chapter 12 Katak Dalam Sumur

by Pixy 20:27,Nov 30,2023
Kemudian, Felix langsung menutup teleponnya. Apa yang dikatakannya itu benar adanya, tetapi Jinny meremehkannya dan justru malah makin marah. Nasib keluarganya saat ini sedang berada di ujung tanduk, namun Felix masih berani berkata semuanya sudah beres, bukankah itu menyebalkan?

Dalam benak Jinny, Felix mungkin bahkan belum pernah bertemu dengan Donny, tetapi berani bicara sesombong itu. Sungguh menjengkelkan!

Di seberang Perusahaan Bintang Jaya, terdapat sebuah bank. Felix tentu memilih jarak yang terdekat, bagaimanapun juga, dia harus menghemat waktu.

Pada saat itu, Cintya, sahabat dekat Jinny tampak baru menuruni tangga bersama seorang pemuda.

"Kak, terima kasih banyak atas tabunganmu kali ini. Kalau tidak, aku tidak akan bisa mencapai target bulan ini dan aku akan kehilangan kesempatan untuk dipromosikan menjadi manajer."

Cintya hanya memutar bola matanya.

"Demi bisa membuatmu pindah ke bank lain, aku harus mencari wakil presiden bank secara pribadi baru kamu bisa masuk ke Bank Gold Rim yang mempunyai kriteria sangat sulit. Bahkan posisi dari seorang kepala cabang saja sudah sangat bagus. Ayahku bahkan sangat marah ketika mengetahuinya, apa menurutmu kamu tidak gila?"

Pemuda itu adalah adik sepupu Cintya, Watson Li. Dia adalah sosok pemuda yang cakap dalam segala hal.

"Kak, kamu sendiri juga berkata, kepala cabang Bank Gold Rim memang sangat hebat. Kalau aku bisa ikut campur, aku juga akan bisa menolong paman kelak. Aku tidak akan menjadi sia-sia dan berusaha untuk mendapatkan perhatiannya."

Kemudian, Cintya tersenyum sambil berjalan ke arah luar saat berpapasan dengan Felix yang baru saja masuk. Raut wajahnya sontak tampak sangat kaget.

Akan tetapi, sesaat kemudian, dia tersenyum sinis.

"Bukankah kamu Felix? Apa kamu tahu bank apa ini?"

Saat berpapasan dengan Cintya, Felix meraba janggutnya dan bertanya dalam hati, apakah pagi ini dia menginjak kotoran anjing hingga nasib sial terus mengikutinya? Berawal dari pertemuannya dengan Samuel, kemudian dia bertemu dengan Cintya? Keduanya sama-sama mempunyai sifat yang menyebalkan.

"Aku tidak tahu, bagaimana kalau kamu menjelaskannya?"

Setelah melempar tatapan jijik ke arah Felix, Cintya langsung menjelaskan.

"Ini adalah Bank Gold Rim. Untuk membuka rekening, kamu harus memberi deposit minimal 2 milyar. Apa kamu tahu uang sejumlah 2 milyar? Saat ini kamu belum menikah dengan Jinny, bisanya kamu pikir ini semua baik-baik saja, tunggu saja sampai satpam mengusirmu."

"Kamu berlagak seolah ini adalah bank milik keluargamu. Kalau bukan karena Jinny, aku juga malas bertemu denganmu."

Karena Cintya pernah dimarahi sebelumnya, dia menyimpan dendam yang mendalam pada Felix. Melihat sikap Felix saat ini, tentu saja amarahnya makin memuncak dan dia berusaha untuk membalaskan dendamnya saat ini.

"Satpam! Cepat usir orang ini. Dia bukan nasabah Bank Gold Rim."

Begitu Cintya berkata demikian, beberapa satpam yang berdiri di samping pintu saling memandang satu sama lain dan melihat ke arah manajer lobi. Mereka tidak berani mengusir orang secara sembarangan kalau tidak ada perintah atau kalau orang yang diusir itu membawa senjata api.

"Apa kalian tuli? Apa kalian tidak dengar perkataan kakakku?"

Melihat para satpam yang diam tak bergeming, Levi juga ikut naik pitam. Meksipun saat ini dia juga adalah seorang pegawai paruh waktu, dia sudah sangat terkenal karena dia baru saja mendapatkan deposit dalam jumlah besar, bahkan wakil presiden juga memujinya.

Benar saja, satpam itu mengenal Levi dan segera menghampiri Felix.

"Kalian benar-benar tidak bisa melakukan sesuatu dengan benar."

Felix menggelengkan kepalanya, lalu mengeluarkan sebuah kartu dan memberikannya ke arah resepsionis yang menatapnya dengan aneh.

"Aku mau menarik tunai sebesar 10 milyar segera."

Seluruh ruangan itu hening dan tidak lama kemudian, tawa Cintya meledak.

"Hahaha! Benda apa yang kamu pegang itu? Kartu bank mainan yang dijual di toko depan sekolah?"

Kecuali para pegawai bank, beberapa nasabah yang ada di situ pun juga tidak bisa menahan tawa. Mereka bisa dibilang adalah orang-orang yang cukup kaya, tapi mereka tidak bisa menahan diri.

Karena yang dipegang Felix adalah sebuah kartu yang hampir transparan. Tidak ada seorang pun di antara mereka yang pernah melihat mainan itu, mana mungkin itu adalah kartu bank sungguhan!

"Tuan, kami mungkin harus meminta Anda untuk keluar. Ini adalah Bank Gold Rim. Ini bukan tempat di mana siapa saja bisa masuk dengan bebas dan membuat onar."

Raut wajah manajer lobi itu juga tampak masam. Bocah ini sungguh unik, bisa-bisanya dia datang ke Bank Gold Rim untuk membuat lelucon?

Levi yang ada di situ juga tertawa sambil menunjuk ke arah Felix.

"Kakakku memang benar! Dari gunung mana kamu berasal? Kalau kamu bisa mengambil tunai sebesar 10 milyar dengan kartu mainan itu, Bank Gold Rim bisa bangkrut. Cepat usir dia!"

Felix mengernyitkan dahi. Dia tidak mengira bahkan resepsionis dan manajer lobi di sini tidak bisa mengenali kartu ini. Apa mereka tidak pernah mendapat pelatihan?

"Panggil kepala cabangmu ke sini!"

"Bertemu kepala cabang? Bocah, kalau kamu tidak pergi, aku akan membuatmu melihat kekuatan roller karet ini."

Beberapa satpam sontak berjalan mengelilingi Felix dengan wajah penuh penghinaan. Hari ini, mereka bisa melihat bahwa di dunia ini sungguh ada banyak orang unik. Atau mungkin bocah ini memiliki masalah kejiwaan, kalau tidak, mereka sungguh tidak bisa menjelaskan lagi.

"Huh, imajinasi yang berlebihan hanya akan menghancurkan orang."

Cintya melangkah pergi sambil menggelengkan kepala. Lelucon ini sudah berakhir, dia ingin segera menelepon Jinny dan menceritakan kejadian yang sangat menggelikan ini.

"Dasar sekelompok katak di dalam sumur."

Felix tidak ingin membuang waktu lagi. Lagi pula, Donny masih menunggu uang tunai darinya. Dia segera melangkah menuju konter. Mengenai keaslian atau kepalsuan kartu itu tentu akan segera terungkap di konter.

"Hentikan dia! Kalau kamu mengganggu pelanggan lain, keluar dari sini!"

Manajer lobi memerintahkan dan beberapa satpam bergegas mengejar Felix. Para nasabah yang ada di lobi juga menyaksikan keramaian itu untuk mengatasi kebosanan mereka saat mengantri.

"Bodoh!"

Setelah mengumpat, Levi pun naik ke atas. Akhir dari orang semacam Felix itu sudah ditentukan. Tidak ada gunanya terus menonton. Itu hanya membuang-buang waktu.

"Jangan cari masalah!"

Tiba-tiba, Felix berbalik dan melihat ke arah keempat satpam itu. Dalam sekejap, mereka berempat berdiri di tempat, masing-masing dengan ketakutan yang membuat mereka merinding.

Tatapan macam apa itu! Mereka seolah tersedot melihat ke dalam neraka, sungguh mengerikan

"Berisik sekali! Apa yang sedang kalian lakukan?"

Sebuah suara agung terdengar, dan seorang pria paruh baya berjas muncul di pintu, memegang tas kerja di tangan kanannya.

"Kepala cabang!"

Manajer lobi dan yang lainnya tampak kaget. Mereka tidak menyangka kepala cabang akan muncul di sini, karena biasanya kepala cabang turun dari mobil di halaman belakang dan langsung masuk ke kantor. Dia sangat jarang muncul di lobi, lalu mengapa hari ini...

"Kepala cabang, anak itu datang ke tempat kita untuk membuat onar. Saya meminta satpam untuk mengusirnya."

"Kalau begitu cepatlah. Para atasan akan datang untuk memeriksa kantor kita nanti. Aku akan melihat apakah ada sesuatu yang perlu diperbaiki di aula. Ikutlah denganku."

Felix, ​​​​yang memalingkan muka dari empat satpam itu, tentu saja melihat perilaku staf bank dan segera melangkah maju.

"Apa kamu adalah kepala cabang bank ini?"

Dengan banyaknya nasabah yang menonton, kepala cabang itu hanya bisa mengangguk.

"Benar, apa yang bisa aku bantu?"

Felix mengangkat tangannya dan melemparkan kartu ke tangan kepala cabang itu.

"Mereka bilang itu kartu mainan, bagaimana menurutmu?"

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

249