Bab 8 Teknik pencak silat

by AM.assekop 12:43,Aug 03,2023
Sejak awal pertama studi, Zahid terus memperhatikan dua orang Eropa itu. Mereka terlihat miskin karena baju dan celana mereka terlihat lusuh dan kusam padahal mereka merupakan mahasiswa calon magister di salah satu kampus terbaik dunia.

Zahid kemarin membeli beberapa pakaian di sebuah toko di Zurich. Dia merasa kasihan. “Hanz, Avraam, aku punya hadiah buat kalian.”

“Oh, My God,” Avraam terbelalak. “Kemarin-kemarin kau beberapa kali mentraktir kami berdua makan. Kau baik sekali.”

“Terimakasih, Orang Indonesia. Lain kali tidak usah memberikan sesuatu kepada kami,” balas Hanz.

“Agama dan keluargaku mengajarkan untuk berbuat baik kepada siapa pun. Terimalah.”

Mereka bertiga duduk di halaman kampus.

“Apa kegiatanmu selain dari mahasiswa di sini, Zahid?” tanya Avraam. Pria ini berambut pirang. Wajahnya putih kemerahan. Sekilas mirip Shevchenko.

“Apa kau bekerja?” tanya Hanz. Sekilas Hanz mirip Eden Hazard.

“Di Indonesia aku punya bisnis kecil-kecilan. Sekarang aku bekerja untuk CERN dan juga di salah satu perusahaan otomotif di Jerman. Jika kalian bersedia, aku akan mencarikan beberapa posisi untuk kalian di sana.”

Hanz buru-buru menjawab. “Sekarang kami berdua tidak butuh pekerjaan.”

“Banyak teman mahasiswa di sini yang bekerja freelance, jadi ketika mereka pulang ke negaranya, mereka tidak hanya membawa gelar dan ijazah, tapi mereka juga membawa uang yang banyak.”

Avraam senyum. “Kenapa kau begitu baik? Semua orang menjauhi kami berdua. Apa mungkin kau ada maksud tertentu?”

“Aku hanya peduli kepada kalian berdua,” balas Zahid dingin.

“Avraam, ambil hadiah dari dia. Ayo kita masuk ke kelas.” Hanz selalu menjaga jarak terhadap banyak orang.

Semenjak mendapatkan penghargaan Nobel Fisika, Zahid banyak mendapatkan tawaran dari lembaga dan organisasi, salah satunya CERN, yakni organisasi Eropa yang berfungsi penyediaan pemercepat partikel yang dibutuhkan untuk riset dan banyak eksperimen fisika energi.

Fasilitas CERN dikembangkan untuk menemukan partikel-partikel selain partikel yang diketahui saat ini seperti komponen penyusun atom, seperti elektron, proton, dan neutron. Zahid termasuk ke dalam satu di antara 2.500 ilmuwan dan peneliti yang bekerja di CERN. Zahid tidak bisa bekerja sendirian sekarang.

“Hanz, jika kau tidak mau bekerja di CERN, maukah kau membantu pekerjaanku? Aku dan CERN sedang melakukan riset mencari fungsi dari sebuah partikel yang bisa dijadikan sebagai sumber energi dan bahan peledak. Aku bersama para ilmuwan di sana juga sedang mencari anti-matter. Aku butuh orang sepertimu.”

Hanz menjawab ramah, “Aku ingin fokus belajar di sini. Lagipula aku tidak punya kapasitas untuk membantu pekerjaanmu.”

Zahid senyum, lalu menjawab dingin. “Tidak punya kapasitas? Aku tahu info tentangmu. Kau ditawarkan menjadi asisten dosen tapi menolak. Ada beberapa perusahaan energi di Swiss juga kau tolak. Tawaran itu datang kepadamu. Jadi, tidak mungkin kau ini tidak punya kapasitas.”

Hanz menggeleng. “Kau salah menilai. Lihatlah, aku orang yang menyedihkan. Aku bekerja freelance sebagai pelayan cafe itu sudah cukup untuk makanku sehari-hari.”

“Tolonglah, Hanz. Aku butuh seseorang untuk membantu pekerjaanku. Aku tidak melihat orang-orang di sini pantas untuk membantuku, kecuali kau.”

“Kau hanya belum menemukannya. Orang-orang pintar dari seluruh dunia berkumpul di sini. Silakan kau cari. Kau akan menemukannya.”

Sepulang kuliah, Avraam menghadang Zahid di jalanan kampus. Avraam curiga sama si Zahid. Apa maksud dan tujuannya? “Aku ingin bicara sesuatu pada kau, Orang Asia.” Avraam menatap emosi, lalu mengajak Zahid duduk di taman ETH berdua saja.

“Apa yang mau kau bicarakan?” tanya Zahid masih santai.

“Sepertinya kau merencanakan sesuatu terhadap Hanz. Apa yang kau inginkan dari dia?” Avraam menatap heran. “Banyak hal yang kau ketahui tentang Hanz. Mulai sekarang berhentilah merayunya untuk diajak bekerja sama. Dia tidak akan mau. Bukankah dia selalu menolak?”

Zahid tahu hubungan dekat Avraam dengan Hanz. Tapi dia tidak peduli. “Aku ingin membantunya supaya tidak terlihat susah ketika berada di Zurich. Aku kasihan dengan dia.”

Avraam menatap Zahid dengan tajam. “Kau suruhan siapa? Jawab!” sergahnya.

“Tenang. Tidak ada orang yang menyuruhku. Tidak ada yang aku sembunyikan. Justru, kenapa kalian berdua terlihat tertutup di sini? Seperti ada sesuatu yang harus kalian jaga.” Zahid menatap curiga. Ada kerutan di dahinya.

Avraam emosi. “Diam kau! Aku peringatkan, mulai sekarang kau tidak usah lagi merayunya! Mengerti?” Matanya menajam seperti elang.

Zahid menghela napas kasar, lalu membalas, “Aku tidak ada urusan dengan orang yang tidak bisa diandalkan sepertimu. Aku hanya ingin Hanz sukses di sini. Sayang sekali ilmunya tidak dia manfaatkan.”

Avraam langsung mencekik leher Zahid. “Kau tahu aku sering ikut kontes MMA dan beberapa kali juara?”

“Rupanya kau punya kelebihan juga ya. Aku kira kau tidak bisa diandalkan dalam situasi apa pun.” Zahid menggenggam tangan Avraam dengan kuat, lalu mendorongnya.

Avraam tersenyum miring. “Apa itu pencak silat yang pernah kau bicarakan di kelas waktu itu di hadapan para mahasiswa?” Avraam mendadak maju dan langsung menyepak Zahid dengan kaki kanannya.

Zahid sigap, menahan kaki Avraam dengan tangan kirinya. Dia tahu kalau Avraam memiliki tubuh yang cukup besar, jadi tidak mudah untuk dijatuhkan dengan satu dorongan saja.

Namun, di saat Avraam tidak bergerak, Zahid mengapit kaki kiri Avraam dengan kaki kanannya, lalu mendorong Avraam dengan tangan kanannya. Avraam jatuh berdebam. Zahid langsung mundur.

Zahid mendengus. “Itulah salah satu teknik pencak silat.”

Avraam makin emosi. Urat di wajahnya mencuat. Dia bangkit lalu dengan ganas memberikan pukulan jab dengan tangan kanan, terus hook dengan tangan kiri, lalu uppercut dengan tangan kanan lagi.

Tapi, Zahid berhasil menahan semua serangan dengan menggunakan teknik tangkisan dalam, tangkisan luar, dan tangkisan bawah. Dia agak meringis menahan sakit dari pukulan Avraam.

Zahid hanya tertegun dan tidak bermaksud memberikan serangan balasan. Dia masih saja menunggu apa yang akan dilakukan Avraam.

“Aku tidak mau bertarung denganmu, Avraam. Kita teman satu kelas dan akan tiap hari bertemu.”

“Kau takut ha?!” Avraam melangkah maju lalu memberikan pukulan hook dengan kuat.

Zahid merunduk, lalu mundur. Avram kembali melangkah ke depan lalu memberikan sepakan samping dengan kuat.

Zahid kembali merunduk dan menjatuhkan badannya sambil memutar, lalu melakukan teknik sapuan dengan sepakan kaki kanan tepat ke arah betis kaki kiri Avraam.

Avraam jatuh lagi.

“Itulah teknik pencak silat yang sering diperlombakan. Kau bisa menontonnya di YouTube. Sudahlah, aku masih butuh banyak tenaga untuk melakukan hal yang lebih penting.” Zahid berdiri tegak sambil membersihkan telapak tangannya.

Avraam bangkit. Belum sempat memberikan serangan lanjutan tiba-tiba Hanz datang. “Hentikan, Avraam! Ayo kita pulang! Minggu nanti kita ada undangan dari Tuan Dmitry Fadeyka. Ingat itu! Jangan sampai pas datang di acara beliau badan kau lebam-lebam.” 

Hanz membonceng Avraam pakai sepeda.

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

323