Bab 3 Part 3. Sudah Tidak Tahan Lagi

by Dinda Tirani 16:23,Oct 09,2023
Pov ibu Jamilah.
Namaku Jamilah. Tapi aku lebih suka dipanggil Tante Mila. Biar terkesan dua puluh tahun lebih muda. Ah, jadi ingat masa mudaku dulu ....
Kemarin, tidak sengaja aku bertemu dengan teman sekolahku dulu, namanya Tina. Dia punya anak perempuan, namanya Dina.
Melihat foto Dina, ternyata sangat cantik dan seksi. Aku jadi merasa menyesal setengah mati, telah membatalkan perjodohan mereka.
Aku pun bercerita tentang banyak hal kepada Tina. Termasuk menceritakan tentang Ali yang belum punya anak. Juga menceritakan tentang suamiku yang telah meninggal.
"Ali itu, sudah lima tahun menikah, tapi belum juga punya anak. Saya rasa, istrinya mandul," keluhku.
"Suruh nikah lagi saja, repot amat."
Jawab Tina, masih tetap ceplas-ceplos seperti dulu.
Tina pun, juga bercerita, tentang Dina, yang katanya belum menikah.
"Milah, sampai sekarang Dina juga belum nikah, loh. Belum bisa move on dari Ali, katanya. Padahal sudah banyak yang melamar, ditolak semua. Kasihan anakku. Di PHP sama kamu."
Tina berbicara sambil menangis, ingusnya keluar masuk, menimbulkan suara yang menjijikkan.
"Masak iya sih, Tina. Gak mungkin deh, kayaknya. Dina sama Ali dulu juga gak pernah pacaran. Cuma kita aja yang menjodohkan, sementara mereka juga belum dekat."
Aku mencoba menyanggahnya. Memang benar, Ali dari dulu sudah malas, jika kuajak bertemu Dina.
"Bagaimana jika perjodohan yang dulu, kita lanjutkan saja? Aku yakin deh, Ali bakalan cepet punya anak." Usul Tina, dengan mata berbinar penuh pengharapan.
Ternyata, pucuk dicinta, ulam pun tiba. Tina memintaku untuk melanjutkan perjodohan mereka. Apalagi, sekarang Ali sudah sukses. Biasanya laki-laki yang sudah sukses, akan berfikir untuk menikah lagi. Apalagi ada dukungan dari ibunya. Ditambah lagi, istrinya mandul.
Semua Sepertinya akan menjadi lebih mudah.
Tina bilang, dia tidak masalah, meskipun Dina harus menjadi istri yang kedua. Yang penting, perjodohan mereka bisa dilanjutkan. Toh nanti kalau Dina sudah punya anak, sudah pasti Ali akan lebih mementingkan Dina. Dan Ellinna akan tersingkir dengan sendirinya.
Saat itu juga, kami mengatur rencana. Tidak ingin membuang waktu, hari ini juga aku menjemput Dina.
Langsung saja kusuruh Dina membawa baju yang banyak. Terutama baju-baju seksi.
Ali itu agak susah diatur. Dulu dia menolak perjodohan itu. Alasannya, karena masih kecil, belum mikir cinta.
Sesudah SMA, dia tetap menolak, dengan alasan sudah punya pacar, anak orang kaya, kabarnya. Aku pun menyetujuinya.
Setahuku, Ali dan istrinya, sudah berteman sejak SMP, hingga SMA mereka masih bersama, sekolah di tempat yang sama.
Tidak ku sangka, kuliah masih belum selesai, Ali sudah minta dinikahkan. Alasannya, karena dia sudah bekerja. Sudah mampu menafkahinya. Keluarga calon istrinya juga menerima keadaan Ali yang saat itu memang belum punya apa-apa.
Mereka memberi dukungan moral dan materi, menyayangi Ali seperti anak sendiri.
Mereka kemudian menikah di usia muda. Hidup di kos-kosan, sambil kuliah sambil bekerja. Setahun kemudian mereka sudah selesai kuliah. Karir mereka semakin bagus. Kemudian Ellinna istrinya Ali, membuka toko pakaian. Dan sekarang tokonya semakin besar. Bahkan tokonya sudah ada cabangnya.
Mereka juga sudah punya rumah yang di bangun secara bertahap.
Sekarang mereka sudah berhenti dari pekerjaannya, dan fokus mengurus tokonya. Sekilas, mereka adalah pasangan yang serasi. Hanya saja, belum punya anak.
Mereka juga tak lupa selalu memberiku uang bulanan. Untuk jajan, katanya. Seperti anak TK saja, uang jajan. Tapi lumayan besar juga sih, uang jajannya.
Setelah Ali menikah, dompetku jadi lebih tebal. Bisa sering membeli baju baru. Bisa pamer sama teman-teman pengajian. Bahkan rumahku juga sudah direnovasi. Semua, berkat Ali.
Dulu aku juga suka dengan istrinya Ali. Dia anak yang pintar.
Sayang, dia tidak pintar membuat anak. Padahal aku sangat ingin cucu dari Ali, meskipun dari dua kakaknya, aku sudah punya cucu lima. Cucu lima, bandel-bandel semua. Sungguh tidak ada yang beres.
Ali adalah anak bungsuku. Anakku yang partama, perempuan. Namanya Rani. Dari Rani, aku punya tiga cucu.
Anakku yang kedua, namanya Soffy. Dari Soffy, aku punya dua cucu.
Tapi mereka semua jelek-jelek, nakal-nakal, tidak tahu sopan santun. Terkesan urakan. Mungkin ayahnya telah salah mendidiknya.
Lama menunggu cucu dari Ali, tapi yang ditunggu tak kunjung datang. Malah-malah, suamiku meninggal, gara-gara Ellinna. Yah, gara-gara Ali lebih mementingkan istrinya, daripada bapaknya. Akhirnya, nyawa suamiku tidak bisa tertolong lagi.
Lama-lama aku jadi sebel melihat istrinya Ali. Sok kecantikan, sok pinter, sok alim, sok macam-macam.
Apalagi Ali sangat memanjakannya. Ali benar-benar sudah berubah. Bukan Ali kecilku yang penurut seperti dulu lagi.
Sepertinya Ali sudah buta, atau kena katarak, atau rabun siang, atau rabun senja, sehingga tidak bisa melirik wanita yang lainnya. Ali sudah dibutakan oleh cinta. Dia sudah menjadi budak cinta istrinya.
Kadang aku juga tidak habis pikir. Mengapa pula aku mesti memiliki anak laki-laki yang sebegitu bucinnya sama istrinya. Mana istrinya mandul, lagi. Sebel. Sebel. Sebel.
Karena sudah tidak tahan ingin punya cucu dari Ali, hari ini ku bawa Dina, untuk masuk ke rumahnya Ali.
Dina yang cantik, Dina yang bohay, pasti subur untuk bercocok tanam. Meraka bakalan jadi bibit unggul. Istrinya mah lewat. Siapa suruh, lima tahun pernikahan kok belum punya anak. Mau sampai kapan?
Sampai beranak dalam kubur?
Mereka selalu bilang sabar, sabar, sabar, emangnya saya istrinya Pak sabar, apa, suruh sabar kok terus-terusan. Enak saja, ngatur-ngatur orang tua.
*****
Kami naik taksi online, setengah jam sudah sampai. Ternyata pintunya tidak dikunci. Dasar menantu ceroboh.
Lagaknya saja sok pintar, sok alim, sok cantik. Ngunci pintu saja lupa. Jangan-jangan dia juga lupa kodratnya sebagai istri yang harus melahirkan anak, makanya sampai sekarang tidak beranak juga.
Langsung ku ajak Dina ke dapur. Rencananya aku ingin Dina memberi kejutan untuk Ali. Ibunya Dina sering cerita, kalau Dina itu pinter masak. Hampir saja masuk tv, jadi chief. Sayangnya ada yang iri, masakan Dina disabotase, diberi garam satu gelas, jadi keasinan. Gagal deh, jadi chief.
Tapi tidak apa-apa. Meskipun gagal jadi chief, tapi semoga saja berhasil merebut hatinya Ali. Bisa memberiku cucu. Keinginanku untuk memiliki cucu sudah membuncah, sudah tidak bisa di tahan lagi. Sudah tidak bisa bersabar lagi. Tidak bisa nanti nanti. Tidak bisa besok besok.
Meskipun cucuku sudah lima, tapi mereka semua cucu-cucu yang menyebalkan. Tidak bisa anteng, membuat aku darah tinggi saja.
*****
Sepertinya Dina sangat menyukai dapur ini. Kami pun ngobrol cantik. Ngalor ngidul tidak karuan. Aku malah jadi lupa, mau mengetes keahlian memasak Dina.
Lagi asyik-asyiknya bercanda ria sama Dina,
Eh, tahu-tahu ada yang nongol.
Ellinna ... mengganggu suasana saja.
Kenapa dia kayak jelangkung, datang tidak diundang. Dari mana coba datangnya. Bukannya jam segini, seharusnya dia masih di toko? Kok, sudah pulang.
Enak banget, ya? Suami kerja kalang kabut, sementara istri di rumah, rebahan di kamar mewah. Dasar manja, sok kecantikan.
Eh, tapi Ellinna dengar tidak ya? Tadi aku bicara apa. Ah, bodo amat. Kalau dia memang mendengarnya, sekalian saja, aku kasih tahu. Tidak perlu pura-pura lagi. Biar dia syok sekalian.
Aku harus menjalankan strategi selanjutnya, agar Dina bisa masuk ke rumah Ali. Tidak ada jalan lain, selain melamar jadi pembantu.
Nanti bakal aku ajari bagaimana caranya menjadi Inem pelayan seksi. Eh, bukan ding. Tapi Dina istri seksi.
Siapa tahu nanti Ali bakalan merasa memiliki pembantu rasa istri. Dan aku bisa segera memiliki cucu ... hi hi hi ....
bersambung ....
kakak, jangan lupa follow cerita aku, ya?
Mohon maaf masih berantakan tulisannya, mohon maaf juga jika alurnya kurang bagus.
Bersambung

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

201