Bab 2 Part 2. Dunia Baru

by Dinda Tirani 18:03,Aug 09,2023
“Lho mas, ini kita mau kemana?”
“Kemana gimana? Ya ke tempatku lah.”
“Tapi kok, kayaknya dulu nggak lewat sini ya?”
“Haha emang iya Ris, aku kan udah pindah.”
“Ooohh…”
Haris memang dulu pernah ke tempat Aldo, sekitar setahun yang lalu, dan memang seingatnya jalan yang dulu dilewati bukan seperti yang sekarang ini. Dulu Aldo memang pernah bilang kalau kostannya itu cukup jauh dari tempat kerjanya, mungkin dia pindah ke tempat yang lebih dekat, pikir Haris.
Tak lama kemudian mereka memasuki gerbang sebuah perumahan. Haris kembali heran dibuatnya. ‘Perumahan di kota Jakarta? Apa mungkin mas Aldo tinggal disini? Duit darimana dia bisa beli rumah disini? Kayaknya kerjaannya biasa-biasa aja deh.’ Banyak pertanyaan muncul di kepala Haris, tapi dia memilih diam saja. Dan lagi-lagi, pertanyaan di kepala Haris semakin bertambah saat mobil yang mereka tumpangi berhenti di depan sebuah rumah. Aldo turun duluan untuk membuka gerbang, setelah itu dia masuk lagi dan mengarahkan mobilnya masuk ke halaman rumah itu.
“Mas, ini rumah siapa? Rumah mas Aldo?”
“Udah, turun dulu aja. Turunin tuh tas kamu sekalian.”
Haris menurut saja. Sebenarnya rumah ini tidak bisa dikatakan mewah, tapi tidak bisa dikatakan buruk juga. Karena perumahan yang berada di wilayah kota Jakarta, pastilah punya standar tersendiri. Tapi sekali lagi, perumahan model apapun di kota ini, pasti harganya tidak murah, bahkan untuk biaya kontrak sekalipun. Saat ini Haris memilih untuk diam dulu, nanti dia akan menanyakan semuanya kepada Aldo.
“Hei udah sampai ya?”
Tiba-tiba Haris dikejutkan oleh suara seorang wanita. Dia yang sedang menurunkan tasnya dari bagasi mobil, mau tak mau menolehkan kepalanya. Kembali dia dibuat terkejut. Seorang wanita muda keluar dari pintu rumah itu. Wanita itu memakai tanktop dan legging selutut yang cukup ketat, memperlihatkan bentuk tubuhnya yang indah. Haris bisa melihat di tubuh wanita itu ada butiran-butiran keringan yang mengalir, seperti habis olahraga atau mungkin senam.
“Iya yank, untung keretanya on time tadi,” ucap Aldo, menghampiri wanita itu dan mereka berdua langsung saling kecup bibir, membuat Haris semakin melongo.
“Woy, mau sampe kapan bengong disitu? Buruan masuk!”
“Ehh ii,, iya mas.”
Haris yang dikejutkan oleh Aldo jadi merasa tak enak. Diapun segera membawa tasnya, menghampiri Aldo dan wanita itu.
“Ini Haris ya? Selamat datang ya,” sambut wanita itu menyalami tangan Haris.
“Ii,, iya mbak, makasih,” Haris menjawabnya dengan sedikit gugup.
“Kamu kok nggak bilang sih yank punya adek ganteng gini? Hehe,” ucap wanita itu kepada Aldo.
“Nah kan kumat lagi ganjennya. Udah masak dulu sana yank, laper nih.”
“Males ah, delivery aja ya?”
“Ya udah kalau gitu. Loh Ris, kok bengong sih? Kenapa? Ayo masuk.”
“Eh, ii,, iya mas.”
Ekspresi Haris ini membuat Aldo dan wanita itu tertawa. Mereka sepertinya tahu apa yang dipikirkan Haris, tapi membiarkannya saja dalam kebingungannya. Mereka bertiga melangkah masuk. Aldo menunjukkan kamar yang akan ditempati Haris. Aldo juga menyuruh Haris untuk mandi, setelah itu kumpul di ruang tengah, sambil menunggu makanan yang dipesan wanita itu untuk sarapan bersama.
Setelah mandi dan berganti baju, Haris sudah merasa lebih segar sekarang. Diapun menuju ruang tengah. Hanya ada wanita itu, Aldo sepertinya masih mandi. Haris kemudian duduk di salah satu kursi, tapi hanya diam saja karena wanita itu juga sepertinya sedang asyik dengan handphonenya, Haris tak berani mengganggunya. Tak lama kemudian Aldopun datang dan bergabung dengan mereka. Aldo duduk di samping wanita itu dan memeluk pinggangnya dengan mesra.
“Kamu kenapa sih Ris? Kok diem aja? Biasanya kamu cerewet?” tanya Aldo.
“Eh nggak kok mas. Anu, cuma masih capek aja,” jawab Haris.
“Capek apa bingung? Haha.”
“Yaa, dua duanya, hehe.”
“Lagian kamu sih yank, adek sendiri pake dikerjain segela,” celetuk wanita itu.
“Haha biarin, kan lucu yank liat mukanya si Haris gitu, haha.”
Haris yang dibicarakan hanya diam saja. Dia baru sadar kalau sedang dikerjai oleh saudaranya itu. Tapi dia juga masih bingung, mau bertanya, tapi mulai darimana. Kalau cuma ada Aldo, dia pasti sudah banyak bertanya kepadanya. Tapi karena ada wanita itu, yang bahkan Haris belum tahu namanya, dia jadi sungkan sendiri.
“Makanya kalau ketemu orang baru tuh kenalan dulu, jangan cuma diem aja, bingung kan jadinya. Nih, kenalan sama mbakmu,” ucap Aldo. Seketika wanita itu menatap Haris, membuat Haris salah tingkah.
“Bingung ya Ris?” tanya wanita itu.
“Iya mbak, hehe,” jawab Haris, dia benar-benar bingung.
“Aku Viona, istrinya mas Aldo.”
“Hah? Istri?” Haris terkejut, menatap Aldo.
“Iya, istriku.”
“Lho kapan mas Aldo nikah? Kok nggak kabar-kabar?”
Belum sempat Aldo menjawab, terdengar handphone Viona berbunyi. Dia mengangkatnya, ternyata dari ojek online yang mengantarkan makanan pesanannya.
“Makanannya udah datang yank.”
“Ya udah sana ambil, sekalian siapin ya?”
“Iya.” Vionapun beranjak pergi.
“Aku sebenarnya udah pengen ngabarin Ris, tapi nggak boleh sama bapakku. Kamu tahu sendiri kan, masalah bapakku sama keluarga besar kita?”
“Hmm, iya sih mas. Emang, kapan mas Aldo nikahnya?”
“Belum lama kok, baru 6 bulanan ini.”
Aldo kemudian menceritakan tentang pernikahannya kepada Haris. Singkat saja dia bercerita, termasuk alasannya tidak mengabari keluarga besarnya, termasuk Haris.
Harispun akhirnya bisa mengerti dengan alasan Aldo kenapa tidak mengabari tentang pernikahannya. Haris memang sudah tahu masalah ayah Aldo dengan keluarga besarnya. Beberapa tahun yang lalu, saat Haris masih SMA, ayah Aldo berselisih hebat dengan kakek Haris, sampai akhirnya ayah Aldo dan keluarganya pergi dari kota asal mereka. Sejak saat itu, mereka memang tak pernah muncul lagi. Ayah Aldo termasuk orang yang keras kepala, sekali dia melangkah pergi, pantang untuknya kembali lagi. Bahkan ketika kakek Haris meninggal, ayah Aldo tak datang. Itulah yang membuat keluarga besar mereka semakin memusuhi ayah Aldo.
Tapi meskipun demikian, hubungan antara Haris dengan Aldo tak ikut bermasalah. Mereka memang tak terlalu dekat, tapi sesekali masih bertukar kabar, apalagi kalau Haris sedang main ke Jakarta dan butuh tumpangan. Haris maupun Aldo tak terlalu mempedulikan masalah orang tua mereka, meskipun mereka berharap hubungan keluarga besar ini bisa pulih lagi.
“Udahan dulu ceritanya, yuk makan dulu kita.” Viona muncul dengan makanan yang sudah disiapkan. Pagi itu mereka sarapan bersama sambil ngobrol santai.
Viona dan Aldo banyak bertanya tentang Haris. Harispun menceritakan tentang tujuannya datang ke kota ini. Awalnya memang Haris berniat untuk menginap cukup lama di tempat Aldo karena dia pikir Aldo masih tinggal di tempat yang dulu. Tapi karena sekarang sudah tinggal berdua dengan Viona, Haris sempat mengutarakan keinginannya mencari kost-kostan saja, tapi Viona dan Aldo malah melarangnya, dan meminta Haris tetap tinggal disitu. Haris sebenarnya merasa tak enak, tapi mengiyakan saja. Dia berniat nantinya sambil mencari kost yang dekat dengan kantornya saja, supaya tidak terlalu menganggu Aldo dan Viona.
“Jadi kamu di PT Dwiputra ya Ris?”
“Iya mas.”
“Besok mau ngantornya jam berapa?”
“Hmm, pagi sih mas. Kalau di email yang dikirim, disuruh sampai sana jam 8, tapi aku mau berangkat duluan aja biar nggak telat. Kan nggak enak, baru hari pertama kerja udah telat.”
“Oh gitu, sebenernya kantornya searah sih sama kantorku, apa kita bareng aja?”
“Nggak usah mas, besok aku naik ojek aja biar cepet. Kalau naik mobil, takut kena macet entar.”
“Beneran? Emang kamu udah tau tempatnya?”
“Belum sih, tapi kan ada alamatnya. Gampanglah nanti.”
“Serius kamu nggak mau bareng kita Ris?” tanya Viona ikut menimpali.
“Iya mbak. Kalau besok-besoknya boleh deh, tapi khusus buat besok, biar aku naik ojek aja.”
“Oh ya udah kalau gitu mau kamu. Ya udah, sekarang istirahat dulu aja, pasti semalem di kereta nggak bisa tidur nyenyak kan?”
“Hehe, iya mbak, aku ke kamar dulu deh kalau gitu.”
Harispun meninggalkan Aldo dan Viona. Dia merebahkan diri di ranjang. Terasa nyaman sekali setelah semalam dia tidak bisa tidur karena posisinya yang kurang nyaman di kursi kereta ekonomi. Haris kini harus beristirahat dulu, bersiap untuk besok, memasuki gerbang baru dalam hidupnya, memasuki dunianya yang baru, dunia kerja.
Bersambung

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

186