Bab 8 Tidur Bertiga

by Toms Lee 08:01,Aug 24,2023
Wajah Atta menjadi lebih masam lagi.

Mengapa dia berubah dari penjual pakan babi menjadi dokter hewan?

Keterlaluan!

Ekspresi Bibi Rani menjadi aneh. Dia berpikir dalam hati bahwa terlalu sembrono untuk membiarkan Atta yang menjadi dokter hewan untuk mendiagnosis Tuan Besar Liang.

Namun, Bibi Rani tidak bertanya lebih lanjut.

Inara tampak canggung. Dia merasa lega karena akhirnya berhasil mengelabui Bibi Rani yang tegas.

Mereka pun tiba di tempat tinggal Inara.

Inara tinggal di sebuah vila.

Inara yang independen telah lama hidup terpisah dengan orang tuanya dan pindah ke vila ini.

Tentu saja, sangat kesepian bagi seorang gadis untuk tinggal sendirian di sini. Oleh karena itu, Quin si adik sepupunya yang sangat akrab sering datang untuk menemani Inara.

Malam ini, bertambah seorang tamu tak diundang, yaitu Atta.

Begitu turun dari mobil, Inara berpesan pada Bibi Rani dengan wajah senyum, “Bibi Rani, aku sudah membawa Atta ke sini. Bibi Rani sudah bisa pulang.”

Namun, Bibi Rani menggelengkan kepalanya dengan tegas, “Tuan Besar memintaku untuk tinggal di vila Nona malam ini untuk mengawasi Tuan Atta tinggal di sini.”

“Berengsek ….”

Inara mengumpat dalam hati karena geram!

“Bibi Rani, kakek keterlaluan! Aku punya ruang privasi. Kakek tidak bisa memaksaku untuk … hidup bersama dengan Atta!” tukas Inara dengan marah.

“Kalau merasa keberatan, Nona Besar Inara bisa memprotes pada Tuan Besar Liang. Aku hanya menuruti perintah! Tuan Atta, mari.”

Bibi Rani mempersilakan Atta dengan gestur tangan.

Inara naik pitam.

Quin segera meraih tangan Inara dan membujuknya, “Kak Inara, Bibi Rani mengotot dan hanya taat pada kakek. Tidak ada gunanya berdebat dengan dia. Bagaimana kalau begini? Biarlah si Kampungan itu tinggal di vila kita malam ini.”

“Quin, apa katamu? Bukankah nama baikku akan tercemar kalau dia tinggal di sini?” celetuk Inara dengan mata membelalak.

“Kak Inara, suruh dia tidur di kamar gudang saja. Setelah Bibi Rani pergi besok, kita bisa langsung mengusirnya,” kata Quin.

“Aduh, tidak ada solusi lain. Tapi Atta benar-benar menjengkelkan. Kenapa dia begitu tidak peka?”

“Dia itu tamak dan genit. Dia pasti memiliki pemikiran cabul,” sahut Quin seraya memutar matanya.

“Huh, sialan! Aku tidak seharusnya meminta dia untuk menjadi figuran.” Inara sangat menyesal.

“Kak Inara, lihat ….” Quin merogoh sebuah “tongkat” dari sakunya.

Inara segera menegur dengan wajah bersemu merah, “Quin, dasar kamu cabul! Kenapa kamu mengeluarkan barang tidak senonoh seperti itu?”

“Kak Inara, barang tidak senonoh apa? Astaga! Kak Inara, jangan-jangan kamu pikir ini adalah mainan dewasa? Apa yang sedang kamu pikirkan? Ini adalah tongkat listrik dengan tegangan sepuluh ribu volt. Kalau si Kampungan itu berani macam-macam padamu, setrum dia.”

Ketika Quin menekan tombolnya, tongkat listrik itu mengeluarkan bunyi aliran listrik.

Wajah Inara memerah karena dia mengira itu adalah mainan dewasa ….

“Ambillah.”

Quin menaruh tongkat listrik ke tangan Inara dan berujar, “Kak Inara, aku akan tinggal di sini malam ini untuk melindungimu. Aku akan tidur seranjang denganmu!”

“Oke!”

Seketika, Inara berseru dengan girang. Akan lebih baik jika Quin tinggal di vila.

Setelah mengobrol, Inara dan Quin berjalan ke pintu masuk vila.

Dengan tak berdaya, Inara membukakan pintu untuk Atta dan Bibi Rani.

Atta dengan sopan melepaskan sepatu dan memakai sandal ruangan.

Meskipun dia adalah dokter desa, dia yang sangat lihai dalam ilmu pengobatan juga sangat mementingkan kebersihan diri.

Quin berpikir bahwa kaki Atta akan sangat bau, tetapi tidak sama sekali.

“Bibi Rani sudah lihat sendiri, aku sudah membiarkan Atta masuk ke rumah. Bibi Rani, pulanglah,” mohon Inara.

Setelah berpikir sejenak, Bibi Rani berujar, “Baiklah, Nona Besar Inara. Aku akan melakukan panggilan video denganmu pada pukul enam pagi besok untuk melihat apakah Tuan Atta ada di sini atau tidak. Kalau tidak ada, aku akan melapor pada Tuan Besar Liang. Aku pamit dulu!”

Bibi Rani pun pergi.

Tubuh Inara gemetar karena saking marahnya. Ini sama seperti diawasi!

Setelah Bibi Rani pergi, Inara berpesan pada Atta, “Atta, kita tidak bisa kumpul kebo. Untuk nama baik kita masing-masing, aku akan memberimu dua ratus Yuan untuk memesan kamar hotel. Kamu bisa pergi sekarang.”

Inara membukakan pintu dan mempersilakan Atta untuk pergi. Namun, Atta tersenyum dan menjawab, “Aku bisa pergi, tapi apa yang akan kamu lakukan kalau Bibi Rani menginspeksi pada pukul enam pagi besok dan ketahuan bahwa aku tidak di sini? Sanggupkah kamu menghadapi amarah dari Kakek Liang? Kalau kamu merasa kamu sanggup … aku akan pergi!”

Setelah itu, Atta berbalik badan dan berjalan keluar. Inara berpikir dalam hati. Jika Bibi Rani tiba-tiba datang untuk menginspeksi dan ketahuan bahwa Atta tidak berada di vila, Bibi Rani pasti akan segera melapor pada kakek. Mampuslah dirinya!

“Berhenti!”

Inara segera menghentikan Atta.

“Ada apa?”

“Sudahlah, kamu tinggal di sini saja,” kata Inara dengan pasrah.

Atta tersenyum sinis dan berucap, “Kamu sendiri yang memintaku untuk tinggal, bukan aku yang memaksa untuk tinggal di sini!”

Inara mengusap keningnya. Tanpa menghiraukan Atta, dia langsung pergi ke kamar mandi.

Dia ingin mandi dan merilekskan diri.

Quin menghampiri Atta dan berkata seraya menunjuk ke sebuah kamar, “Kamu tinggal di kamar itu malam ini!”

“Di mana kamar istriku?” tanya Atta.

“Istri dari mana? Jangan asal panggil! Kamar Kak Inara di lantai dua,” tukas Quin sambil memelototinya.

“Aku tidak tinggal sekamar dengan istriku?” tanya Atta lagi.

“Mustahil! Aku tidur seranjang dengan Kak Inara,” kata Quin.

“Aku tidak keberatan untuk tidur bertiga,” ujar Atta sungguh-sungguh.

“Mimpi sana!”

Quin tidak lagi menghiraukan Atta setelah menghardiknya. Lalu, dia pergi ke sofa ruang tamu.

Quin sedang duduk di sofa sambil menonton video pendek di ponselnya. Hati Atta digejolakkan oleh sebuah perasaan aneh ketika dia melihat kaki Quin yang dilipat dan dilapisi stoking putih.

Sejujurnya, gadis lugu ini cukup menggoda.

Tepat saat ini, terdengar suara percikan air dari arah kamar mandi ….

Di kamar mandi, Inara menanggalkan pakaian kerja dan stoking hitam. Lalu, dia mandi.

Atta buru-buru mengalihkan tatapannya ke kamar mandi. Namun, dia tidak bisa melihat apa-apa karena pintunya terbuat dari kaca buram.

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

56