Bab 9 Uang

by Sarangheo 15:11,Aug 04,2023

"Oh ya, bawa uang sebanyak 40 juta rupiah dan berikan pada Manajer Wu dari perusahaan perantara itu. Kita dari dulu selalu mencari pelayan darinya untuk dipekerjakan. Minta dia untuk memikirkan cara agar keponakan perempuanmu yang bernama Vivi itu bisa bekerja di rumah."

"Aku mengerti maksud Non," kata Wulan sambil menganggukkan kepalanya. Lebih baik mereka mengambil tindakan terlebih dahulu, sebelum Rina membawa mata-mata ke dalam rumah.

Setelah Clara selesai menyampaikan hal tersebut, dia merasa sedikit lelah, sehingga dia tidur lebih awal.


Keesokan paginya, dia terbangun oleh dering ponselnya.

Telepon itu ternyata dari kepala departemennya yang bernama Profesor Rudy. Dengan nada bicara yang serius, dia meminta agar Clara segera kembali ke sekolah karena ada sesuatu yang mendesak.

"Non, ada masalah apa?" tanya Wulan dengan cemas sambil membawa sarapan pagi ke dalam kamar.

"Sepertinya ibu dan anak itu berulah lagi," kata Clara sambil menyeringai.

Dia masih belum tahu tipu muslihat apa yang sedang mereka lakukan, tetapi dia harus mengambil tindakan untuk menghadapinya.

Setelah itu, Clara berganti pakaian dan memakan sarapannya, kemudian dia pergi keluar.

Saat ini, Clara merupakan seorang mahasiswi senior jurusan Penyiaran dan Jurnalistik di Universitas A. Pada awalnya, Evi yang memilihkan jurusan ini untuknya. Clara adalah seorang gadis yang baik, dia sangat mematuhi perkataan ibunya.


Setibanya di kampus, dia segera menuju ke asramanya.

Satu kamar asrama di Universitas A berisi empat orang mahasiswi. Novi dan Tiara sedang tidak ada di asrama, hanya ada Melisa seorang diri.

"Clara, kamu tahu tidak kalau kamu sedang dalam masalah besar!" kata Melisa dengan panik sambil menyerahkan ponselnya ke hadapan Clara.

Ternyata pada pagi ini, ada seseorang yang mengirimkan sebuah postingan tanpa nama di forum kampus yang mengungkapkan skandal Clara tentang anak di luar pernikahan itu.

Belum sampai dua jam postingan tersebut diunggah, sudah banyak orang yang melihatnya. Komentar yang diberikan pun bermacam-macam. Clara menjadi terkenal dalam sekejap, tetapi ini jelas bukan merupakan suatu hal yang baik baginya.


Clara mengambil ponsel itu dari Melisa. Dia melihat-lihat isi postingan tersebut dan kemudian menyeringai. Dia mengira ada cara apa yang dilakukan oleh Elaine dan Rina, ternyata hanya cara murahan saja.

"Clara, kamu tidak benar-benar memiliki anak di luar nikah, kan?" tanya Melisa. "Pada paruh pertama tahun ini, kamu juga tidak begitu sering datang ke kelas. Selain itu, ketika ujian akhir kemarin, kamu juga mengenakan jaket yang sangat tebal, hingga terlihat gendutan."

"Aku mengidap penyakit yang serius waktu itu. Laporan sakit yang dibuat oleh dokter itu mungkin saja salah. Aku disuntik dengan hormon untuk menyembuhkan penyakit ini, hingga akhirnya menjadi gemuk," jawab Clara dengan hati-hati.

Hubungan antara Clara dan Melisa hanya sebatas teman sekamar saja, belum sampai pada tahap bisa saling terbuka satu sama lain.


"Tapi......" Melisa tidak begitu memercayainya. Dia terus menatap Clara.

Dua bulan yang lalu, tubuh Clara begitu gemuk hingga tampak seperti sebuah bola, tetapi sekarang, tubuhnya langsing dan cantik.

"Setelah sembuh, tentu saja aku mati-matian menurunkan berat badan. Lagipula, aku akan magang sebentar lagi," jawab Clara dengan santai sambil mengembalikan ponsel itu kepada Melisa.

"Bagaimana dengan postingan di forum itu?" tanya Melisa dengan cemas.

"Apa kamu akan memberikan penjelasan sendiri? Atau meminta pembuat postingan itu untuk menghapusnya?"

"Biarkan saja, nanti akan terkuak yang sebenarnya. Pihak kampus akan menghapus postingan tersebut kalau masalah itu menjadi besar nanti," jawab Clara.

Tak lama kemudian, pintu kamar asrama itu dibuka oleh seseorang dari luar. Ketua kelas menjulurkan kepalanya ke dalam dan berkata, "Clara, Profesor Dani memintamu untuk datang ke kantornya."

Clara menghela napas. Dia sudah tahu kalau Profesor Dani mencari dirinya pasti karena ingin membicarakan tentang masalah postingan tersebut.

Ada sebuah lapangan besar dan pusat media yang memisahkan area asrama dengan area pengajaran. Clara berjalan selama lebih dari 20 menit sebelum akhirnya tiba di depan pintu kantor Profesor Dani.

Hanya ada Profesor Dani seorang diri di dalam ruangan tersebut. Pria tua yang biasanya ramah itu, sekarang terlihat sangat dingin.

Sebuah komputer di hadapannya terbuka dan tampak sebuah foto besar di layarnya. Clara sama sekali tidak asing dengan foto tersebut. Itu adalah foto pemeriksaannya yang terakhir sebelum masuk ke rumah sakit. Meskipun dia sudah mengenakan topi, masker, dan juga jaket, tetapi siapa pun yang mengenal Clara pasti akan langsung mengetahui kalau itu adalah dirinya.

"Clara, adakah yang ingin kamu sampaikan?" tanya Profesor Dani lembut.

"Apakah pihak kampus akan menerima penjelasanku?" jawabnya santai.

"Tentu saja pihak kampus akan mempertimbangkannya," kata Profesor Dani sambil mengetuk-ngetuk meja, seolah sedang menekan Clara secara tidak langsung.


Clara tidak menunjukkan kepanikan sedikit pun. Nada bicaranya juga tenang.

"Orang yang ada di foto itu memang saya. Saya sedang sakit saat itu, jadi saya sering ke rumah sakit untuk melakukan pengobatan. Tidak ada yang aneh kalau saya difoto di pintu rumah sakit. Saya benar-benar tidak mengerti kenapa foto ini bisa dikaitkan dengan saya memiliki anak di luar nikah."

Pada foto itu, Clara tampak menutupi dirinya rapat-rapat. Dia terbungkus seperti bola karet, hingga perutnya sama sekali tidak terlihat. Dia dapat menyangkal skandal tersebut sepenuhnya.

Di saat seperti ini, dia sangat bersyukur karena ayahnya seorang yang sangat menjaga reputasi, sehingga masalah mengenai anaknya yang di luar pernikahan ini benar-benar bisa ditekan. Sama sekali tidak beredar rumor mengenai hal ini. Foto yang dibuat oleh Rina dan Elaine ini tidak memiliki dampak apapun terhadapnya.


Meski foto tersebut tidak berdampak apa-apa terhadapnya, tetapi tekanan dari opini publik tidak dapat diremehkan.

"Clara, aku sangat ingin memercayaimu, tapi masalah ini telah menjadi besar dan membawa dampak yang sangat buruk bagi universitas. Sesuai dengan peraturan universitas, kamu bisa dikeluarkan dari sini. Tapi pihak kampus menghargai setiap mahasiswa, jadi kamu bisa tetap tinggal di kampus ini dalam pengawasan dan masih bisa lulus tahun depan. Dan tentu saja, kamu tidak bisa memperoleh gelar sebagai lulusan terbaik."

"Belum sampai dua jam postingan tersebut diunggah, pihak kampus sudah mengambil keputusan secepat itu untuk saya? Apa tidak diselidiki terlebih dahulu?" tanya Clara bingung.

Profesor Dani berdeham untuk menyembunyikan rasa canggung, "Pihak kampus memang bertindak sedikit lebih cepat kali ini, tapi ini juga merupakan keputusan yang terbaik untukmu. Clara, aku harap kamu tidak mempersulit pihak kampus maupun para dosen."


Clara mengangguk, seolah telah menerima keputusan tersebut. Kemudian, dia bertanya, "Siapa yang akan menjadi lulusan terbaik?"

Fakultas Penyiaran dan Jurnalistik hanya memiliki satu kuota untuk lulusan terbaik setiap tahun yang dapat direkomendasikan ke stasiun televisi. Oleh karena itu, kuota ini selalu diperebutkan.

Prestasi Clara adalah yang terbaik di fakultasnya. Kuota ini dari semula adalah miliknya. Tetapi sekarang, dia dipaksa untuk melepaskan kuota tersebut. Terlebih, pihak universitas telah memutuskan kandidat yang baru dalam waktu singkat. Sangat jelas bahwa ada seseorang di balik semua ini.

"Tiara dari fakultasmu," jawab Profesor Dani.

Daftar lulusan terbaik akan segera diumumkan. Masalah seperti ini tidak dapat disembunyikan.

"Baiklah," kata Clara sambil berbalik dan meninggalkan kantor itu.


Ketika Clara baru saja menuruni anak tangga di depan gedung tersebut, sebuah mobil Maserati merah berhenti di hadapannya.

Pintu mobil terbuka, kemudian turun seorang wanita yang modis. Dia mengenakan sepatu hak merah, gaun pendek, dan bibirnya merona merah.

"Clara, kebetulan sekali," kata Tiara sambil melepas kacamata hitam dari wajahnya. DIa mengangkat dagunya dan terlihat begitu arogan.

Clara berdiri di atas anak tangga itu. Dia menatapnya dengan tak acuh dan tidak berkata apa-apa.

Tiara berjalan ke hadapannya, kemudian berkata sambil menyeringai: "Clara, aku dengar kamu sudah melahirkan. Aku belum sempat memberimu selamat. Kapan mengadakan perayaan satu bulanan? Jangan lupa untuk mengundang kita."

"Baiklah," jawab Clara dengan tersenyum.

Unduh App untuk lanjut membaca