Bab 6 Wanita Menjengkelkan
by Renko
11:00,Feb 02,2021
Di satu meja makan yang sama mereka duduk bertiga dalam suasana canggung. Lunar tidak berhenti mencuri pandang kedua pasangan itu secara bergantian. Arkan tidak berhenti melonggarkan dasi yang seolah ingin mencekik lehernya. Sementara itu Raya merasa kalau meja yang mana ditempati oleh dua orang saja, kini harus digunakan bersama orang asing dan hal itu membuatnya tidak nyaman.
Arkan masih menimbang-nimbang apa yang dikatakan oleh sekretaris Ham kemarin mengenai rumah yang tidak mungkin ada dua orang wanita di dalamnya. Kalau boleh memilih, tentu saja dia akan menjatuhkan pilihannya pada Raya. Sayangnya sekarang dia tidak bisa memilih sama sekali. Bagaimana dia bisa mengusir Raya yang sudah menempati rumah ini bersamanya begitu lama?
Apa dia membeli satu apartemen saja untuk dijadikan tempat tinggal Lunar? Sementara itu dia akan tinggal bersama Raya di rumah yang sekarang. Dengan begitu tidak ada yang merasa tidak nyaman dengan suasana yang mengharuskan mereka untuk bertatap muka. Namun, kalau seperti itu pasti ayah tidak akan mengizinkan menantu di keluarga Grey tinggal di apartemen seorang diri. Persoalan ini sungguh sangat merumitkan hidupnya. Kenapa Lunar harus muncul dalam hidupnya?
Arkan menepis segala keraguan yang membuatnya sangat frustrasi. "Sebentar lagi aku dan Lunar akan menikah. Setelah itu di rumah ini tidak mungkin ada dua orang wanita karena hanya akan menimbulkan berita yang tidak-tidak mengenai kita."
Raya mendengar ucapan itu secara saksama. Apa yang disimpulkannya adalah Arkan ingin mengeluarkan salah satu di antara mereka dari rumah. Apakah dia yang akan diusir? Karena hanya dia yang tidak memiliki alasan untuk tinggal di sana. Tidak ada yang salah dari keputusan Arkan karena dia merasa bahwa hal itu ada benarnya. Tidak mungkin ada dua wanita di dalam satu atap. Di sisi lain, kenapa harus dia yang sudah menempati rumah itu lebih dulu dibandingkan Lunar? Semuanya sangat tidak adil baginya.
Lunar menganggukkan kepala menyetujui keputusan untuk mengeluarkan Raya dari rumah. Keberadaan wanita lain dalam kondisi mereka yang menikah nanti hanya akan merumitkan keadaan. Bisa-bisa nama baik yang sudah bersusah payah dipertahankan menjadi terancam kembali. Sudah cukup mereka yang menjadi dampak dari kesalahpahaman harus terjebak dalam ikatan pernikahan.
“Untuk itu aku putuskan membeli apartemen agar bisa ditempati Lunar.”
Raya melebarkan kedua mata begitu terkejut karena apa yang dipikirkan jelas berbeda dari kenyataan. Terutama Lunar yang lebih terkejut lagi mendengar keputusan yang menurutnya sangat tidak masuk akal. Bagaimana bisa Lunar diusir dari rumah yang seharusnya menjadi tempat tinggal istrinya Arkan? Walaupun pernikahan mereka adalah sesuatu yang palsu, tetapi tetap saja tidak masuk akal karena orang yang akan menjadi nyonya di rumah itu harus mengalah.
“K-kenapa aku?”
“Karena kau hanyalah orang asing, baik itu sekarang atau nanti setelah kita menikah. Walaupun kau akan menyandang status sebagai istriku.”
Lunar tidak tahu harus berkata apa lagi. Dia juga tidak bisa memungkiri kalau keberadaannya hanya lantaran sebuah kesalahan yang harus diterima. Mereka memang hanya orang asing yang tinggal di tempat yang sama. Tidak. Bahkan kini dia akan tinggal di apartemen seorang diri. Istri dari pebisnis itu sendiri terasingkan di tempat khusus. Bukankah itu menyedihkan?
Lalu apa yang salah dari semua itu? Apa yang membuatnya sampai harus bersedih hati? Mereka hanyalah orang asing dan selamanya akan tetap begitu. Pihak yang paling diuntungkan di sini adalah dia, bukan? Dalam waktu satu tahun itu dia bisa mendapatkan tempat berlindung dengan status yang cemerlang. Tidak masalah jika dia seorang diri di apartemen. Lagi pula dia memang tidak mengenal orang lain lagi di rumah ini.
“Kalau kau sudah memutuskannya, aku tidak bisa menolak.” Ucap Lunar berusaha menyembunyikan bagaimana senangnya dia saat ini.
Raya terdiam sejenak tanpa mengomentari apa-apa mengenai keputusan itu. “Bagaimana kalau kita luruskan saja kesalahpahaman ini? Bukankah akan lebih baik? Mungkin akan timbul berita lainnya, tapi setidaknya kalian tidak perlu menikah.” Dia merasa sedikit iba pada Lunar yang akan tinggal seorang diri nantinya.
“Tidak!” Tanpa sadar Lunar dan Arkan berseru dengan lantang.
Suasana yang tadinya tenang langsung berubah saat seruan itu membumbung tinggi di udara. Raya memandangi mereka secara bergantian dengan ekspresi seolah menuntut penjelasan. Meluruskan kesalahpahaman bukankah merupakan solusi yang bagus untuk pernikahan yang mana tidak diinginkan itu? Dengan begitu tidak perlu mengadakan perayaan pernikahan dan juga semua akan kembali pada posisi masing-masing dengan Raya yang menjadi calon pengantin sesungguhnya.
“A-aku..” Lunar berhenti bicara karena dia tidak tahu harus memberikan alasan apa. Jika dia mengatakan tidak ingin keberadaannya diketahui yang mana hanya akan membuat dia dinikahkan kembali, dia akan terkesan seperti wanita yang ingin mencari tempat berlindung dari calon suami orang lain. Hanya itu satu-satunya alasan kenapa dia tidak terlalu mempermasalahkan soal pernikahan.
“Ayah sudah membuat keputusannya.” Arkan memegangi tangan Raya yang ada di atas meja. “Kau tahu bagaimana ayah, bukan?”
Raya menundukkan kepala dan menghela napas panjang. Tadi dia hanya memikirkan keinginannya yang mana tidak ingin pernikahan benar-benar terjadi. Dia tidak memikirkan bagaimana nantinya keadaan Arkan kalau tiba-tiba saja ada dua orang wanita yang muncul. Belum lagi dia yang dikenal sebagai teman baik Arkan sejak kecil, pasti akan memunculkan berbagai macam pertanyaan tentang hubungan asmara yang tiba-tiba di antara mereka. Dia juga tahu kalau Arkan tidak ingin mengecewakan sang ayah kalau bisnis yang dikelola akan terkena dampaknya nanti.
Raya menipiskan bibir sembari menyentuhkan tangannya pula ke atas tangan yang memegangi. “Aku mengerti.”
Melihat hubungan yang terjalin di antara dua pasangan yang ada di depannya membuat Lunar merasa kikuk sendiri. Keberadaannya seolah menjadi orang ke-tiga. Hal yang tidak pernah diniatkan sebelumnya namun apa yang harus dilakukan ketika nasi telah menjadi bubur? Bukan hanya Arkan yang tidak ingin berada di situasi sekarang. Dia juga tidak ingin hidup dalam pernikahan palsu. Masih banyak yang ingin dikerjakannya di luar sana yang mana dia bisa hidup normal tanpa kata kepalsuan.
***
Lunar mengikuti ke mana arah kaki pria yang membawanya menuju tempat tinggal baru. Dia berada di antara dua pria yang mana tinggi semampai. Di lorong yang mana sepi itu mereka bertiga berjalan dengan Arkan sebagai pemandunya. Di belakang ada sekretaris Ham menggeret koper bernuansa gelap yang tidak diketahui apa isinya.
Karpet merah yang dijajakinya sejak tadi menjadi penyambut kedatangannya dan entah mengapa dia sedikit merasa sedih karena harus berada di apartemen seorang diri. Biar bagaimanapun dia yang tinggal bersama keluarganya selalu memiliki teman untuk diajak bicara. Pembahasan yang terjadi pasti selalu mengenai dia kapan mendapatkan pekerjaan dan membahas mengenai pernikahan. Seharusnya dia tidak merindukan pembahasan yang enggan untuk dihadapi itu. Mungkin dia hanya merindukan kedua orangtuanya.
“Untuk ke depannya kau akan tinggal di sini.”
Lunar memandangi kopernya yang dibawa masuk ke dalam sebuah ruangan yang sudah dibuka pintunya tanpa dia sadar sebelumnya. Dia tidak langsung menggubris ucapan Arkan dan lebih memilih untuk memasuki apartemen. Pandangannya dibawa berkeliling untuk mencari tahu seperti apa tempat yang akan ditinggali selanjutnya.
Dia berpikir bahwa Arkan akan memberikannya tempat tinggal yang biasa saja karena dia hanyalah orang asing. Tidak perlu dipusingkan bagaimana tempat tinggalnya. Namun, kenyataan tidak seperti apa yang dibayangkan. Arkan memberikannya tempat tinggal yang mewah.
“Terima kasih, Arkan.”
“Tidak perlu berterima kasih. Aku melakukan semua ini karena kau akan menyandang status.. sebagai.. istriku.” Arkan sedikit berdeham karena pertama kali baginya menyebut kata ‘Istri’ dengan jelas. Dia merasa canggung akan hal itu, tetapi akan segera terbiasa karena Lunar akan menjadi istrinya.
Arkan memperhatikan koper berwarna hitam yang dibawa sekretaris Ham tadi. “Untuk sementara kau bisa menggunakan pakaian yang ada di dalam koper. Sekarang sudah cukup malam untuk membeli pakaian. Aku bukan pria serba ada yang selalu bisa mendatangkan apa yang kau butuh kan.”
Lunar tertawa kecil mendengar perkataan datar namun mengundang kelucuan. “Aku tidak pernah berpikir kalau kau akan menjadi pria serba ada.” Dia menatap lurus ke arah Arkan dengan sedikit lengkungan di bibir. “Aku akan tinggal seorang diri di sini,” dia menolehkan kepala pada sekeliling ruangan, kemudian menunjuk ke satu arah. “Bersama pot bunga,” memasukkan tangan ke dalam saku baju. “Ubin lantai, langit-langit kamar, dan lain sebagainya.”
Arkan mengalihkan tatapannya dari pot bunga pada Lunar. Memang Lunar akan tinggal seorang diri di apartemen. Tidak ada alasan baginya untuk tinggal bersama Lunar. “Kau akan menjadi istriku. Tidak mungkin aku tidak datang ke apartemen ini. Mereka akan mencurigai hubungan kita kalau aku tidak tinggal bersamamu.”
“Maksudmu, kau akan tinggal bersamaku di sini?”
Arkan berucap ragu, “Hanya sesekali saja. Aku akan datang ke mari.”
Dia seharusnya tidak perlu memusingkan bagaimana keadaan Lunar. Cukup mengirimkan sekretaris Ham saja atau pelayan yang menemani. Tetapi tadi dia menegaskan kalau dia akan mendatangi Lunar. Kenapa dia berkata seperti itu?
“Baiklah.” Lunar merasa lega setelah mengetahui kalau dia tidak benar-benar seorang diri.
Sekretaris Ham yang sudah diberi isyarat langsung memberikan sebuah kantong pada Lunar. Di dalamnya terdapat ponsel yang akan memudahkan komunikasi mereka berjalan. Sampai di tangan Lunar, ponsel baru dipandangi dengan mata yang berbinar-binar seolah akhirnya mendapatkan penolong hidup.
“Di dalam sana sudah ada nomorku dan juga nomor sekretaris Ham. Kau bisa menghubungiku hanya untuk sesuatu yang sangat penting dan mendesak. Selebihnya kau bisa menghubungi sekretaris Ham.” Ponsel yang berbunyi membuat Arkan harus segera mengambil ponselnya. Di saat itu pula nada dering yang terdengar nyaring tadinya berhenti.
“Oh, ternyata ini benar-benar nomormu.”
Arkan menggeram kesal. “Sudah aku katakan menghubungiku untuk sesuatu yang sangat penting dan mendesak saja.”
Lunar tidak menggubris nada peringatan dan tetap sibuk dengan ponsel di tangan. Hanya ada nomor Arkan dan sekretaris Ham saja di dalam ponsel. Dia harus memikirkan nomor siapa lagi yang harus disimpan.
Sampai dia menyadari kalau sekarang sudah waktunya untuk berpisah. Ponsel disimpan sebelum dia mendorong Arkan dan sekretaris Ham. “Kembalilah. Sekarang sudah sangat malam untuk bertamu.”
Arkan tidak membantah karena sekarang memang sudah sangat malam, tetapi mendengar Lunar mengatakan kalau dia bertamu membuat kekesalan meliputi. “Bertamu?” Dia menyeringai ingin mendebat. Sayang sekali pintu langsung ditutup di depan mata sebelum dia sempat melanjutkan. “Ini apartemenku! Aku yang membelinya! Dan kau akan menjadi istriku setelah ini!”
“T-tenang, tuan.” Sekretaris Ham berusaha menenangkan agar tidak timbul keributan, lalu menuntun Arkan dengan sopan untuk segera pergi dari sana.
Arkan masih menimbang-nimbang apa yang dikatakan oleh sekretaris Ham kemarin mengenai rumah yang tidak mungkin ada dua orang wanita di dalamnya. Kalau boleh memilih, tentu saja dia akan menjatuhkan pilihannya pada Raya. Sayangnya sekarang dia tidak bisa memilih sama sekali. Bagaimana dia bisa mengusir Raya yang sudah menempati rumah ini bersamanya begitu lama?
Apa dia membeli satu apartemen saja untuk dijadikan tempat tinggal Lunar? Sementara itu dia akan tinggal bersama Raya di rumah yang sekarang. Dengan begitu tidak ada yang merasa tidak nyaman dengan suasana yang mengharuskan mereka untuk bertatap muka. Namun, kalau seperti itu pasti ayah tidak akan mengizinkan menantu di keluarga Grey tinggal di apartemen seorang diri. Persoalan ini sungguh sangat merumitkan hidupnya. Kenapa Lunar harus muncul dalam hidupnya?
Arkan menepis segala keraguan yang membuatnya sangat frustrasi. "Sebentar lagi aku dan Lunar akan menikah. Setelah itu di rumah ini tidak mungkin ada dua orang wanita karena hanya akan menimbulkan berita yang tidak-tidak mengenai kita."
Raya mendengar ucapan itu secara saksama. Apa yang disimpulkannya adalah Arkan ingin mengeluarkan salah satu di antara mereka dari rumah. Apakah dia yang akan diusir? Karena hanya dia yang tidak memiliki alasan untuk tinggal di sana. Tidak ada yang salah dari keputusan Arkan karena dia merasa bahwa hal itu ada benarnya. Tidak mungkin ada dua wanita di dalam satu atap. Di sisi lain, kenapa harus dia yang sudah menempati rumah itu lebih dulu dibandingkan Lunar? Semuanya sangat tidak adil baginya.
Lunar menganggukkan kepala menyetujui keputusan untuk mengeluarkan Raya dari rumah. Keberadaan wanita lain dalam kondisi mereka yang menikah nanti hanya akan merumitkan keadaan. Bisa-bisa nama baik yang sudah bersusah payah dipertahankan menjadi terancam kembali. Sudah cukup mereka yang menjadi dampak dari kesalahpahaman harus terjebak dalam ikatan pernikahan.
“Untuk itu aku putuskan membeli apartemen agar bisa ditempati Lunar.”
Raya melebarkan kedua mata begitu terkejut karena apa yang dipikirkan jelas berbeda dari kenyataan. Terutama Lunar yang lebih terkejut lagi mendengar keputusan yang menurutnya sangat tidak masuk akal. Bagaimana bisa Lunar diusir dari rumah yang seharusnya menjadi tempat tinggal istrinya Arkan? Walaupun pernikahan mereka adalah sesuatu yang palsu, tetapi tetap saja tidak masuk akal karena orang yang akan menjadi nyonya di rumah itu harus mengalah.
“K-kenapa aku?”
“Karena kau hanyalah orang asing, baik itu sekarang atau nanti setelah kita menikah. Walaupun kau akan menyandang status sebagai istriku.”
Lunar tidak tahu harus berkata apa lagi. Dia juga tidak bisa memungkiri kalau keberadaannya hanya lantaran sebuah kesalahan yang harus diterima. Mereka memang hanya orang asing yang tinggal di tempat yang sama. Tidak. Bahkan kini dia akan tinggal di apartemen seorang diri. Istri dari pebisnis itu sendiri terasingkan di tempat khusus. Bukankah itu menyedihkan?
Lalu apa yang salah dari semua itu? Apa yang membuatnya sampai harus bersedih hati? Mereka hanyalah orang asing dan selamanya akan tetap begitu. Pihak yang paling diuntungkan di sini adalah dia, bukan? Dalam waktu satu tahun itu dia bisa mendapatkan tempat berlindung dengan status yang cemerlang. Tidak masalah jika dia seorang diri di apartemen. Lagi pula dia memang tidak mengenal orang lain lagi di rumah ini.
“Kalau kau sudah memutuskannya, aku tidak bisa menolak.” Ucap Lunar berusaha menyembunyikan bagaimana senangnya dia saat ini.
Raya terdiam sejenak tanpa mengomentari apa-apa mengenai keputusan itu. “Bagaimana kalau kita luruskan saja kesalahpahaman ini? Bukankah akan lebih baik? Mungkin akan timbul berita lainnya, tapi setidaknya kalian tidak perlu menikah.” Dia merasa sedikit iba pada Lunar yang akan tinggal seorang diri nantinya.
“Tidak!” Tanpa sadar Lunar dan Arkan berseru dengan lantang.
Suasana yang tadinya tenang langsung berubah saat seruan itu membumbung tinggi di udara. Raya memandangi mereka secara bergantian dengan ekspresi seolah menuntut penjelasan. Meluruskan kesalahpahaman bukankah merupakan solusi yang bagus untuk pernikahan yang mana tidak diinginkan itu? Dengan begitu tidak perlu mengadakan perayaan pernikahan dan juga semua akan kembali pada posisi masing-masing dengan Raya yang menjadi calon pengantin sesungguhnya.
“A-aku..” Lunar berhenti bicara karena dia tidak tahu harus memberikan alasan apa. Jika dia mengatakan tidak ingin keberadaannya diketahui yang mana hanya akan membuat dia dinikahkan kembali, dia akan terkesan seperti wanita yang ingin mencari tempat berlindung dari calon suami orang lain. Hanya itu satu-satunya alasan kenapa dia tidak terlalu mempermasalahkan soal pernikahan.
“Ayah sudah membuat keputusannya.” Arkan memegangi tangan Raya yang ada di atas meja. “Kau tahu bagaimana ayah, bukan?”
Raya menundukkan kepala dan menghela napas panjang. Tadi dia hanya memikirkan keinginannya yang mana tidak ingin pernikahan benar-benar terjadi. Dia tidak memikirkan bagaimana nantinya keadaan Arkan kalau tiba-tiba saja ada dua orang wanita yang muncul. Belum lagi dia yang dikenal sebagai teman baik Arkan sejak kecil, pasti akan memunculkan berbagai macam pertanyaan tentang hubungan asmara yang tiba-tiba di antara mereka. Dia juga tahu kalau Arkan tidak ingin mengecewakan sang ayah kalau bisnis yang dikelola akan terkena dampaknya nanti.
Raya menipiskan bibir sembari menyentuhkan tangannya pula ke atas tangan yang memegangi. “Aku mengerti.”
Melihat hubungan yang terjalin di antara dua pasangan yang ada di depannya membuat Lunar merasa kikuk sendiri. Keberadaannya seolah menjadi orang ke-tiga. Hal yang tidak pernah diniatkan sebelumnya namun apa yang harus dilakukan ketika nasi telah menjadi bubur? Bukan hanya Arkan yang tidak ingin berada di situasi sekarang. Dia juga tidak ingin hidup dalam pernikahan palsu. Masih banyak yang ingin dikerjakannya di luar sana yang mana dia bisa hidup normal tanpa kata kepalsuan.
***
Lunar mengikuti ke mana arah kaki pria yang membawanya menuju tempat tinggal baru. Dia berada di antara dua pria yang mana tinggi semampai. Di lorong yang mana sepi itu mereka bertiga berjalan dengan Arkan sebagai pemandunya. Di belakang ada sekretaris Ham menggeret koper bernuansa gelap yang tidak diketahui apa isinya.
Karpet merah yang dijajakinya sejak tadi menjadi penyambut kedatangannya dan entah mengapa dia sedikit merasa sedih karena harus berada di apartemen seorang diri. Biar bagaimanapun dia yang tinggal bersama keluarganya selalu memiliki teman untuk diajak bicara. Pembahasan yang terjadi pasti selalu mengenai dia kapan mendapatkan pekerjaan dan membahas mengenai pernikahan. Seharusnya dia tidak merindukan pembahasan yang enggan untuk dihadapi itu. Mungkin dia hanya merindukan kedua orangtuanya.
“Untuk ke depannya kau akan tinggal di sini.”
Lunar memandangi kopernya yang dibawa masuk ke dalam sebuah ruangan yang sudah dibuka pintunya tanpa dia sadar sebelumnya. Dia tidak langsung menggubris ucapan Arkan dan lebih memilih untuk memasuki apartemen. Pandangannya dibawa berkeliling untuk mencari tahu seperti apa tempat yang akan ditinggali selanjutnya.
Dia berpikir bahwa Arkan akan memberikannya tempat tinggal yang biasa saja karena dia hanyalah orang asing. Tidak perlu dipusingkan bagaimana tempat tinggalnya. Namun, kenyataan tidak seperti apa yang dibayangkan. Arkan memberikannya tempat tinggal yang mewah.
“Terima kasih, Arkan.”
“Tidak perlu berterima kasih. Aku melakukan semua ini karena kau akan menyandang status.. sebagai.. istriku.” Arkan sedikit berdeham karena pertama kali baginya menyebut kata ‘Istri’ dengan jelas. Dia merasa canggung akan hal itu, tetapi akan segera terbiasa karena Lunar akan menjadi istrinya.
Arkan memperhatikan koper berwarna hitam yang dibawa sekretaris Ham tadi. “Untuk sementara kau bisa menggunakan pakaian yang ada di dalam koper. Sekarang sudah cukup malam untuk membeli pakaian. Aku bukan pria serba ada yang selalu bisa mendatangkan apa yang kau butuh kan.”
Lunar tertawa kecil mendengar perkataan datar namun mengundang kelucuan. “Aku tidak pernah berpikir kalau kau akan menjadi pria serba ada.” Dia menatap lurus ke arah Arkan dengan sedikit lengkungan di bibir. “Aku akan tinggal seorang diri di sini,” dia menolehkan kepala pada sekeliling ruangan, kemudian menunjuk ke satu arah. “Bersama pot bunga,” memasukkan tangan ke dalam saku baju. “Ubin lantai, langit-langit kamar, dan lain sebagainya.”
Arkan mengalihkan tatapannya dari pot bunga pada Lunar. Memang Lunar akan tinggal seorang diri di apartemen. Tidak ada alasan baginya untuk tinggal bersama Lunar. “Kau akan menjadi istriku. Tidak mungkin aku tidak datang ke apartemen ini. Mereka akan mencurigai hubungan kita kalau aku tidak tinggal bersamamu.”
“Maksudmu, kau akan tinggal bersamaku di sini?”
Arkan berucap ragu, “Hanya sesekali saja. Aku akan datang ke mari.”
Dia seharusnya tidak perlu memusingkan bagaimana keadaan Lunar. Cukup mengirimkan sekretaris Ham saja atau pelayan yang menemani. Tetapi tadi dia menegaskan kalau dia akan mendatangi Lunar. Kenapa dia berkata seperti itu?
“Baiklah.” Lunar merasa lega setelah mengetahui kalau dia tidak benar-benar seorang diri.
Sekretaris Ham yang sudah diberi isyarat langsung memberikan sebuah kantong pada Lunar. Di dalamnya terdapat ponsel yang akan memudahkan komunikasi mereka berjalan. Sampai di tangan Lunar, ponsel baru dipandangi dengan mata yang berbinar-binar seolah akhirnya mendapatkan penolong hidup.
“Di dalam sana sudah ada nomorku dan juga nomor sekretaris Ham. Kau bisa menghubungiku hanya untuk sesuatu yang sangat penting dan mendesak. Selebihnya kau bisa menghubungi sekretaris Ham.” Ponsel yang berbunyi membuat Arkan harus segera mengambil ponselnya. Di saat itu pula nada dering yang terdengar nyaring tadinya berhenti.
“Oh, ternyata ini benar-benar nomormu.”
Arkan menggeram kesal. “Sudah aku katakan menghubungiku untuk sesuatu yang sangat penting dan mendesak saja.”
Lunar tidak menggubris nada peringatan dan tetap sibuk dengan ponsel di tangan. Hanya ada nomor Arkan dan sekretaris Ham saja di dalam ponsel. Dia harus memikirkan nomor siapa lagi yang harus disimpan.
Sampai dia menyadari kalau sekarang sudah waktunya untuk berpisah. Ponsel disimpan sebelum dia mendorong Arkan dan sekretaris Ham. “Kembalilah. Sekarang sudah sangat malam untuk bertamu.”
Arkan tidak membantah karena sekarang memang sudah sangat malam, tetapi mendengar Lunar mengatakan kalau dia bertamu membuat kekesalan meliputi. “Bertamu?” Dia menyeringai ingin mendebat. Sayang sekali pintu langsung ditutup di depan mata sebelum dia sempat melanjutkan. “Ini apartemenku! Aku yang membelinya! Dan kau akan menjadi istriku setelah ini!”
“T-tenang, tuan.” Sekretaris Ham berusaha menenangkan agar tidak timbul keributan, lalu menuntun Arkan dengan sopan untuk segera pergi dari sana.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved