Bab 10 Always Missing Her

by Abigail Kusuma 10:32,Sep 25,2023
Xander menyesap vodka di tangannya. Waktu menunjukan pukul lima pagi. Di luar masih gelap. Xander terbangun dikala dirinya memimpikan satu sosok wanita yang dia selama ini rindukan. Namun, Xander tahu wanita itu telah pergi dan tak mungkin kembali padanya. Hingga detik ini takdir tak pernah mempertemukannya pada sosok wanita yang dia rindukan. Semua mengartikan mungkin memang dirinya tak bisa bersatu dengan sosok wanita yang selalu ada di pikiran dan hatinya.
Xander mengembuskan napas panjang. Tatapan Xander teralih pada Audrey yang tertidur pulas di ranjang tanpa sehelai benang pun di tubuh Audrey. Hanya selimut tebal yang membungkus tubuh Audrey.
Xander memejamkan mata singkat. Benak Xander memikirkan apa yang terjadi tadi. Xander tak mengira kalau dia lepas kendali. Padahal sejak awal Xander berusaha menahan diri. Sebagai pria normal rasanya sulit untuk mengendalikan diri. Xander tak menampik kalau Audrey memang sangat cantik dan memiliki tubuh yang indah.
Seks tidak harus mencintai … ini adalah yang kerap dipikirkan para kaum adam termasuk Xander. Terlebih Audrey sekarang memang telah resmi menjadi istrinya. Xander pun telah memutuskan mengikuti arah ke mana air mengalir.
Xander melangkah mendekat pada Audrey, pria itu duduk di tepi ranjang seraya merapatkan tubuh Audrey dengan selimut tebal yang sempat turun. Xander tahu dirinya memang telah melukai Audrey. Tapi apa yang Xander lakukan hanyalah sesuai dengan keinginan Audrey. Sejak dulu Audrey selalu memaksa Xander menikahinya. Audrey memaksa untuk Xander ada di sisinya. Sesuai yang Audrey inginkan Xander sudah menuruti. Hanya saja jika Audrey meminta Xander mencintainya; maka jawabannya tidak akan pernah bisa.
Xander mulai membaringkan tubuhnya di samping Audrey. Dan ketika tubuh Xander baru saja terbaring, Audrey menggeliat dan berpindah ke dalam dekapan Xander. Tak ada penolakan sedikit pun dari Xander. Bahkan kini Xander mengelus pipi Audrey seraya menatap dalam wanita itu. “Maafkan aku, Audrey,” gumamnya pelan.
***
Suara kicauan burung saling bersahutan. Sinar matahari pun mulai menelusup masuk ke dalam sela-sela jendela, menyentuh wajah Audrey. Perlahan Audrey membuka kedua matanya. Wanita itu mengerjap beberapa kali. Dan ketika mata Audrey sudah terbuka; Audrey merasakan tubuhnya begitu remuk. Audrey meringis perih kesakitan di inti tubuh bagian bawahnya. Perlahan-lahan Audrey mengedarkan pandangannya ke sekitar, melihat dirinya berada di sebuah kamar hotel yang megah. Ingatan Audrey pun langsung tergali akan kejadian tadi malam. Kejadian di mana dirinya menjadi milik Xander seutuhnya.
Seketika senyuman di wajah Audrey terlukis kala membayangkan kejadian tadi malam. Sentuhan Xander begitu memuja tubuhnya. Bahkan Xander seolah begitu mengagumi segala yang ada padanya. Sungguh, membayangkan itu membuat pipi Audrey merona malu.
Audrey menurunkan pandangannya, melihat tubuhnya telanjang tanpa sehelai benang pun. Hanya selimut tebal membalut tubuhnya. Terlihat Audrey begitu bahagia kala melihat Xander meninggalkan tanda di tubuhnya. Tanda kepemilikan yang membuat dada Audrey bergemuruh senang.
Ceklek!
Pintu terbuka. Refleks, Audrey mengalihkan pandangannya ke arah pintu. Senyuman di bibir Audrey begitu merekah bahagia melihat Xander masuk ke dalam kamar. Pria yang telah resmi menjadi suaminya itu sudah rapi dengan celana jeans dan kaus polos berwarna hitam yang begitu pas di tubuh kekarnya.
“Xander?” sapa Audrey dengan riang.
“Mandilah. Aku akan menunggumu di sini,” ucap Xander dingin dengan raut wajah tanpa ekspresi.
Audrey menganggukan kepalanya mematuhi ucapan Xander. Lantas Audrey menyibak selimut, dan hendak turun dari ranjang. Namun tiba-tiba tubuh Audrey tak seimbang akibat menahan perih di inti tubuh bagian bawahnya. Audrey nyaris terjatuh tapi dengan sigap Xander menangkap tubuh Audrey.
“Xander.” Audrey mengigit bibirnya malu kala tubuh telanjangnya dipeluk Xander. Walau ini bukan yang pertama tapi tetap saja Audrey masih malu.
“Masih sakit?” tanya Xander datar.
“Iya, masih,” jawab Audrey pelan.
“Aku akan menggendomgmu.” Xander langsung menggendong Audrey gaya bridal—membawanya menuju kamar mandi. Tepat disaat Xander sudah menggendongnya, Audrey langsung melingkarkan tangan seraya membenamkan wajahnya di leher Xander.
***
Jam dinding menunjukan pukul sepuluh pagi. Setelah selesai mandi, kini Audrey menikmati sarapan di kamar bersama dengan Xander. Hotel mewah yang menjadi tempat di mana Audrey dan Xander mengadakan resepsi pernikahan adalah hotel mewah milik keluarga Audrey dari sisi sang ibu.
Saat resepsi pernikahan Audrey dan Xander berakhir, seluruh keluarga besar Audrey dan Xander pulang ke rumah mereka. Tak ada satu pun yang menginap di hotel demi membuat Audrey dan Xander merasa nyaman tak ada yang membuntuti.
“Xander, nanti kita tinggal di mana?” tanya Audrey seraya menikmati sarapannya.
“Setelah kita sarapan, kita akan ke apartemen baru. Aku sudah meminta orangku membeli apartemen yang lebih besar untuk kita,” jawab Xander datar.
“Apa kita tinggal di penthouse?”
“Aku juga sudah membeli penthouse dan mansion tapi sekarang lebih baik kita tinggal di apartemen biasa saja. Kita juga baru menikah. Mungkin tiga bulan atau enam bulan lagi kau bisa tentukan ingin kita tinggal di penthouse atau di mansion.”
“Kalau kita punya anak nanti lebih bagus kita tinggal di mansion, Xander.”
Xander terdiam kala Audrey membahas tentang anak. Padahal hingga detik ini, Xander belum sama sekali memikirkan tentang memiliki anak. Semua terlalu rumit.
“Audrey, minumlah ini.” Xander mengambil obat yang sebelumnya dia minta siapkan asistennya, dan segera memberikan pada Audrey.
“Xander, ini apa?” tanya Audrey kala menerima obat dari Xander dengan pil sangat kecil membuat Audrey bingung.
“Itu vitamin. Kau minumlah. Kau wajib meminumnya setiap hari. Kalau sudah habis beritahu aku,” jawab Xander dingin.
Audrey mengangguh patuh. “Oh, ini vitamin? Aku baru lihat model vitamin seperti ini, Xander.”
“Cepat minum obat itu. Kita harus pergi sekarang. Aku akan menunjukanmu apartemen baru kita,” ucap Xander yang tak mengindahkan perkataan Audrey.
Audrey kembali menganggukan kepalanya. Sebelum pergi, Audrey langsung meminum obat yang diberikan oleh Xander. Dan kemudian, wanita itu melangkah meninggalkan kamar bersama dengan sang suami—menuju parkiran mobil. Beruntung, Audrey sudah bisa melangkah peralahan. Walaupun inti tubuh Audrey masih sedikit merasakan perih. Bagaimana tidak? Tadi malam Xander menyentuh Audrey lebih dari tiga kali. Jadi tak heran kalau Audrey merasakan sakit di bagian kewanitaannya.
Di perjalanan, Audrey menatap pemandangan di kota Roma yang begitu indah. Cuaca di pagi hari begitu menyejukan. Andai saja Xander mau berbulan madu pasti hari ini mereka sudah berada di pesawat. Membayangkan itu memang membuat Audrey kecewa tapi Audrey tetap berusaha mengerti mengingat Xander selalu sibuk dengan pekerjaannya.
Mobil yang dilajukan Xander dan Audrey mulai memasuki sebuah gedung apartemen mewah yang ada di Roma. Unit apartemen yang sengaja Xander beli khusus untuknya dan Audrey. Apartemen pribadi Xander tak terlalu besar. Itu kenapa Xander tidak mungkin mengajak Audrey tinggal di apartemen pribadinya.
Saat mobil sudah terpakir, Xander membawa Audrey masuk ke dalam lobby apartemen dan segera menuju lift. Tampak para security menyapa Xander dan Audrey. Pun Audrey membalas sapaan para security dengan senyuman hangat di wajahnya. Sedangkan Xander hanya membalas dengan anggukan singkat dan raut wajah begitu dingin.
Ting.
Pintu lift terbuka. Xander membawa Audrey menuju unit apartemen mereka. Namun dikala Xander melangkah tiba-tiba seorang wanita cantik tengah kerepotan menggeret dua koper besar, dan tak sengaja menabrak Xander.
Brakkkk
Wanita itu menabrak Xander bersamaan dengan dua koper yang dia bawa. Beruntung saat wanita itu hendak terjatuh, Xander pun segera menangkap tubuhnya.
“Maaf, aku tidak—” Perkataan wanita itu terpotong kala menatap wajah Xander. Seketika wanita itu bersama dengan Xander saling melemparkan tatapan terkejut.
“X-Xander?”


Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

80