chapter 2 Teknik Rajapati Sembilan Surga
by Roderick Slavon
21:52,Jan 27,2024
"Siapa!?" bisik Ethan tiba-tiba.
"Hah? Aku tidur nyenyak sekali. Pasti sudah sepuluh ribu tahun aku terlelap … nyaman sekali!" Wanita itu sepertinya meregangkan tubuhnya, suaranya terputus-putus.
Ethan kaget dan bingung.
‘Apa ini?’
‘Apa aku berhalusinasi?’
‘Atau ada hantu di sini?’
"Sudahlah, berhenti menebak-nebak. Aku bukan hantu, temui aku!" Suara wanita itu kembali terdengar.
Tak lama, Ethan melihat sebuah tangga muncul dari dalam kegelapan dan terus menuju ke atas, dia tidak tahu di mana ujungnya.
Lagi-lagi, Ethan terkejut dan tidak tahu apa yang sedang terjadi.
Dia pun mengertakkan gigi dan menaiki tangga.
Tangga itu penuh dengan goresan, patahan pedang, baju besi yang retak, dan bulu sayap yang terkoyak. Hanya dengan melihat ini, siapa pun bisa membayangkan betapa brutalnya pertempuran yang terjadi di sepanjang anak tangga tersebut.
‘Tangga macam apa ini?’
‘Ke mana arahnya?’
Ethan punya banyak pertanyaan di dalam hatinya.
Jika ingin mendapatkan jawabannya, dia harus mendakinya sampai akhir.
Setelah melewati 999 anak tangga batu, Ethan akhirnya berdiri di ujung anak tangga, dan dunia yang terhampar di hadapannya tampak seperti bagian dalam dari sebuah perapian raksasa.
Ada gunung berapi di mana-mana, dan lahar mengalir seperti air terjun.
Di antara gunung-gunung berapi tersebut, rantai hitam tebal saling bersilangan, seolah-olah mengunci dunia ini.
"Datanglah padaku!" Suara wanita itu terdengar lagi.
Tak lama, terdengar suara tabrakan, dan kawat besi terbang seperti naga sebelum akhirnya mendarat di depan Ethan.
Di momen ini, Ethan tidak banyak berpikir dan berdiri di atasnya.
Kemudian, kawat besi tersebut ditarik dan menembus jauh ke dalam dunia vulkanik itu.
Akhirnya, Ethan melihat seorang wanita di tengah gunung berapi besar.
Wanita itu terlalu cantik untuk digambarkan dengan kata-kata. Dia mengenakan gaun merah yang panjang hingga menyentuh tanah. Sambil berbaring di anjungan batu, dia menatap Ethan dengan penuh minat.
Di sekitar anjungan batu itu ada sembilan pedang, sepertinya dia terjebak di sini karena pedang-pedang tersebut.
“Anak muda, beri tahu aku, siapa namamu?" Wanita itu tersenyum manis. Kecantikannya tiada bandingannya dan tidak akan dapat ditemukan di dunia manusia.
Namun, Ethan tetap teguh hati dan tidak tergoda oleh kecantikan itu.
Dia menjawab, "Ethan Harris."
"Kalau begitu, aku akan memanggilmu Ethan mulai sekarang," jawab wanita itu sambil terkekeh.
"..."
"Sesukamu, Senior," ucap Ethan.
“Jangan panggil aku Senior, itu membuatku terdengar tua. Mulai saat ini, panggil aku Dewi!” kata sang dewi sambil tersenyum.
Mulut Ethan sedikit berkedut.
Namun, wanita itu memang cantik, jadi permintaannya untuk dipanggil Dewi masih bisa diterima.
“Di mana ini? Dan kenapa aku ada di sini?” Ethan bertanya.
“Oh, tempat bobrok ini? Tidak usah membahasnya.” Sang dewi mengerutkan bibirnya, jelas tidak ingin membicarakannya lebih lanjut, seakan-akan menyebut namanya akan membuatnya sial.
"Soal alasan kamu ada di sini, itu biasanya karena kamu punya media untuk memasukinya, mungkin liontin giok atau semacamnya. Coba ingat-ingat!"
Ethan baru tersadar bahwa memang ada liontin giok yang tergantung di lehernya, pemberian ibunya yang sudah meninggal.
Apa karena liontin giok itu?
Namun, sekarang bukan waktunya memikirkan hal itu. Karena sudah ada di sini, Ethan benar-benar ingin tahu apakah dewi ini dapat membantunya.
“Dewi, bisakah kamu membantuku?” tanya Ethan dengan antusias.
“Tentu saja, aku punya kekuatan paling kuat di dunia ini. Apa kamu mau memilikinya?” Sang dewi terkekeh sambil mengedipkan mata.
"Aku mau," jawab Ethan tanpa berpikir.
Sang dewi terkejut sebentar, lalu tersenyum dan berkata, “Kenapa kamu tidak bertanya berapa harganya?”
"Aku tidak peduli berapa pun biayanya!" Ethan berkata dengan jujur.
Pemuda itu sudah kehilangan semuanya. Dia harus mendapatkan kekuatan, dan untuk itu, dia rela memberikan apa pun.
"Haha, oke, aku suka sikapmu. Kebanyakan pria terlalu cemas, dan para perempuannya cerewet. Aku biasanya langsung membunuh mereka, lumayan untuk menambah kekuatanku. Cuih!" dengkus sang dewi.
Meski sedang melakukan isyarat kasar, sang dewi tetap menawan.
‘Apa Dewi bisa membunuh orang yang masuk?’
Hati Ethan gemetar.
Namun, itu juga tidak penting!
“Bagaimana aku bisa mendapatkan kekuatannya?” tanya Ethan. Dia hanya peduli tentang ini.
“Kamu tidak sabar sekali. Apa mendapatkan kekuatan lebih menyenangkan daripada mengobrol denganku?" Sang dewi mengerutkan bibirnya dan mengarahkan jari lentiknya ke pedang-pedang di sekitar anjungan batu.
“Ethan, pilihlah satu! Kalau kamu bisa mencabutnya, kamu akan memiliki kekuatan,” kata sang dewi sambil terkekeh.
Matanya yang seperti buah persik menatap Ethan dengan sorot yang dalam dan sulit dipahami maknanya.
Ada sembilan pedang dihujamkan di bawah anjungan batu dan masing-masing tampilannya berbeda.
Tanpa memegangnya, siapa pun bisa merasakan kekuatan mengerikan yang terkandung di dalam pedang-pedangnya.
Ethan melirik pedang satu per satu, dan kemudian, tanpa ragu-ragu mengulurkan tangan untuk meraih pedang yang ada di depannya.
Itu adalah pedang berwarna hitam pekat.
Bilah pedangnya agak tidak beraturan, tidak semua bagiannya lurus, dan bahkan ada beberapa yang cuil..
Sedangkan gagangnya tampak berpola sisik naga, dan di ujungnya terdapat kepala naga.
Ethan memegangnya, dan tiba-tiba, seekor naga hitam yang sangat ganas terbang ke arahnya, hendak mencabik-cabiknya. Kekuatan hebat itu seakan-akan membuat dunia bergetar.
Tubuh Ethan terasa tercabik-cabik dalam sekejap, dan garis-garis darah muncul seperti pecahan di mangkuk porselen.
"Pedang, apa kamu ingin menaklukkanku? Menyerahlah dan jadilah kekuatanku!" teriak Ethan dengan marah sambil menahan efeknya.
Kini, dia bahkan membalikkan keadaan dan mengalahkan naga hitam itu. Dia terus mengerahkan kekuatan di tangannya dan pedangnya pun tercabut.
“Oh?” Bibir merah sang dewi sedikit terbuka, dan ekspresi gembira pun muncul di matanya.
‘Dia berhasil mencabut pedang dari logam tungsten dengan satu tangan? Anak ini luar biasa!’
Setelah menarik pedang tungsten itu, seekor naga hitam menerobos ke dalam pikiran Ethan, kemudian berubah menjadi sebuah kitab suci.
“Teknik Rajapati Sembilan Surga?!” jerit Ethan dengan sedikit tertahan.
Itu adalah teknik bela diri!
“Apa ini kekuatan yang kamu maksud, Dewi?" Ethan tidak bisa menahan perasaan gembiranya. Dia punya firasat merasa bahwa teknik ini pasti luar biasa.
Dia memandang sang dewi, tapi tiba-tiba, dia seperti melihat siluet sang dewi berubah menjadi kerangka dengan mata hitam penuh darah dan air mata.
‘Apa!?’
Ethan merasa merinding, tetapi ketika dia melihatnya lebih dekat, pemandangan itu hilang. Sang dewi tetap terlihat sangat cantik dan menawan.
"Haha, Ethan, kamu hebat sekali. Aku membuat pengecualian dan memperbaiki pusat energimu. Kuharap kita bisa bertemu lagi nanti." Sang dewi terkekeh. Setelah wanita itu menyapukan jarinya, pemandangan di hadapan Ethan pun tiba-tiba kabur.
Dalah hitungan detik, jiwa Ethan telah kembali ke tubuhnya. Ketika membuka matanya, dia kembali melihat ruang bawah tanah yang suram.
Namun, sekarang dia tidak lagi putus asa. Teknik Rajapati Sembilan Surga memberinya harapan.
Pusat energinya sudah pulih, dan Ethan bisa berlatih lagi.
Saat hendak mengaktifkan Teknik Rajapati Sembilan Surga, seseorang tiba-tiba datang.
Orang yang mengenakan jubah itu berjalan masuk, dan bahkan jubah yang longgar tidak bisa menyembunyikan sosok anggunnya.
"Kenapa Yang Mulia Tuan Putri merendahkan diri untuk datang ke penjara? Apa orang sekarat seperti saya masih punya nilai?" tanya Ethan dengan dingin.
Orang yang datang tidak lain adalah tunangan Ethan, putri Kerajaan Nokturna, Ollie Walker.
"Hah? Aku tidur nyenyak sekali. Pasti sudah sepuluh ribu tahun aku terlelap … nyaman sekali!" Wanita itu sepertinya meregangkan tubuhnya, suaranya terputus-putus.
Ethan kaget dan bingung.
‘Apa ini?’
‘Apa aku berhalusinasi?’
‘Atau ada hantu di sini?’
"Sudahlah, berhenti menebak-nebak. Aku bukan hantu, temui aku!" Suara wanita itu kembali terdengar.
Tak lama, Ethan melihat sebuah tangga muncul dari dalam kegelapan dan terus menuju ke atas, dia tidak tahu di mana ujungnya.
Lagi-lagi, Ethan terkejut dan tidak tahu apa yang sedang terjadi.
Dia pun mengertakkan gigi dan menaiki tangga.
Tangga itu penuh dengan goresan, patahan pedang, baju besi yang retak, dan bulu sayap yang terkoyak. Hanya dengan melihat ini, siapa pun bisa membayangkan betapa brutalnya pertempuran yang terjadi di sepanjang anak tangga tersebut.
‘Tangga macam apa ini?’
‘Ke mana arahnya?’
Ethan punya banyak pertanyaan di dalam hatinya.
Jika ingin mendapatkan jawabannya, dia harus mendakinya sampai akhir.
Setelah melewati 999 anak tangga batu, Ethan akhirnya berdiri di ujung anak tangga, dan dunia yang terhampar di hadapannya tampak seperti bagian dalam dari sebuah perapian raksasa.
Ada gunung berapi di mana-mana, dan lahar mengalir seperti air terjun.
Di antara gunung-gunung berapi tersebut, rantai hitam tebal saling bersilangan, seolah-olah mengunci dunia ini.
"Datanglah padaku!" Suara wanita itu terdengar lagi.
Tak lama, terdengar suara tabrakan, dan kawat besi terbang seperti naga sebelum akhirnya mendarat di depan Ethan.
Di momen ini, Ethan tidak banyak berpikir dan berdiri di atasnya.
Kemudian, kawat besi tersebut ditarik dan menembus jauh ke dalam dunia vulkanik itu.
Akhirnya, Ethan melihat seorang wanita di tengah gunung berapi besar.
Wanita itu terlalu cantik untuk digambarkan dengan kata-kata. Dia mengenakan gaun merah yang panjang hingga menyentuh tanah. Sambil berbaring di anjungan batu, dia menatap Ethan dengan penuh minat.
Di sekitar anjungan batu itu ada sembilan pedang, sepertinya dia terjebak di sini karena pedang-pedang tersebut.
“Anak muda, beri tahu aku, siapa namamu?" Wanita itu tersenyum manis. Kecantikannya tiada bandingannya dan tidak akan dapat ditemukan di dunia manusia.
Namun, Ethan tetap teguh hati dan tidak tergoda oleh kecantikan itu.
Dia menjawab, "Ethan Harris."
"Kalau begitu, aku akan memanggilmu Ethan mulai sekarang," jawab wanita itu sambil terkekeh.
"..."
"Sesukamu, Senior," ucap Ethan.
“Jangan panggil aku Senior, itu membuatku terdengar tua. Mulai saat ini, panggil aku Dewi!” kata sang dewi sambil tersenyum.
Mulut Ethan sedikit berkedut.
Namun, wanita itu memang cantik, jadi permintaannya untuk dipanggil Dewi masih bisa diterima.
“Di mana ini? Dan kenapa aku ada di sini?” Ethan bertanya.
“Oh, tempat bobrok ini? Tidak usah membahasnya.” Sang dewi mengerutkan bibirnya, jelas tidak ingin membicarakannya lebih lanjut, seakan-akan menyebut namanya akan membuatnya sial.
"Soal alasan kamu ada di sini, itu biasanya karena kamu punya media untuk memasukinya, mungkin liontin giok atau semacamnya. Coba ingat-ingat!"
Ethan baru tersadar bahwa memang ada liontin giok yang tergantung di lehernya, pemberian ibunya yang sudah meninggal.
Apa karena liontin giok itu?
Namun, sekarang bukan waktunya memikirkan hal itu. Karena sudah ada di sini, Ethan benar-benar ingin tahu apakah dewi ini dapat membantunya.
“Dewi, bisakah kamu membantuku?” tanya Ethan dengan antusias.
“Tentu saja, aku punya kekuatan paling kuat di dunia ini. Apa kamu mau memilikinya?” Sang dewi terkekeh sambil mengedipkan mata.
"Aku mau," jawab Ethan tanpa berpikir.
Sang dewi terkejut sebentar, lalu tersenyum dan berkata, “Kenapa kamu tidak bertanya berapa harganya?”
"Aku tidak peduli berapa pun biayanya!" Ethan berkata dengan jujur.
Pemuda itu sudah kehilangan semuanya. Dia harus mendapatkan kekuatan, dan untuk itu, dia rela memberikan apa pun.
"Haha, oke, aku suka sikapmu. Kebanyakan pria terlalu cemas, dan para perempuannya cerewet. Aku biasanya langsung membunuh mereka, lumayan untuk menambah kekuatanku. Cuih!" dengkus sang dewi.
Meski sedang melakukan isyarat kasar, sang dewi tetap menawan.
‘Apa Dewi bisa membunuh orang yang masuk?’
Hati Ethan gemetar.
Namun, itu juga tidak penting!
“Bagaimana aku bisa mendapatkan kekuatannya?” tanya Ethan. Dia hanya peduli tentang ini.
“Kamu tidak sabar sekali. Apa mendapatkan kekuatan lebih menyenangkan daripada mengobrol denganku?" Sang dewi mengerutkan bibirnya dan mengarahkan jari lentiknya ke pedang-pedang di sekitar anjungan batu.
“Ethan, pilihlah satu! Kalau kamu bisa mencabutnya, kamu akan memiliki kekuatan,” kata sang dewi sambil terkekeh.
Matanya yang seperti buah persik menatap Ethan dengan sorot yang dalam dan sulit dipahami maknanya.
Ada sembilan pedang dihujamkan di bawah anjungan batu dan masing-masing tampilannya berbeda.
Tanpa memegangnya, siapa pun bisa merasakan kekuatan mengerikan yang terkandung di dalam pedang-pedangnya.
Ethan melirik pedang satu per satu, dan kemudian, tanpa ragu-ragu mengulurkan tangan untuk meraih pedang yang ada di depannya.
Itu adalah pedang berwarna hitam pekat.
Bilah pedangnya agak tidak beraturan, tidak semua bagiannya lurus, dan bahkan ada beberapa yang cuil..
Sedangkan gagangnya tampak berpola sisik naga, dan di ujungnya terdapat kepala naga.
Ethan memegangnya, dan tiba-tiba, seekor naga hitam yang sangat ganas terbang ke arahnya, hendak mencabik-cabiknya. Kekuatan hebat itu seakan-akan membuat dunia bergetar.
Tubuh Ethan terasa tercabik-cabik dalam sekejap, dan garis-garis darah muncul seperti pecahan di mangkuk porselen.
"Pedang, apa kamu ingin menaklukkanku? Menyerahlah dan jadilah kekuatanku!" teriak Ethan dengan marah sambil menahan efeknya.
Kini, dia bahkan membalikkan keadaan dan mengalahkan naga hitam itu. Dia terus mengerahkan kekuatan di tangannya dan pedangnya pun tercabut.
“Oh?” Bibir merah sang dewi sedikit terbuka, dan ekspresi gembira pun muncul di matanya.
‘Dia berhasil mencabut pedang dari logam tungsten dengan satu tangan? Anak ini luar biasa!’
Setelah menarik pedang tungsten itu, seekor naga hitam menerobos ke dalam pikiran Ethan, kemudian berubah menjadi sebuah kitab suci.
“Teknik Rajapati Sembilan Surga?!” jerit Ethan dengan sedikit tertahan.
Itu adalah teknik bela diri!
“Apa ini kekuatan yang kamu maksud, Dewi?" Ethan tidak bisa menahan perasaan gembiranya. Dia punya firasat merasa bahwa teknik ini pasti luar biasa.
Dia memandang sang dewi, tapi tiba-tiba, dia seperti melihat siluet sang dewi berubah menjadi kerangka dengan mata hitam penuh darah dan air mata.
‘Apa!?’
Ethan merasa merinding, tetapi ketika dia melihatnya lebih dekat, pemandangan itu hilang. Sang dewi tetap terlihat sangat cantik dan menawan.
"Haha, Ethan, kamu hebat sekali. Aku membuat pengecualian dan memperbaiki pusat energimu. Kuharap kita bisa bertemu lagi nanti." Sang dewi terkekeh. Setelah wanita itu menyapukan jarinya, pemandangan di hadapan Ethan pun tiba-tiba kabur.
Dalah hitungan detik, jiwa Ethan telah kembali ke tubuhnya. Ketika membuka matanya, dia kembali melihat ruang bawah tanah yang suram.
Namun, sekarang dia tidak lagi putus asa. Teknik Rajapati Sembilan Surga memberinya harapan.
Pusat energinya sudah pulih, dan Ethan bisa berlatih lagi.
Saat hendak mengaktifkan Teknik Rajapati Sembilan Surga, seseorang tiba-tiba datang.
Orang yang mengenakan jubah itu berjalan masuk, dan bahkan jubah yang longgar tidak bisa menyembunyikan sosok anggunnya.
"Kenapa Yang Mulia Tuan Putri merendahkan diri untuk datang ke penjara? Apa orang sekarat seperti saya masih punya nilai?" tanya Ethan dengan dingin.
Orang yang datang tidak lain adalah tunangan Ethan, putri Kerajaan Nokturna, Ollie Walker.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved