluar, karena Austin mencubit dagunya, sakit sekali.

Setelah beberapa saat, ia baru mengerahkan tenaga untuk mengatakan beberapa patah kata, "Aku salah apa?"

"Apa kamu tahu kamu telah melakukan apa?" Katanya dengan nada bicara yang dipenuhi sindiran, bagaikan yang ada di hadapannya hanyalah seekor serangga yang bodoh.

Kesalahan terbesarnya adalah tidak melakukan apapun!

Emily mengerahkan tenaga terbesarnya untuk mendorong Austin.

"Kalau kamu merasa aku tidak pergi tepat waktu, mengganggumu dan Nona Carmine, aku minta maaf."

Austin mendengus pelan, perkataan Emily tidak hanya tidak meredakan amarahnya, malahan membuatnya semakin murka.

Walau seekor anjing pun, juga memiliki nilai untuk mengawasi pintu, namun perempuan ini baginya, sedikitpun tidak bernilai, hanya bisa mengotori udara.

"Apa kamu masih ingat identitasmu di sini?"

"Ingat, aku adalah ... istrimu," katanya pelan, saat akan mengucapkan kata istri, ia terhenti, karena bahkan baginya itu terdengar menggelikan.

Di sini, tidak ada yang sungguh-sungguh mengakuinya, di mata Austin, ia hanyalah seorang pengemis yang datang meminta uang, di matanya, ia adalah sebuah beban yang kotor!

Tampang Austin bertambah sinis, bibir tipisnya tersenyum dingin dan berkata, "Karena sudah tahu identitasmu, jangan lagi membiarkan perempuan yang tidak penting datang menggangguku lagi!"

Mendengarnya, Emily tertegun.

Ia kira Austin marah karena ia menjadi penghalang, saat ini baru ia sadari hal mengejutkan ini, ternyata Austin murka karena ia lalai!

Begitu rahang bawahnya terasa sakit, Emily menatap mata suram Austin, dan dengan bingung menggumam, "Tapi bukankah pria biasanya mau istrinya berbesar hati, dan membiarkannya bersenang-senang dengan wanita lain, memeluk banyak wanita?"

"Aku benci wanita!"

Di dunia ini, belum ada wanita yang bisa memasuki matanya, yang bisa menimbulkan ketertarikan baginya sedikit pun, kecuali wanita di hotel itu.

Austin ingin menemukannya, entah di mana pun ia berada!

"Ternyata benar kamu suka pria," kata Emily tanpa sadar.

"Apa katamu?" Seru Austin murka befitu mendengar perkataannya, ia meremas lengan Emily, memutarnya dengan kuat, membuatnya jatuh dan tertekan di atas meja kristal.

Permukaan meja itu sangat dingin, dengan hanya dipisahkan oleh selembar kain tipis, hawa dingin merambat di punggungnya, membuat tangan dan kakinya pun merasa dingin.

"Kamu, kamu mau apa?" Kata Emily ketakutan, bukankah ia mengatakan yang sebenarnya? Mengapa ia tampak seperti ingin membunuhnya begitu?

"Apakah karena kemarin malam aku tidak memuaskanmu sehinga kamu mempertanyakan kemampuanku? Kalau begitu aku tidak akan keberatan membuktikannya sekali lagi ...."

"Tidak!"

"Kamu tidak pantas menolak."

Ia tak mengerti, Austin bukannya tidak menyukainya, bilang bahwa ia kotor, mengapa masih menyentuhnya?

Tubuh Austin menutupinya, ototnya yang keras membakar bagaikan api, jelas berkebalikan dengan meja kristal yang dingin di bawah tubuhnya.

Panas dan dingin menjadi satu!

"Austin, apakah kamu ini setan?" Kata Emily menggertakkan giginya, seluruh tubuhnya tegang bagaikan bongkahan batu.

Bibir tipis Austin tersenyum dingin dan berkata, "Bukankah kamu menyukai perasaan di neraka?"

Mengingat kejadian kemarin malam, Emily bagaimana pun juga tidak ingin mengalami siksaan mengerikan seperti itu lagi. Ia mendongak, menmbuka mulutnya dan menggigit kuat-kuat dada Austin.

"Emily, cari mati ya!" Seru Austin menghempaskannya kuat-kuat, karena gerakannya terlalu luas, gelang di dalam bajunya terjatuh di lantai.

"Ah!" Seru Emily yang terhempas jatuh ke lantai dengan kesakitan hingga menggertakkan gigi.

Tiba-tiba, melihat gelang yang familiar itu, ia segera mengambilnya dengan bersemangat dan bertanya, "Gelang ini mengapa ada padamu?"

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

60