Bab 16 Sudah Lama Menunggumu
by Tatiana Angelique
16:37,Aug 19,2021
Tania merasa agak gelisah sambil mengetuk pintu, kemudian masuk ke dalam.
Marlin mengenakan setelan hitam, rambut panjang berada di belakang kepala, seluruh tubuhnya terlihat energik dan rapi.
“Mengapa hari ini tanpa alasan kamu tidak masuk kerja?”
“Tidak, aku hanya ada sedikit urusan dan keluar.”
“Kelak aku tidak ingin terjadi situasi seperti tidak menemukan orang di ruang kantor kita.”
“Baik, aku sudah tahu.”
“Sekretaris Irvin sudah menunggumu dalam waktu yang lama, tidak berhasil menunggumu lalu pergi ke Grup Madara duluan, kamu langsung pergi ke Grup untuk berkumpul dengan Sekretaris Irvin.”
Tania kembali ke posisinya dalam keadaan linglung, menemukan nomor telepon Irvin lalu menelepon ke sana.
Tidak ada yang mengangkat telepon, sekarang dia bahkan tidak tahu apa masalahnya, lalu bertanya-tanya pada rekan di sekitar, dia diberitahu bahwa tadi pagi mendadak ada pemberitahuan, meminta dia dan Irvin pergi ke Rumah Mode Madara untuk merundingkan masalah pameran.
Tania membereskan tasnya, berlari ke arah lift, kebetulan melihat Aswin yang ada di depan pintu lift eksklusif Presdir.
Dia mengangguk untuk menyapa, pria itu hampir tidak menatapnya secara langsung.
Tania tiba di Rumah Mode Madara, sama sekali tidak bisa menghubungi Irvin, sedang panik di meja resepsionis lantai pertama, kebetulan melihat seseorang yang agak familiar.
“ Nona Dalmian, mengapa kamu berada di sini?” Elvina bertanya sambil tersenyum.
Barusan hanya agak familiar, dia masih takut salah mengenali orang, begitu mendengar suara baru dipastikan.
Elvina yang sebelumnya pernah ditemui di Rumah Mode Madara, mengenakan setelan tradisional yang sederhana dan elegan, kepribadian yang tenang, hari ini Elvina memang mengenakan gaun berwarna lotus, mengenakan sepatu hak tinggi, perlahan berjalan ke sini, membuat Tania tercengang melihatnya.
“ Kak Santana, aku datang ke sini bersama Sekretaris Irvin dari Grup Perusahaan Raharja, untuk saat ini tidak bisa menghubunginya, aku sedang menunggu di sini.”
“Sekretaris Irvin sudah berada di lantai atas, aku bawa kamu ke sana saja.”
Tadi Tania tergesa-gesa hingga kening penuh keringat, setelah ikut Elvina masuk ke dalam lift, suasana hatinya perlahan baru mulai tenang.
Lift terbuka, Irvin melihat Elvina, wajah penuh senyuman, mengulurkan tangan, “ Kak Santana, sore.”
Irvin selesai bicara baru melihat Tania yang ada di belakangnya, tanpa mengubah ekspresi mengatakan, “ Tania, kamu sudah tiba, tadi aku sudah menunggumu lama sekali di bawah sana, karena tidak melihatmu maka aku naik dulu ke atas.”
Mendengar dia berkata seperti ini, di dalam hati Tania bergejolak, tetapi di hadapan Elvina, dia dan Irvin sama-sama mewakili Grup Perusahaan Raharja, dari luar tidak baik jika sampai berdebat, hanya saja dia tidak menyambung pembicaraan Irvin.
Sebelumnya dia tidak tahu akan masalah perundingan ini, sepanjang pagi ini, Irvin juga tidak memberitahu dia, dia hanya bisa duduk di samping mendengarkan secara babi buta, bantu membuat catatan.
Tania baru tahu bahwa Rumah Mode Madara adalah milik Grup Madara, Elvina bukan hanya bertanggung jawab atas urusan di Rumah Mode Madara, juga memegang posisi penting di Grup Madara, dia adalah penghubung untuk kerja sama kali ini.
Grup Madara memanfaatkan keunggulan dari Rumah Mode Tradisional, terus mendalami bidang kaligrafi dan koleksi lukisan, bisnis ini juga melibatkan pameran dan perencanaan seni.
Perusahaan Raharja mencari Grup Madara untuk melakukan promosi Hotel di Gunung Asama.
Gunung Asama adalah desainer arsitektur top perusahaan Raharja yang diundang oleh Anman Resorts, untuk membangun hotel yang sudah direncanakan.
Kemudian Grup Madara akan mengundang seniman terkenal dari industri kaligrafi dan lukisan untuk berpartisipasi dalam pameran dan bekerja sama dengan publisitas hotel.
Setelah Elvina dan Irvin selesai membahas detail kerja sama, saran dia adalah pergi ke Gunung Asama untuk lihat tempat kejadian, mengatur supir untuk mengantar mereka bersama.
Ternyata Gunung Asama tidak berada di kota Tateyama, supir mengemudi lebih dari dua jam baru sampai.
Hotel ini dibangun di atas Gunung Asama, di sekeliling penuh tanaman dan pepohonan yang rimbun, udara sejuk dan air jernih. Berjalan ke dalam, seluruh gaya arsitekturnya sederhana dan elegan.
Irvin membawa mereka berkeliling, lalu kembali ke ruang santai hotel untuk minum teh dan bercerita.
Di tengah pembicaran, Elvina menerima panggilan telepon, mendadak ada urusan sehingga harus lebih awal pulang ke kota Tateyama.
Irvin meminta Tania untuk pergi memeriksa kamar hotel, Elvina akan mengundang pelukis untuk tinggal di sana, harus memastikan bahwa tidak akan terjadi hal tak terduga dalam berbagai fasilitas hotel.
Privasi di hotel sangat bagus, jarak antara setiap kamar sangatlah berjauhan, dia berlari bolak-balik, kelelahan hingga terengah-engah.
Setelah semua telah selesai diperiksa, Irvin lalu mengatur dia pergi ke ruang penyimpanan hotel untuk menyiapkan suvenir yang akan diberikan pada para pelanggan.
Tania sedang sibuk di sana, tidak memperhatikan waktu, perut mulai berbunyi, akhir-akhir ini dia selalu merasa lapar, sudah hampir menjadi si kuat makan.
Tiba-tiba, lampu di dalam kamar padam, kebetulan bisa membuatnya pulang kerja.
Dia ingin mengeluarkan ponsel untuk melihat waktu, tapi malah menyadari dia tidak membawa ponsel ke atas. Dia melihat ke luar jendala, langit sudah gelap sekali.
Tania berdiri, sambil meraba dalam kegelapan berjalan ke depan pintu, pergi menarik pegangan pintu, ketika dia masuk jelas-jelas tidak ada kunci, walaupun terkunci dirinya juga bisa buka dari dalam, tetapi tidak peduli bagaimana dia memutar pegangannya, tetap tidak berhasil.
Tania sekuat tenaga memukul pintu, berteriak keras memanggil orang, walau tenggorokannya berteriak sampai pecah juga tidak ada jawaban apa pun.
Hotel masih belum resmi dibuka, staf hotel sangat sedikit, semua masih berkumpul di aula depan.
Dia segera kehilangan tenaga, tubuhnya lunglai jatuh ke lantai.
Di sekeliling sunyi dan hening.
Saat datang dia hanya mengenakan sebuah jaket panas, di dalam hanya mengenakan kemeja bergaris dan celana jeans, udara di pegunungan beberapa derajat lebih dingin daripada di luar, ditambah perbedaan suhu antara pagi dan sore relatif besar, ada hawa dingin yang menyengat.
Tania merasa dingin dan lapar, melihat bintang-bintang yang berkedip di luar sana, berdoa semoga ada orang yang bisa datang membantunya.
Aswin meminta dia malam harus pulang lebih awal, sekarang dia hanya berharap pria itu bisa daang mencariku, hal yang sangat mudah baginya jika dia ingin mencarinya.
Dia sama sekali tidak tahu sekarang jam berapa, melihat bulan yang tergantung di puncak pohon, perlahan mulai melayang pergi dan bersembunyi di awan.
Ruang penyimpanan berubah menjadi semakin gelap, Tania semakin takut.
Dia mengeluarkan tenaga terakhir, menepuk pintu, menangis dan berteriak.
...…
Dalam beberapa waktu terakhir ini Barney melukis di dekat Gunung Asama, Hiroshi Yoshida dari Zaman Meiji adalah pelukis favoritnya, terutama karya Hiroshi Yoshida yang bernama (Pegunungan Asama) selalu dipuji sebagai “The Wonderful Art”.
Banyak sekali generasi muda pelukis yang mengikuti jejak sang master, datang ke sini melukis, Barney juga merupakan salah satunya.
Kebetulan hotel Perusahaan Raharja selesai dibangun di sini, dia menjadi orang pertama yang menempati tempat ini.
Malam setelah selesai melukis, dia berjalan keluar halaman, kebetulan mendengar suara tangisan.
Barney mengikuti suara, pergi ke halaman belakang, karena suara terisak semakin kecil, dia tidak bisa membedakan dengan jelas dari ruangan mana suara itu berasal.
Dia mengetuk bantak pintu, tidak ada jawaban. Mengetuk ruang penyimpanan berulang kali, “Apakah di dalam ada orang?”
Tetap tidak ada jawaban, dia mulai agak meragukan telinganya sendiri.
Barney ingin berbalik dan pergi, mendengar suara barang terjatuh ke lantai yang terdengar dari ruang penyimpanan.
Dia memutar pegangan pintu, sepertinya telah terkunci mati, memastikan di dalam ada orang, tidak bisa peduli begitu banyak lagi, langsung menendang pintu hingga terbuka.
Di dalam tidak ada lampu menyala, dia menyalakan senter di ponsel, menemukan ada seorang wanita yang jatuh ke lantai, raut wajah pucat pasi, itu memang Tania.
Dia memanggil: “ Tania.”
Tania mengeluarkan suara lemah, “Kakak.”
Marlin mengenakan setelan hitam, rambut panjang berada di belakang kepala, seluruh tubuhnya terlihat energik dan rapi.
“Mengapa hari ini tanpa alasan kamu tidak masuk kerja?”
“Tidak, aku hanya ada sedikit urusan dan keluar.”
“Kelak aku tidak ingin terjadi situasi seperti tidak menemukan orang di ruang kantor kita.”
“Baik, aku sudah tahu.”
“Sekretaris Irvin sudah menunggumu dalam waktu yang lama, tidak berhasil menunggumu lalu pergi ke Grup Madara duluan, kamu langsung pergi ke Grup untuk berkumpul dengan Sekretaris Irvin.”
Tania kembali ke posisinya dalam keadaan linglung, menemukan nomor telepon Irvin lalu menelepon ke sana.
Tidak ada yang mengangkat telepon, sekarang dia bahkan tidak tahu apa masalahnya, lalu bertanya-tanya pada rekan di sekitar, dia diberitahu bahwa tadi pagi mendadak ada pemberitahuan, meminta dia dan Irvin pergi ke Rumah Mode Madara untuk merundingkan masalah pameran.
Tania membereskan tasnya, berlari ke arah lift, kebetulan melihat Aswin yang ada di depan pintu lift eksklusif Presdir.
Dia mengangguk untuk menyapa, pria itu hampir tidak menatapnya secara langsung.
Tania tiba di Rumah Mode Madara, sama sekali tidak bisa menghubungi Irvin, sedang panik di meja resepsionis lantai pertama, kebetulan melihat seseorang yang agak familiar.
“ Nona Dalmian, mengapa kamu berada di sini?” Elvina bertanya sambil tersenyum.
Barusan hanya agak familiar, dia masih takut salah mengenali orang, begitu mendengar suara baru dipastikan.
Elvina yang sebelumnya pernah ditemui di Rumah Mode Madara, mengenakan setelan tradisional yang sederhana dan elegan, kepribadian yang tenang, hari ini Elvina memang mengenakan gaun berwarna lotus, mengenakan sepatu hak tinggi, perlahan berjalan ke sini, membuat Tania tercengang melihatnya.
“ Kak Santana, aku datang ke sini bersama Sekretaris Irvin dari Grup Perusahaan Raharja, untuk saat ini tidak bisa menghubunginya, aku sedang menunggu di sini.”
“Sekretaris Irvin sudah berada di lantai atas, aku bawa kamu ke sana saja.”
Tadi Tania tergesa-gesa hingga kening penuh keringat, setelah ikut Elvina masuk ke dalam lift, suasana hatinya perlahan baru mulai tenang.
Lift terbuka, Irvin melihat Elvina, wajah penuh senyuman, mengulurkan tangan, “ Kak Santana, sore.”
Irvin selesai bicara baru melihat Tania yang ada di belakangnya, tanpa mengubah ekspresi mengatakan, “ Tania, kamu sudah tiba, tadi aku sudah menunggumu lama sekali di bawah sana, karena tidak melihatmu maka aku naik dulu ke atas.”
Mendengar dia berkata seperti ini, di dalam hati Tania bergejolak, tetapi di hadapan Elvina, dia dan Irvin sama-sama mewakili Grup Perusahaan Raharja, dari luar tidak baik jika sampai berdebat, hanya saja dia tidak menyambung pembicaraan Irvin.
Sebelumnya dia tidak tahu akan masalah perundingan ini, sepanjang pagi ini, Irvin juga tidak memberitahu dia, dia hanya bisa duduk di samping mendengarkan secara babi buta, bantu membuat catatan.
Tania baru tahu bahwa Rumah Mode Madara adalah milik Grup Madara, Elvina bukan hanya bertanggung jawab atas urusan di Rumah Mode Madara, juga memegang posisi penting di Grup Madara, dia adalah penghubung untuk kerja sama kali ini.
Grup Madara memanfaatkan keunggulan dari Rumah Mode Tradisional, terus mendalami bidang kaligrafi dan koleksi lukisan, bisnis ini juga melibatkan pameran dan perencanaan seni.
Perusahaan Raharja mencari Grup Madara untuk melakukan promosi Hotel di Gunung Asama.
Gunung Asama adalah desainer arsitektur top perusahaan Raharja yang diundang oleh Anman Resorts, untuk membangun hotel yang sudah direncanakan.
Kemudian Grup Madara akan mengundang seniman terkenal dari industri kaligrafi dan lukisan untuk berpartisipasi dalam pameran dan bekerja sama dengan publisitas hotel.
Setelah Elvina dan Irvin selesai membahas detail kerja sama, saran dia adalah pergi ke Gunung Asama untuk lihat tempat kejadian, mengatur supir untuk mengantar mereka bersama.
Ternyata Gunung Asama tidak berada di kota Tateyama, supir mengemudi lebih dari dua jam baru sampai.
Hotel ini dibangun di atas Gunung Asama, di sekeliling penuh tanaman dan pepohonan yang rimbun, udara sejuk dan air jernih. Berjalan ke dalam, seluruh gaya arsitekturnya sederhana dan elegan.
Irvin membawa mereka berkeliling, lalu kembali ke ruang santai hotel untuk minum teh dan bercerita.
Di tengah pembicaran, Elvina menerima panggilan telepon, mendadak ada urusan sehingga harus lebih awal pulang ke kota Tateyama.
Irvin meminta Tania untuk pergi memeriksa kamar hotel, Elvina akan mengundang pelukis untuk tinggal di sana, harus memastikan bahwa tidak akan terjadi hal tak terduga dalam berbagai fasilitas hotel.
Privasi di hotel sangat bagus, jarak antara setiap kamar sangatlah berjauhan, dia berlari bolak-balik, kelelahan hingga terengah-engah.
Setelah semua telah selesai diperiksa, Irvin lalu mengatur dia pergi ke ruang penyimpanan hotel untuk menyiapkan suvenir yang akan diberikan pada para pelanggan.
Tania sedang sibuk di sana, tidak memperhatikan waktu, perut mulai berbunyi, akhir-akhir ini dia selalu merasa lapar, sudah hampir menjadi si kuat makan.
Tiba-tiba, lampu di dalam kamar padam, kebetulan bisa membuatnya pulang kerja.
Dia ingin mengeluarkan ponsel untuk melihat waktu, tapi malah menyadari dia tidak membawa ponsel ke atas. Dia melihat ke luar jendala, langit sudah gelap sekali.
Tania berdiri, sambil meraba dalam kegelapan berjalan ke depan pintu, pergi menarik pegangan pintu, ketika dia masuk jelas-jelas tidak ada kunci, walaupun terkunci dirinya juga bisa buka dari dalam, tetapi tidak peduli bagaimana dia memutar pegangannya, tetap tidak berhasil.
Tania sekuat tenaga memukul pintu, berteriak keras memanggil orang, walau tenggorokannya berteriak sampai pecah juga tidak ada jawaban apa pun.
Hotel masih belum resmi dibuka, staf hotel sangat sedikit, semua masih berkumpul di aula depan.
Dia segera kehilangan tenaga, tubuhnya lunglai jatuh ke lantai.
Di sekeliling sunyi dan hening.
Saat datang dia hanya mengenakan sebuah jaket panas, di dalam hanya mengenakan kemeja bergaris dan celana jeans, udara di pegunungan beberapa derajat lebih dingin daripada di luar, ditambah perbedaan suhu antara pagi dan sore relatif besar, ada hawa dingin yang menyengat.
Tania merasa dingin dan lapar, melihat bintang-bintang yang berkedip di luar sana, berdoa semoga ada orang yang bisa datang membantunya.
Aswin meminta dia malam harus pulang lebih awal, sekarang dia hanya berharap pria itu bisa daang mencariku, hal yang sangat mudah baginya jika dia ingin mencarinya.
Dia sama sekali tidak tahu sekarang jam berapa, melihat bulan yang tergantung di puncak pohon, perlahan mulai melayang pergi dan bersembunyi di awan.
Ruang penyimpanan berubah menjadi semakin gelap, Tania semakin takut.
Dia mengeluarkan tenaga terakhir, menepuk pintu, menangis dan berteriak.
...…
Dalam beberapa waktu terakhir ini Barney melukis di dekat Gunung Asama, Hiroshi Yoshida dari Zaman Meiji adalah pelukis favoritnya, terutama karya Hiroshi Yoshida yang bernama (Pegunungan Asama) selalu dipuji sebagai “The Wonderful Art”.
Banyak sekali generasi muda pelukis yang mengikuti jejak sang master, datang ke sini melukis, Barney juga merupakan salah satunya.
Kebetulan hotel Perusahaan Raharja selesai dibangun di sini, dia menjadi orang pertama yang menempati tempat ini.
Malam setelah selesai melukis, dia berjalan keluar halaman, kebetulan mendengar suara tangisan.
Barney mengikuti suara, pergi ke halaman belakang, karena suara terisak semakin kecil, dia tidak bisa membedakan dengan jelas dari ruangan mana suara itu berasal.
Dia mengetuk bantak pintu, tidak ada jawaban. Mengetuk ruang penyimpanan berulang kali, “Apakah di dalam ada orang?”
Tetap tidak ada jawaban, dia mulai agak meragukan telinganya sendiri.
Barney ingin berbalik dan pergi, mendengar suara barang terjatuh ke lantai yang terdengar dari ruang penyimpanan.
Dia memutar pegangan pintu, sepertinya telah terkunci mati, memastikan di dalam ada orang, tidak bisa peduli begitu banyak lagi, langsung menendang pintu hingga terbuka.
Di dalam tidak ada lampu menyala, dia menyalakan senter di ponsel, menemukan ada seorang wanita yang jatuh ke lantai, raut wajah pucat pasi, itu memang Tania.
Dia memanggil: “ Tania.”
Tania mengeluarkan suara lemah, “Kakak.”
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved