chapter 8 Menyelamatkan Ibu
by Owen
16:34,Nov 28,2023
Di Negara Tarakan, ada delapan orang master. Masing-masing dari mereka mampu membuat seluruh negara porak-poranda dengan kekuatannya yang bisa menggerakkan langit dan bumi. Ini adalah rahasia umum bagi mereka yang berkecimpung dalam lingkaran Fengsui.
Hanya saja, tidak banyak orang yang tahu kalau ada seorang master yang lebih hebat dari kedelapan master, yaitu Yang Mulia.
Yang Mulia adalah Raja Naga yang legendaris.
Cincin yang melingkar di jemari Andrew adalah Cincin Raja Naga, tidak diragukan lagi, Andrew-lah Yang Mulia itu.
Bisa melihat rupa Yang Mulia sesungguhnya tentu jadi impian semua orang.
Ergen bersujud dengan semangat di hadapan Andrew, dia sangat mengagumi sosok Raja Naga.
"Cepat berdiri, ini di jalan raya." Andrew buru-buru menyuruh Ergen berdiri karena mereka mulai dilirik orang-orang yang lalu lalang.
Namun, tidak disangka Ergen malah kembali bersujud dan berujar lantang, "Yang Mulia, tolong ijinkan aku jadi muridmu."
"Hah? Muridku?" Andrew mengernyit dan menjawab, "Tidak bisa. Mungkin sebaiknya kamu lebih banyak melakukan kebaikan dan mengumpulkan pahala, cari aku kalau ada kesulitan, aku akan membantumu."
Pada dasarnya Ergen bukan orang jahat, kalau dengan begini dia bisa menjadi pribadi yang lebih baik, tentu Andrew juga akan terciprat karma baik.
"Benarkah?"
Hati Ergen langsung berbunga-bunga hatinya sampai tubuhnya gemetaran. Dia kira ini semua hanya mimpi. "Baik Yang Mulia, aku pasti akan membuat Yang Mulia bangga."
Setelah berterima kasih pada Andrew, Ergen pun berlalu.
Ckiiit!
Tiba-tiba, sebuah mobil jip berwarna merah menyala mendadak berhenti di tepi jalan.
Si pengemudi menurunkan jendela mobil dan memperlihatkan seorang perempuan cantik dengan rambut pendek setelinga.
Dia mengenakan kacamata hitam, kulitnya putih bersih dan bersinar, wanita yang sangat cantik.
"Kamu Andrew?"
Perempuan itu melepas kacamata hitamnya, menatap Andrew sambil bertanya singkat.
"Kamu ...?"
"Aku Hani Xue. Sesilia memintaku untuk mencarimu. Kalau kulihat sepertinya kamu baik-baik saja. Ayo naik, aku akan mengantarmu pulang," jelas Hani sambil mengamati sosok Andrew.
"Terima kasih."
Andrew tersenyum lebar saat tahu Sesilia yang meminta wanita ini menjemputnya, dia langsung membuka pintu depan di samping pengemudi.
"Kata siapa kamu boleh duduk di sini?" bentak Hani.
Andrew sampai kaget dan menatap Hani dengan heran.
Hani menatap Andrew dengan tajam. "Cuma pacarku yang boleh duduk di bangku depan. Kamu duduk di belakang sana!"
Andrew mengernyit. "Nona, sepertinya aku tidak membuatmu kesal? Kenapa sikapmu sangat tidak ramah?"
"Sesilia itu wanita polos, tapi aku tidak. Kamu berniat mengganti targetmu jadi Sesilia setelah ditolak Nona Jessica? Kuberi tahu ya, aku paling benci dengan pria payah yang tidak bisa apa-apa dan hanya bisa menipu wanita." Hani menjawab dengan ketus.
"Aku menipu wanita?" Andrew bertanya-tanya.
"Kalau kamu tidak berniat menipu Sesilia, untuk apa kamu mengajaknya ke hotel di malam pertama kalian bertemu?"
"Justru dia yang mengajakku ke hotel!" bantah Andrew.
"Jangan bohong."
Hani mulai kesal.
Setelah telepon singkat dari Sesilia tadi, Hani langsung menyelidiki Andrew mulai dari kapan pria ini datang ke Kota Yamo, di mana dia tinggal dan dengan siapa dia bermalam.
Hani yang sudah terbiasa bekerja secara profesional langsung menyimpulkan seperti apa pribadi Andrew. Kalau tidak, mana mungkin Sesilia yang sangat menjunjung tinggi kehormatan wanita mau pergi ke hotel bersama laki-laki yang belum juga genap sehari dia kenal?
Pasti pria ini sudah menipu Sesilia.
"Catat ya, Sesilia itu sahabatku. Kalau kamu berani berbuat jahat padanya, kupastikan kamu mendekam di penjara setidaknya 10 tahun!"
Setelah puas meluapkan isi hatinya, Hani mengeluarkan sebuah borgol dari pinggang rampingnya dan meletakkannya di kursi samping pengemudi.
"Cepat naik!"
Perempuan ini sangat tidak waras!
Andrew hanya bisa menggeleng tidak berdaya. Dia malas berkomentar dan memilih menuruti perkataan Hani, Andrew tidak peduli dengan apa yang ada di pikiran Hani.
Lalu, Hani menekan pedal gas dan meluncur ke PT. Bidara.
Sepanjang perjalanan, Hani mencuri pandang dari kaca spion dengan mata sipitnya dan kembali memaki Andrew, tetapi pria itu tidak memedulikannya. Hal ini malah makin menguatkan dugaannya.
Drrt ... Drrt ...
Ponsel yang ada di dalam laci bergetar.
Hani menepikan kendaraannya lalu buru-buru mengangkat telepon itu.
"Apa?"
Segera, ekspresi Hani berubah dan dia menggeram. "Tunggu sebentar, aku ke sana sekarang."
Setelah menutup telepon, Hani kembali menginjak pedal gas dan mobil jeep pun melaju kencang seperti orang gila di jalanan.
Kira-kira 10 menit kemudian, mobil jeep itu sampai di Rumah Sakit Umum terbaik di Kota Yamo.
"Tadi katanya mau mengantarku pulang? Kenapa kita ke sini?"
Andrew melongok dari jendela dan menatap rumah sakit dengan heran.
"Aku harus ke UGD! Kamu ... ikut aku!" ujar Hani dengan serius.
"Nona, aku bukan tahanan."
Andrew mengernyit.
Hani tertegun sesaat dan menyadari dia terbawa kebiasaan kerjanya.
Hani pun tidak berkata apa-apa lagi, dia menurunkan jendela mobil lalu melompat keluar.
Andrew menggelengkan kepalanya lalu ikut turun.
Keduanya berlari ke UGD.
Di koridor UGD sedang terjadi keributan.
Ada seorang laki-laki mengamuk, memaksa masuk ke UGD. Beberapa petugas polisi berusaha keras menghalanginya, tetapi tetap kewalahan.
Andrew kaget.
Laki-laki yang mengamuk itu adalah Hugo!
"Bu Ketua Hani!"
"Bu Ketua sudah datang!" teriak para petugas polisi satu per satu.
"Hugo! Ini rumah sakit, jangan buat keributan di sini!"
Hani menghampiri Hugo dan membentaknya. Khawatir Hugo akan kembali mengamuk, dia langsung menyepak Hugo.
Hugo terkulai di lantai sambil memegangi perutnya yang sakit dengan satu tangan. Dia menatap pintu UGD dengan penuh kesedihan.
"Apa yang terjadi?" teriak Hani.
"Bu Ketua, ibunya Pak Hugo mendadak sakit. Di dalam ada Dokter Wino yang berusaha menyelamatkannya, tapi tadi dia bilang mungkin kali ini ibunya tidak bisa selamat. Pak Hugo langsung histeris dan hilang kendali waktu mendengar berita ini," jelas salah satu petugas polisi.
Hani tercekat. "Minggu lalu bukannya masih sehat? Kenapa mendadak sakit parah?"
Ibu Hugo dikenal oleh semua orang di kantor. Jumat lalu, ibunya datang mengantar kue beras yang dia masak sendiri dan membagikannya pada semua rekan Hugo di kantor. Walaupun ibunya sudah hampir berumur 60 tahun, tetapi dia sangat bugar dan sehat, kenapa bisa tiba-tiba jatuh sakit?
"Ibu! Ibu! Aku sudah datang, aku tidak akan membiarkanmu mati, Ibu!"
Hugo berteriak sekencang-kencangnya, dia merangkak dan berusaha menerobos ke UGD dengan wajah yang sudah basah dengan air mata.
Para petugas polisi di sekitarnya buru-buru menyeretnya ke bangku yang ada di sebelah UGD.
Hani terdiam.
Hati Hugo hancur berkeping-keping, dia hanya bisa mengepalkan tinjunya kuat-kuat, menunduk tak berdaya sambil menangis tersedu-sedu.
Situasi penuh haru dan sangat mencekam.
Tiba-tiba, terlintas sesuatu dalam pikiran Andrew, dia pun langsung menghampiri Hugo.
"Halo Pak Kepala Polisi Hugo, tidak kuduga kita akan bertemu secepat ini."
Hugo berusaha mengangkat kepalanya saat mendengar suara asing ini.
"Andrew?" Hugo agak terkejut dengan kehadiran Andrew di situ. Tiba-tiba dia teringat sesuatu dan langsung mencengkram bahu Andrew sambil berteriak dalam tangisnya, "Andrew, kamu bisa melihat kalau ibuku sakit keras, pasti kamu juga punya cara menolong ibuku, 'kan? Kumohon, tolong selamatkan ibuku! Kumohon!"
Setelah memohon, Hugo pun bersujud.
Waktu Hugo masih kecil, ayahnya sudha meninggal. Dia hanya memiliki seorang ibu yang menghidupinya dan merawatnya dengan bekerja siang malam. Hugo sangat menyayangi ibunya dan bersedia melakukan apa pun untuk menolong ibunya.
Andrew langsung memapah Hugo untuk berdiri dan berkata sambil tersenyum, "Pak Kepala Polisi Hugo, jangan takut. Setiap hari kamu selalu berbuat kebaikan, kamu pasti punya karma yang baik. Yakinlah, kamu pasti melewati kesusahan ini."
"Apa kamu tahu bagaimana caranya?" desak Hugo.
Belum sempat Andrew memberi jawaban.
Tak!
Lampu penanda di UGD mati.
Beberapa perawat dan dokter keluar dengan wajah murung.
"Dokter, bagaimana kondisi ibuku?"
Hugo langsung menghampiri dan bertanya pada dokter.
Namun, dokter menggelengkan kepalanya, "Maaf, Pak Hugo, kami sudah berusaha keras."
Hugo mundur beberapa langkah, rasanya seperti disambar petir.
"Ibu!"
Hugo menjerit sambil berlari masuk ke UGD.
Sekelompok orang mengikutinya.
Hugo mendekap erat ibunya yang sudah ditutup kain putih dan terbaring di meja operasi sambil menangis tersedu-sedu.
Polisi di sekelilingnya juga menahan tangis.
Tidak akan ada yang percaya laki-laki gagah dan tangguh seperti Hugo akan menangis seperti bayi.
Hani juga amat tersentuh dan diam-diam mengusap air matanya agar tidak ketahuan oleh yang lain kalau dia juga menangis.
Andrew berjalan ke samping ranjang operasi dan menyingkapkan kain putih yang menutup wajah ibu Hugo. Lalu, dia membuka kelopak mata ibu Hugo, mengamati sejenak, lalu berteriak, "Siapkan satu set jarum perak untukku."
"Hei! Mau apa kamu!"
Hani yang kaget langsung melangkah maju, menarik lengan Andrew sambil meneriakinya.
"Mau apa? Tentu mau menyelamatkannya! Cepat, ambil jarum perak untukku!" Andrew membentak sambil memelototi Hani.
"Kamu ..."
Hani sangat marah dan ingin balas membentak, tetapi Hugo yang tadi berada di sampingnya buru-buru lari keluar.
Tak lama kemudian, dia kembali dengan tas berisi perlengkapan jarum dan memberikannya pada Andrew dengan tangan gemetaran.
"Hei! Kembalikan tasku! Siapa kamu? Beraninya masuk ruangan dan merampas peralatanku?"
Seorang dokter pengobatan tradisional yang sudah agak tua tergopoh-gopoh mengejar Hugo, karena sudah lanjut usia, dia butuh usaha ekstra untuk sampai di UGD.
"Pak, maafkan aku. Aku mau menolong ibuku, tolong maafkan perbuatanku."
Hugo langsung bersujud di hadapan dokter tua itu sambil menangis tersedu-sedu.
Dokter tua itu terdiam, dia mengurungkan amarahnya saat melihat ketulusan Hugo. Akhirnya, dia hanya menggeleng, menarik napas dan segera membantu Hugo berdiri.
"Anakku, tidak ada yang bisa hidup lagi setelah meninggal, kamu harus merelakannya."
Dokter itu menepuk bahu Hugo sambil menatap meja operasi.
Meski hanya sekilas, dokter tua itu langsung tercengang.
Hanya saja, tidak banyak orang yang tahu kalau ada seorang master yang lebih hebat dari kedelapan master, yaitu Yang Mulia.
Yang Mulia adalah Raja Naga yang legendaris.
Cincin yang melingkar di jemari Andrew adalah Cincin Raja Naga, tidak diragukan lagi, Andrew-lah Yang Mulia itu.
Bisa melihat rupa Yang Mulia sesungguhnya tentu jadi impian semua orang.
Ergen bersujud dengan semangat di hadapan Andrew, dia sangat mengagumi sosok Raja Naga.
"Cepat berdiri, ini di jalan raya." Andrew buru-buru menyuruh Ergen berdiri karena mereka mulai dilirik orang-orang yang lalu lalang.
Namun, tidak disangka Ergen malah kembali bersujud dan berujar lantang, "Yang Mulia, tolong ijinkan aku jadi muridmu."
"Hah? Muridku?" Andrew mengernyit dan menjawab, "Tidak bisa. Mungkin sebaiknya kamu lebih banyak melakukan kebaikan dan mengumpulkan pahala, cari aku kalau ada kesulitan, aku akan membantumu."
Pada dasarnya Ergen bukan orang jahat, kalau dengan begini dia bisa menjadi pribadi yang lebih baik, tentu Andrew juga akan terciprat karma baik.
"Benarkah?"
Hati Ergen langsung berbunga-bunga hatinya sampai tubuhnya gemetaran. Dia kira ini semua hanya mimpi. "Baik Yang Mulia, aku pasti akan membuat Yang Mulia bangga."
Setelah berterima kasih pada Andrew, Ergen pun berlalu.
Ckiiit!
Tiba-tiba, sebuah mobil jip berwarna merah menyala mendadak berhenti di tepi jalan.
Si pengemudi menurunkan jendela mobil dan memperlihatkan seorang perempuan cantik dengan rambut pendek setelinga.
Dia mengenakan kacamata hitam, kulitnya putih bersih dan bersinar, wanita yang sangat cantik.
"Kamu Andrew?"
Perempuan itu melepas kacamata hitamnya, menatap Andrew sambil bertanya singkat.
"Kamu ...?"
"Aku Hani Xue. Sesilia memintaku untuk mencarimu. Kalau kulihat sepertinya kamu baik-baik saja. Ayo naik, aku akan mengantarmu pulang," jelas Hani sambil mengamati sosok Andrew.
"Terima kasih."
Andrew tersenyum lebar saat tahu Sesilia yang meminta wanita ini menjemputnya, dia langsung membuka pintu depan di samping pengemudi.
"Kata siapa kamu boleh duduk di sini?" bentak Hani.
Andrew sampai kaget dan menatap Hani dengan heran.
Hani menatap Andrew dengan tajam. "Cuma pacarku yang boleh duduk di bangku depan. Kamu duduk di belakang sana!"
Andrew mengernyit. "Nona, sepertinya aku tidak membuatmu kesal? Kenapa sikapmu sangat tidak ramah?"
"Sesilia itu wanita polos, tapi aku tidak. Kamu berniat mengganti targetmu jadi Sesilia setelah ditolak Nona Jessica? Kuberi tahu ya, aku paling benci dengan pria payah yang tidak bisa apa-apa dan hanya bisa menipu wanita." Hani menjawab dengan ketus.
"Aku menipu wanita?" Andrew bertanya-tanya.
"Kalau kamu tidak berniat menipu Sesilia, untuk apa kamu mengajaknya ke hotel di malam pertama kalian bertemu?"
"Justru dia yang mengajakku ke hotel!" bantah Andrew.
"Jangan bohong."
Hani mulai kesal.
Setelah telepon singkat dari Sesilia tadi, Hani langsung menyelidiki Andrew mulai dari kapan pria ini datang ke Kota Yamo, di mana dia tinggal dan dengan siapa dia bermalam.
Hani yang sudah terbiasa bekerja secara profesional langsung menyimpulkan seperti apa pribadi Andrew. Kalau tidak, mana mungkin Sesilia yang sangat menjunjung tinggi kehormatan wanita mau pergi ke hotel bersama laki-laki yang belum juga genap sehari dia kenal?
Pasti pria ini sudah menipu Sesilia.
"Catat ya, Sesilia itu sahabatku. Kalau kamu berani berbuat jahat padanya, kupastikan kamu mendekam di penjara setidaknya 10 tahun!"
Setelah puas meluapkan isi hatinya, Hani mengeluarkan sebuah borgol dari pinggang rampingnya dan meletakkannya di kursi samping pengemudi.
"Cepat naik!"
Perempuan ini sangat tidak waras!
Andrew hanya bisa menggeleng tidak berdaya. Dia malas berkomentar dan memilih menuruti perkataan Hani, Andrew tidak peduli dengan apa yang ada di pikiran Hani.
Lalu, Hani menekan pedal gas dan meluncur ke PT. Bidara.
Sepanjang perjalanan, Hani mencuri pandang dari kaca spion dengan mata sipitnya dan kembali memaki Andrew, tetapi pria itu tidak memedulikannya. Hal ini malah makin menguatkan dugaannya.
Drrt ... Drrt ...
Ponsel yang ada di dalam laci bergetar.
Hani menepikan kendaraannya lalu buru-buru mengangkat telepon itu.
"Apa?"
Segera, ekspresi Hani berubah dan dia menggeram. "Tunggu sebentar, aku ke sana sekarang."
Setelah menutup telepon, Hani kembali menginjak pedal gas dan mobil jeep pun melaju kencang seperti orang gila di jalanan.
Kira-kira 10 menit kemudian, mobil jeep itu sampai di Rumah Sakit Umum terbaik di Kota Yamo.
"Tadi katanya mau mengantarku pulang? Kenapa kita ke sini?"
Andrew melongok dari jendela dan menatap rumah sakit dengan heran.
"Aku harus ke UGD! Kamu ... ikut aku!" ujar Hani dengan serius.
"Nona, aku bukan tahanan."
Andrew mengernyit.
Hani tertegun sesaat dan menyadari dia terbawa kebiasaan kerjanya.
Hani pun tidak berkata apa-apa lagi, dia menurunkan jendela mobil lalu melompat keluar.
Andrew menggelengkan kepalanya lalu ikut turun.
Keduanya berlari ke UGD.
Di koridor UGD sedang terjadi keributan.
Ada seorang laki-laki mengamuk, memaksa masuk ke UGD. Beberapa petugas polisi berusaha keras menghalanginya, tetapi tetap kewalahan.
Andrew kaget.
Laki-laki yang mengamuk itu adalah Hugo!
"Bu Ketua Hani!"
"Bu Ketua sudah datang!" teriak para petugas polisi satu per satu.
"Hugo! Ini rumah sakit, jangan buat keributan di sini!"
Hani menghampiri Hugo dan membentaknya. Khawatir Hugo akan kembali mengamuk, dia langsung menyepak Hugo.
Hugo terkulai di lantai sambil memegangi perutnya yang sakit dengan satu tangan. Dia menatap pintu UGD dengan penuh kesedihan.
"Apa yang terjadi?" teriak Hani.
"Bu Ketua, ibunya Pak Hugo mendadak sakit. Di dalam ada Dokter Wino yang berusaha menyelamatkannya, tapi tadi dia bilang mungkin kali ini ibunya tidak bisa selamat. Pak Hugo langsung histeris dan hilang kendali waktu mendengar berita ini," jelas salah satu petugas polisi.
Hani tercekat. "Minggu lalu bukannya masih sehat? Kenapa mendadak sakit parah?"
Ibu Hugo dikenal oleh semua orang di kantor. Jumat lalu, ibunya datang mengantar kue beras yang dia masak sendiri dan membagikannya pada semua rekan Hugo di kantor. Walaupun ibunya sudah hampir berumur 60 tahun, tetapi dia sangat bugar dan sehat, kenapa bisa tiba-tiba jatuh sakit?
"Ibu! Ibu! Aku sudah datang, aku tidak akan membiarkanmu mati, Ibu!"
Hugo berteriak sekencang-kencangnya, dia merangkak dan berusaha menerobos ke UGD dengan wajah yang sudah basah dengan air mata.
Para petugas polisi di sekitarnya buru-buru menyeretnya ke bangku yang ada di sebelah UGD.
Hani terdiam.
Hati Hugo hancur berkeping-keping, dia hanya bisa mengepalkan tinjunya kuat-kuat, menunduk tak berdaya sambil menangis tersedu-sedu.
Situasi penuh haru dan sangat mencekam.
Tiba-tiba, terlintas sesuatu dalam pikiran Andrew, dia pun langsung menghampiri Hugo.
"Halo Pak Kepala Polisi Hugo, tidak kuduga kita akan bertemu secepat ini."
Hugo berusaha mengangkat kepalanya saat mendengar suara asing ini.
"Andrew?" Hugo agak terkejut dengan kehadiran Andrew di situ. Tiba-tiba dia teringat sesuatu dan langsung mencengkram bahu Andrew sambil berteriak dalam tangisnya, "Andrew, kamu bisa melihat kalau ibuku sakit keras, pasti kamu juga punya cara menolong ibuku, 'kan? Kumohon, tolong selamatkan ibuku! Kumohon!"
Setelah memohon, Hugo pun bersujud.
Waktu Hugo masih kecil, ayahnya sudha meninggal. Dia hanya memiliki seorang ibu yang menghidupinya dan merawatnya dengan bekerja siang malam. Hugo sangat menyayangi ibunya dan bersedia melakukan apa pun untuk menolong ibunya.
Andrew langsung memapah Hugo untuk berdiri dan berkata sambil tersenyum, "Pak Kepala Polisi Hugo, jangan takut. Setiap hari kamu selalu berbuat kebaikan, kamu pasti punya karma yang baik. Yakinlah, kamu pasti melewati kesusahan ini."
"Apa kamu tahu bagaimana caranya?" desak Hugo.
Belum sempat Andrew memberi jawaban.
Tak!
Lampu penanda di UGD mati.
Beberapa perawat dan dokter keluar dengan wajah murung.
"Dokter, bagaimana kondisi ibuku?"
Hugo langsung menghampiri dan bertanya pada dokter.
Namun, dokter menggelengkan kepalanya, "Maaf, Pak Hugo, kami sudah berusaha keras."
Hugo mundur beberapa langkah, rasanya seperti disambar petir.
"Ibu!"
Hugo menjerit sambil berlari masuk ke UGD.
Sekelompok orang mengikutinya.
Hugo mendekap erat ibunya yang sudah ditutup kain putih dan terbaring di meja operasi sambil menangis tersedu-sedu.
Polisi di sekelilingnya juga menahan tangis.
Tidak akan ada yang percaya laki-laki gagah dan tangguh seperti Hugo akan menangis seperti bayi.
Hani juga amat tersentuh dan diam-diam mengusap air matanya agar tidak ketahuan oleh yang lain kalau dia juga menangis.
Andrew berjalan ke samping ranjang operasi dan menyingkapkan kain putih yang menutup wajah ibu Hugo. Lalu, dia membuka kelopak mata ibu Hugo, mengamati sejenak, lalu berteriak, "Siapkan satu set jarum perak untukku."
"Hei! Mau apa kamu!"
Hani yang kaget langsung melangkah maju, menarik lengan Andrew sambil meneriakinya.
"Mau apa? Tentu mau menyelamatkannya! Cepat, ambil jarum perak untukku!" Andrew membentak sambil memelototi Hani.
"Kamu ..."
Hani sangat marah dan ingin balas membentak, tetapi Hugo yang tadi berada di sampingnya buru-buru lari keluar.
Tak lama kemudian, dia kembali dengan tas berisi perlengkapan jarum dan memberikannya pada Andrew dengan tangan gemetaran.
"Hei! Kembalikan tasku! Siapa kamu? Beraninya masuk ruangan dan merampas peralatanku?"
Seorang dokter pengobatan tradisional yang sudah agak tua tergopoh-gopoh mengejar Hugo, karena sudah lanjut usia, dia butuh usaha ekstra untuk sampai di UGD.
"Pak, maafkan aku. Aku mau menolong ibuku, tolong maafkan perbuatanku."
Hugo langsung bersujud di hadapan dokter tua itu sambil menangis tersedu-sedu.
Dokter tua itu terdiam, dia mengurungkan amarahnya saat melihat ketulusan Hugo. Akhirnya, dia hanya menggeleng, menarik napas dan segera membantu Hugo berdiri.
"Anakku, tidak ada yang bisa hidup lagi setelah meninggal, kamu harus merelakannya."
Dokter itu menepuk bahu Hugo sambil menatap meja operasi.
Meski hanya sekilas, dokter tua itu langsung tercengang.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved