Bab 6 Memberi Pelajaran
by Sarangheo
15:01,Aug 04,2023
"Kakak, jangan marah ya." Pergelangan tangan yang dia angkat belum diturunkan, sudah ditahan oleh Melanie. Rambut Melanie disemir, berdandan tipis, mengenakan rok yang sangat pendek.
Tinggi badannya tidak lebih tinggi dari Clara, tapi kaki putihnya menarik perhatian, membuat pandangan laki-laki gemuk itu tertuju padanya.
"Kakak, kamu jangan marah sama dia, kamu lihat aku bagaimana, kita cari kamar berbincang-bincang?" Melanie berbicara sambil tersenyum.
Clara tahu Melanie sedang membantu dia, tapi dengan ragu-ragu Clara bertanya, "Hei, kamu sendirian tidak apa-apa?"
"Aku bukan pertama kalinya kesini, di dalam tasku ada semprotan merica, tidak mungkin dia berani macam-macam." Selesai Melanie berbicara, mengeluarkan kamera pengintai kecil dari dalam tasnya memberikan ke Clara.
"Kamu hati-hati ya." Clara berbicara sambil menerima kamera pengintai tersebut.
Menyingkir dari laki-laki cabul itu, dia berjalan sendirian di koridor yang remang, terdengar suara mengejutkan dari kedua sisi kamar, bercampur dengan erangan yang berlebihan.
Clara mengerutkan alis, begini banyak kamar, bagaimana dia menemukannya!
Tiba-tiba, ada seseorang yang menarik dia dan mendorong dia ke tembok.
Clara terkejut sekali, dia lupa akan rasa sakit dan tembok yang dingin.
Tubuh laki-laki yang berat itu menekan Clara, tangan yang besar memegang wajah Clara, "Keberanianmu besar sekali, tempat seperti ini kamu berani datang sendirian."
Clara masih terkejut melihat laki-laki itu, di belakang dia ada sebuah lampu gantung kristal, tatapan mata laki-laki itu dingin dan dalam.
"Rudy, kenapa kamu!" Clara menghela nafas.
Rudy melepaskan dia, bahu yang lebar bersandar ke tembok, ekspresi di wajahnya dingin. Dari jasnya dia mengeluarkan rokok, mengambil sebatang, berkata, "Kamu tidak seharusnya datang ke tempat ini, aku antar kamu pergi dari sini."
Clara: "Aku tidak mau pergi, aku datang kesini cari orang."
"Cari siapa?" Rudy bertanya.
Clara merasa, seharusnya Rudy memiliki banyak informasi disini, oleh karena itu, dia berkata, "Roy, kamu kenal?"
"Dengar-dengar reputasi dia buruk, mau apa kamu cari dia?" Rudy menjawab.
"Ada yang perlu diurus." Clara berkata.
Rudy tersenyum dingin, menatap Clara, "Roy itu hidung belang, kalau perempuan minta tolong sama dia, harus bayar harga, kamu sudah pikirkan matang-matang?"
Selesai mendengar Rudy berbicara, Clara terpaku menatap Rudy, pemikiran orang seperti dia ini lebih rumit daripada orang biasa.
Clara pura-pura tidak mengerti maksud ucapannya, mengeluarkan kamera pengintai kecil dari dalam tasnya, "Dia datang kemari melakukan hal yang tidak baik, seharusnya dia tidak akan membiarkan istrinya tahu. Kalau punya kelemahan dia, tidak mungkin dia tidak mau membantu."
Selesai Clara berbicara, raut wajah Rudy masih datar, berkata dengan nada acuh tak acuh, "Lantai atas, kamar ketiga di samping kiri."
Clara berdiri di depan pintu kamar, tangannya memegang sebuah kawat tipis, mengaitkan, terdengar pintu kamar terbuka.
Rudy berdiri di belakang dia, melihat dengan tertarik, setelah pintu terbuka, ikut masuk ke dalam.
Satu tangannya dimasukkan ke dalam saku celana, berjalan mengitari kamar.
Tergantung jas laki-laki, di atas kasur terlihat ada sekotak kondom dan stocking wanita.
"Kok tidak ada orang?" Clara bertanya.
"Mungkin turun ke bawah makan, olahraga di kasur menghabiskan tenaga." Rudy berbicara.
Clara menatap dia dengan tatapan yang tajam. Dalam hati memaki: Laki-laki cabul.
Setelah itu, dari luar terdengar suara seorang laki-laki. Pemilik kamar ini kembali.
Clara sedikit gugup, tanpa sadar melihat laki-laki yang di sampingnya. Laki-laki itu mengepulkan asap rokok, seperti tidak ada keinginan mau membantu dia.
Clara berjongkok, segera memasukkan kamera pengintai ke vas bunga yang ada di meja samping kasur, kemudian, menarik Rudy masuk ke dalam lemari.
Di dalam lemari sangat gelap sekali, Clara mengeluarkan telepon genggam, membuka. Kamera pengintai terkoneksi dengan telepon genggamnya, melalui aplikasi bisa melihat keadaan di luar.
Di layar teleponnya tampak, Roy yang bertubuh gemuk sedang berada diatas wanita paruh baya, gerakannya sangat kasar sekali, ekspresi wanita itu terlihat sangat kesakitan.
"Sepertinya diberi obat." Terdengar suara laki-laki diatas kepala Clara.
"Apa kita perlu lapor polisi?" Clara mengangkat kepala, menyadari wajah tampan laki-laki itu sangat dekat dengan wajahnya, tercium aroma tubuhnya.
Saling berpandangan, bola mata Rudy yang hitam, seperti terbakar.
"Aku tidak suka mengurusi hal-hal yang tidak penting, terserah kamu." Rudy berkata, suaranya terdengar merdu.
Adegan di telepon genggam Clara masih terus berlanjut, di luar lemari terdengar nafas berat laki-laki dan erangan kesakitan seorang wanita.
"Hm, tidak perlu mengurusi hal yang tidak penting." Clara menganggukkan kepala dengan yakin, dahinya memanas, bersama dengan laki-laki dewasa normal sembunyi di dalam lemari dan menonton adegan seperti ini, benar-benar suatu hal yang sangat canggung. Clara segera mematikan telepon genggamnya.
Setelah telepon dimatikan, di dalam lemari kembali gelap, makin lama makin pengap. Karena ruang gerak terbatas, tubuh mereka berdua sangat dekat, Clara merasa hatinya tidak karuan.
Dari luar lemari terdengar suara pintu ditutup, akhirnya orang yang diluar keluar juga.
Clara segera membuka lemari, melompat keluar.
Rudy dengan kaki jenjangnya, perlahan keluar dari dalam lemari. Melihat Clara sedang mengambil kamera pengintai dari vas bunga.
Setelah Clara mengambil kamera pengintai, dia segera berlari keluar, baru berjalan beberapa langkah seperti teringat sesuatu, tiba-tiba berjalan kembali.
Dia berhenti di depan Rudy, tiba-tiba menjulurkan tangan memegang kerah baju Rudy, melihat merek baju. Versace, ini merek ternama.
"Mau menggoda aku?" Rudy menghisap rokok, kepulan asap rokok mengenai wajah Clara.
Clara melepaskan kerah bajunya, berjalan mundur. Dia terbatuk karena asap rokok itu.
"Jangan keseringan merokok, hati-hati nanti bisa cepat mati." Clara berkata dengan tidak senang, kemudian dari dalam tasnya mengeluarkan dompet, menulis cek sebesar 100 juta dan memberikan ke Rudy.
"Jangan boros-boros, kalau kamu masih berani ambil uang susu untuk beli baju bermerek, lihat bagaimana aku memberimu pelajaran."
Clara berkata dengan serius, kemudian, berbalik dan pergi.
Rudy melihat Clara yang berjalan pergi, menyeringai.
Rudy kembali ke kamarnya, di dalam kamar, melihat Raymond Christian yang sedang duduk di atas sofa, sedang menyeduh teh.
"Teh yang baru diseduh, coba dulu." Raymond Christian menyodorkan mangkuk teh, dengan dingin ditolak oleh Rudy. Dia tidak tertarik dengan teh.
Raymond Christian juga tidak peduli dengan penolakannya, meneguk teh itu, kemudian meletakkan mangkuk teh.
"Dengar-dengar setelah rapat direksi, diputuskan setelah ini kamu akan mengurus semua hal di perusahaan?"
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved