Bab 7 Tidak Butuh Rasa Kasihanmu
by Andrew Wang
18:39,Jul 27,2023
“Hatchi ....” Selena Tan menggosok hidungnya yang berlendir saking dinginnya udara di larut malam. Ia nekat keluar dari hotel dengan hanya mengenakan seragam kerjanya. “Ah sial, jasku ketinggalan di bar. Aku tidak mungkin mampir ke sana lagi demi mengambilnya.” Gerutu Selena Tan yang merasakan kesialan beruntun terus mempermainkannya sepanjang hari ini. Bahkan pada saat sebagian orang sudah larut dalam tidurnya, ia masih saja berkutat di jalanan seorang diri. Memperjuangkan agar segera sampai ke rumahnya yang cukup jauh dari pusat kota. Selena Tan tertatih menahan sedikit perih yang ia rasakan sebagai hadiah dari pengalaman pertamanya tidur dengan seorang pria. Rasa perih itu kian mencambuknya, membakar hatinya yang panas karena emosi terpendam. Ia butuh tempat menyalurkan kekesalan, tetapi tidak sanggup dilakukannya sekarang. Jika saja pengalaman pertama yang membuatnya merasakan menjadi wanita dewasa itu terjadi karena dasar suka sama suka, mungkin Selena Tan tidak akan sekesal saat ini.
‘Aku akan menikahimu.’
Tiba-tiba kata-kata yang dilontarkan oleh Nicole Saputra kembali terngiang dalam benak Selena Tan. Bukan hanya suara yang masih melekat dalam ingatannya, namun juga wajah tampan bahkan lekuk tubuh polos yang sudah menggagahinya. Selena Tan menggeleng cepat demi menepis semua tentang pria itu yang mengusik ketenangan batinnya. “Tidak! Terlalu haram memikirkan pria tak berperasaan itu.” Gerutu Selena Tan yang tak segan menampar ringan pipinya demi menyadarkan dirinya agar sadar pada kenyataan. Ia tidak boleh memikirkan sedetikpun pria yang sudah merubah kehidupannya dalam sekejab. Ia celingukan ke sekeliling, menatap jalanan yang kian sepi dan dingin. Kondisi yang tak bisa disebut aman bagi seorang wanita muda berjalan sendirian, apalagi dengan pakaian yang tampak lusuh. Selena Tan yakin siapapun yang menatapnya kini pasti akan berpikiran buruk kepadanya sebagai wanita malam yang hendak menjajahkan diri.
“Sepertinya bis terakhir sudah berangkat, terpaksa harus naik taksi kalau aku masih mau pulang.” Selena Tan menghela nafas kasar, kesialan beruntun yang belum juga berlalu darinya. Alih-alih mendapatkan upah dari part time di bar, ia justru harus kehilangan banyak hal. Kini harus merogoh uangnya yang tersisa tak seberapa untuk ongkos taksi. Jika ia tidak mau tidur di jalanan, ia harus mengeluarkan uang yang seharusnya tak perlu hilang itu. Selena Tan menelan saliva, berharap kegetiran hidupnya bisa ikut tertelan dan lenyap. Hanya saja itu terlalu muluk, kesialan yang terlanjur hinggap dalam dirinya tidak mungkin secepat itu bisa lenyap. Sehelai uang seratus ribu dikeluarkan dari dompetnya, air mata mengembang di pelupuk mata. Ia tahu nilai uang itu tidak berarti apa-apa bagi orang yang punya kuasa serta harta, namun baginya nominal uang seratus ribu itu sangat berharga. Selena Tan harus kerja keras demi mendapatkan selembar uang itu, lalu menghabiskannya tidak sesusah upayanya untuk mengumpulkan.
“Aku akan mendapatkanmu lagi, bersabarlah dulu, kali ini tolong bergunalah untukku.” Selena Tan menangkupkan kedua tangannya yang masih menggenggam sehelai uang penuh arti itu. Isak tangisnya kembali pecah meskipun ia enggan menunjukkan kelemahannya. Tetapi pertahanan hatinya kalah dengan kondisi yang tidak berpihak kepadanya. Selena Tan mengusap air mata yang terlanjur berlinang, dengan sisa tangis sesenggukannya itu ia mencoba tegar dan tersenyum walau terlihat sangat getir. “Selamat tinggal sementara uangku.”
Sebuah taksi melintas pelan dari arah belakang langsung dicegat Selena Tan hingga berhenti. Wanita itu setengah berlari menuju mobil yang menunggunya, dalam hitungan detik saja ia sudah masuk sepenuhnya ke dalam taksi itu lalu meluncur pergi.
***
“Jadi anda ingin saya melakukan apa kepada wanita itu, tuan?” Setelah mendengar kronologi kejadian yang menimpa tuan mudanya, pak Fei sekuat hati menahan tawa. Ia akan sangat bersalah jika sampai lepas kontrol dan tersenyum begitu mendengar untuk pertama kalinya bos muda yang selalu memenangkan siapapun dengan kuasanya itu justru mendapatkan penolakan tegas beserta tamparan. Sekalipun Nicole Saputra enggan mengakui perihal tamparan itu, pak Fei bisa dengan mudah mengidentifikasi dari bekas merah di kulit wajah tampan bosnya itu. Dilihat dari bekasnya saja bisa ditebak seberapa kuat wanita itu melayangkan tangan ke area itu.
Nicole Saputra melirik pengawalnya dengan raut wajah kesal. “Kalau mau tertawa jangan ditahan. Aku tahu anda bersusah payah menahannya sekarang.” Gerutu bos muda itu bahkan ia yang lebih dulu mulai menertawakan kebodohannya. Jika bukan Selena Tan pelakunya, ia tak akan membiarkan tamparan itu mendarat di pipinya. Ia memang punya salah kepada wanita itu, bahkan sebuah tamparan keras pun tidak cukup untuk menebusnya.
“Saya tidak berani, tuan. Hanya saja ini tidak seperti diri anda yang biasanya. Mengapa anda membiarkan dia melukai anda? Tuan Nicole Saputra yang saya kenal adalah pria yang pantang menyerah. Anda pasti akan melakukan cara lain sampai target itu tunduk kepada anda. Maka dari itu, saya siap menjalankan perintah anda sekarang, tuan.” Ujar pak Fei yang suasana hatinya sudah membaik sehingga merasa kejadian yang menimpa bosnya sebagai sesuatu yang perlu ditertawakan.
Nicole Saputra memutar ponsel yang ada dalam genggamannya, sekalipun benda mahal itu terjatuh karena ulah jemarinya, ia tidak akan menyesalinya. Itu hanya sebuah benda yang sanggup dibelinya kapanpun sebagai pengganti yang sudah rusak. Yang ia inginkan sekarang adalah memikirkan dengan tepat apa yang dikehendakinya untuk mengurus wanita pembangkang yang dengan lantang menolaknya. “Andai saja dia bukan perawan, aku mungkin tidak akan memikirkannya. Terlalu brengsek saja kalau aku main lepas tangan setelah merenggut sesuatu yang dia anggap berharga. Aku perlu bantuan anda untuk memaksanya setuju untuk menikah denganku. Apa anda punya ide?”
Pak Fei mengerutkan dahinya, tak menampik bahwa pengakuan Nicole Saputra barusan membuatnya tercengang. “Terus terang saya sangat terkejut mengetahui niat baik anda bertanggung jawab, tetapi apa ini tidak berlebihan tuan? Wajar kalau nona itu menolak anda karena ini memang terlalu dipaksakan. Anda butuh cinta untuk mengajak seorang wanita ke jenjang pernikahan. Bukan sekedar keterpaksaan karena telah melakukan kesalahan kepada dia. Itu justru akan semakin melecehkan harga diri dia.”
“Anda juga tidak sepihak denganku sekarang? Aku bukan sekedar menginginkan dia karena mau bertanggung jawab, aku sudah mulai tertarik kepada dia. Apapun yang aku inginkan harus aku miliki.” Tegas Nicole Saputra yang tak peduli dengan penjelasan pak Fei yang kurang sependapat dengannya.
Pak Fei menunduk, sadar posisinya tidak akan bisa mengekang bosnya untuk menyetujui pendapatnya. “Saya minta maaf tuan, lalu bagaimana dengan nyonya Clara? Anda tidak bisa menikahi dua wanita sekaligus, tuan. Nyonya Clara masih sah sebagai istri anda sekarang.”
Senyum seringai Nicole Saputra mengembang seiring dengan tatapan sinis yang ia layangkan kepada pengawalnya. Moodnya memburuk seketika begitu mendengar nama wanita yang tak ingin didengarnya. “Aku tidak mau membahas tentang dia. Yang aku inginkan adalah wanita itu. Buntuti dia ke manapun dia pergi mulai sekarang!
***
‘Aku akan menikahimu.’
Tiba-tiba kata-kata yang dilontarkan oleh Nicole Saputra kembali terngiang dalam benak Selena Tan. Bukan hanya suara yang masih melekat dalam ingatannya, namun juga wajah tampan bahkan lekuk tubuh polos yang sudah menggagahinya. Selena Tan menggeleng cepat demi menepis semua tentang pria itu yang mengusik ketenangan batinnya. “Tidak! Terlalu haram memikirkan pria tak berperasaan itu.” Gerutu Selena Tan yang tak segan menampar ringan pipinya demi menyadarkan dirinya agar sadar pada kenyataan. Ia tidak boleh memikirkan sedetikpun pria yang sudah merubah kehidupannya dalam sekejab. Ia celingukan ke sekeliling, menatap jalanan yang kian sepi dan dingin. Kondisi yang tak bisa disebut aman bagi seorang wanita muda berjalan sendirian, apalagi dengan pakaian yang tampak lusuh. Selena Tan yakin siapapun yang menatapnya kini pasti akan berpikiran buruk kepadanya sebagai wanita malam yang hendak menjajahkan diri.
“Sepertinya bis terakhir sudah berangkat, terpaksa harus naik taksi kalau aku masih mau pulang.” Selena Tan menghela nafas kasar, kesialan beruntun yang belum juga berlalu darinya. Alih-alih mendapatkan upah dari part time di bar, ia justru harus kehilangan banyak hal. Kini harus merogoh uangnya yang tersisa tak seberapa untuk ongkos taksi. Jika ia tidak mau tidur di jalanan, ia harus mengeluarkan uang yang seharusnya tak perlu hilang itu. Selena Tan menelan saliva, berharap kegetiran hidupnya bisa ikut tertelan dan lenyap. Hanya saja itu terlalu muluk, kesialan yang terlanjur hinggap dalam dirinya tidak mungkin secepat itu bisa lenyap. Sehelai uang seratus ribu dikeluarkan dari dompetnya, air mata mengembang di pelupuk mata. Ia tahu nilai uang itu tidak berarti apa-apa bagi orang yang punya kuasa serta harta, namun baginya nominal uang seratus ribu itu sangat berharga. Selena Tan harus kerja keras demi mendapatkan selembar uang itu, lalu menghabiskannya tidak sesusah upayanya untuk mengumpulkan.
“Aku akan mendapatkanmu lagi, bersabarlah dulu, kali ini tolong bergunalah untukku.” Selena Tan menangkupkan kedua tangannya yang masih menggenggam sehelai uang penuh arti itu. Isak tangisnya kembali pecah meskipun ia enggan menunjukkan kelemahannya. Tetapi pertahanan hatinya kalah dengan kondisi yang tidak berpihak kepadanya. Selena Tan mengusap air mata yang terlanjur berlinang, dengan sisa tangis sesenggukannya itu ia mencoba tegar dan tersenyum walau terlihat sangat getir. “Selamat tinggal sementara uangku.”
Sebuah taksi melintas pelan dari arah belakang langsung dicegat Selena Tan hingga berhenti. Wanita itu setengah berlari menuju mobil yang menunggunya, dalam hitungan detik saja ia sudah masuk sepenuhnya ke dalam taksi itu lalu meluncur pergi.
***
“Jadi anda ingin saya melakukan apa kepada wanita itu, tuan?” Setelah mendengar kronologi kejadian yang menimpa tuan mudanya, pak Fei sekuat hati menahan tawa. Ia akan sangat bersalah jika sampai lepas kontrol dan tersenyum begitu mendengar untuk pertama kalinya bos muda yang selalu memenangkan siapapun dengan kuasanya itu justru mendapatkan penolakan tegas beserta tamparan. Sekalipun Nicole Saputra enggan mengakui perihal tamparan itu, pak Fei bisa dengan mudah mengidentifikasi dari bekas merah di kulit wajah tampan bosnya itu. Dilihat dari bekasnya saja bisa ditebak seberapa kuat wanita itu melayangkan tangan ke area itu.
Nicole Saputra melirik pengawalnya dengan raut wajah kesal. “Kalau mau tertawa jangan ditahan. Aku tahu anda bersusah payah menahannya sekarang.” Gerutu bos muda itu bahkan ia yang lebih dulu mulai menertawakan kebodohannya. Jika bukan Selena Tan pelakunya, ia tak akan membiarkan tamparan itu mendarat di pipinya. Ia memang punya salah kepada wanita itu, bahkan sebuah tamparan keras pun tidak cukup untuk menebusnya.
“Saya tidak berani, tuan. Hanya saja ini tidak seperti diri anda yang biasanya. Mengapa anda membiarkan dia melukai anda? Tuan Nicole Saputra yang saya kenal adalah pria yang pantang menyerah. Anda pasti akan melakukan cara lain sampai target itu tunduk kepada anda. Maka dari itu, saya siap menjalankan perintah anda sekarang, tuan.” Ujar pak Fei yang suasana hatinya sudah membaik sehingga merasa kejadian yang menimpa bosnya sebagai sesuatu yang perlu ditertawakan.
Nicole Saputra memutar ponsel yang ada dalam genggamannya, sekalipun benda mahal itu terjatuh karena ulah jemarinya, ia tidak akan menyesalinya. Itu hanya sebuah benda yang sanggup dibelinya kapanpun sebagai pengganti yang sudah rusak. Yang ia inginkan sekarang adalah memikirkan dengan tepat apa yang dikehendakinya untuk mengurus wanita pembangkang yang dengan lantang menolaknya. “Andai saja dia bukan perawan, aku mungkin tidak akan memikirkannya. Terlalu brengsek saja kalau aku main lepas tangan setelah merenggut sesuatu yang dia anggap berharga. Aku perlu bantuan anda untuk memaksanya setuju untuk menikah denganku. Apa anda punya ide?”
Pak Fei mengerutkan dahinya, tak menampik bahwa pengakuan Nicole Saputra barusan membuatnya tercengang. “Terus terang saya sangat terkejut mengetahui niat baik anda bertanggung jawab, tetapi apa ini tidak berlebihan tuan? Wajar kalau nona itu menolak anda karena ini memang terlalu dipaksakan. Anda butuh cinta untuk mengajak seorang wanita ke jenjang pernikahan. Bukan sekedar keterpaksaan karena telah melakukan kesalahan kepada dia. Itu justru akan semakin melecehkan harga diri dia.”
“Anda juga tidak sepihak denganku sekarang? Aku bukan sekedar menginginkan dia karena mau bertanggung jawab, aku sudah mulai tertarik kepada dia. Apapun yang aku inginkan harus aku miliki.” Tegas Nicole Saputra yang tak peduli dengan penjelasan pak Fei yang kurang sependapat dengannya.
Pak Fei menunduk, sadar posisinya tidak akan bisa mengekang bosnya untuk menyetujui pendapatnya. “Saya minta maaf tuan, lalu bagaimana dengan nyonya Clara? Anda tidak bisa menikahi dua wanita sekaligus, tuan. Nyonya Clara masih sah sebagai istri anda sekarang.”
Senyum seringai Nicole Saputra mengembang seiring dengan tatapan sinis yang ia layangkan kepada pengawalnya. Moodnya memburuk seketika begitu mendengar nama wanita yang tak ingin didengarnya. “Aku tidak mau membahas tentang dia. Yang aku inginkan adalah wanita itu. Buntuti dia ke manapun dia pergi mulai sekarang!
***
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved