Bab 7 Tidak Ada Pilihan Lain
by Sarangheo
15:03,Aug 04,2023
"Kalau tidak ada hal yang diluar dugaan, iya." Rudy menjawab dengan datar, sepertinya yang dia terima bukan perusahaan yang sangat besar, melainkan hanya pekerjaan yang biasa saja.
Raymond menghela nafas, setengah tertawa berkata, "Sepertinya kakekmu masih berpikir jernih, menyerahkan perusahaan ke kamu, daripada diserahkan ke cucu emasnya itu. Kalau sampai diserahkan ke cucu emasnya itu, tidak sampai sepuluh tahun, pasti langsung habis."
Selama berpuluh-puluh tahun keluarga Sutedja merupakan keluarga yang kaya, banyak terlibat di pemerintahan dan bisnis, memiliki kedudukan yang tinggi. Sumber kekayaan mereka, berasal dari aset besar Sutedja Group. Demi supaya kakak beradik tidak berebut harta, kakek Sutedja memutuskan untuk memberikan perusahaan kepada anak laki-laki tertua dan cucu laki-laki tertua.
Rudy Sutedja memiliki kakak laki-laki dari ayah yang sama dan ibu yang berbeda, namanya Revaldo Sutedja, lebih tua dari dia 20 tahun.
Saat Revaldo masuk dan bekerja di perusahaan, Rudy masih di bangku taman kanak-kanak. Saat Rudy sudah dewasa, Revaldo sudah bekerja di perusahaan berpuluh-puluh tahun, dia tahu semua tentang perusahaan, jadi dia tidak takut disaingi oleh Rudy.
Tapi, saat Rudy berusia 18 tahun magang di perusahaan, terlihat bakatnya yang luar biasa, beberapa proyek yang dia kerjakan, memberikan hasil yang mengejutkan.
Membuat Revaldo merasa sangat terancam, dengan segala cara membuat agar Rudy pergi keluar negeri. Kalau bukan karena tahun kemarin Revaldo divonis kanker paru-paru stadium akhir, sampai hari ini Rudy tidak akan kembali.
Revaldo memiliki anak laki-laki berusia 25 tahun, namanya Gevin Sutedja, seharusnya, anak Revaldo yang meneruskan posisi ayahnya. Tapi, karena Revaldo tidak mendidik anaknya dengan baik, Gevin menjadi anak nakal yang hanya tahu bersenang-senang, berjudi, melakukan berbagai macam kejahatan, hanya bisa menghabiskan uang.
Raymond melihat Rudy yang acuh tak acuh, mengingatkan, "Pemikiran kakek kamu luas, menjadikan kamu sebagai batu loncatan menyiapkan jalan untuk cucu emasnya. Apalagi, kakakmu tidak akan dengan mudah begitu saja melepaskan, kamu hati-hati sendiri, jangan sampai bekerja keras untuk keuntungan orang lain."
Rudy yang dari tadi memainkan korek api, begitu mendengar ucapan ini gerakannya terhenti, api biru membakar tangannya.
"Tidak perlu buru-buru untuk balas dendam, tunggu saja waktu yang tepat." Mata Rudy yang indah melihat korek api yang dimainkannya.
Saat itu, Revaldo menggunakan berbagai macam cara memaksa Rudy keluar negeri, tidak terasa sudah berlalu selama 10 tahun.
"Oh, apa yang mau kamu lakukan?" Raymond bertanya dengan antusias, seperti seakan sangat menantikan apa yang akan terjadi.
Rudy mengambil rokok dan menyalakan, kepulan asap terbang keatas, dia sedang berpikir.
Beberapa saat kemudian, telepon genggamnya berdering, saat Rudy menerima telepon itu, alisnya berkerut.
"Wilson sedang tidak sehat, aku kembali dulu." Rudy berkata setelah menutup telepon.
Raymond melambaikan tangan. "Ayah yang baik."
Waktu itu, saat mereka tahu Clara hamil, belum sampai 6 bulan masa kehamilan, seharusnya bisa memaksa Clara untuk aborsi. Sepengetahuan Raymond terhadap Rudy, Raymond mengira Rudy tidak akan mau anak itu.
Tapi Rudy malah membiarkan Clara melahirkan anak itu. Benar-benar diluar perkiraan.
Saat Rudy mengambil jasnya, cek yang sudah ditanda tangani Clara jatuh.
Raymond mengambil, melihat nominal yang tertera, bertanya dengan penasaran, "Dapat darimana cek dengan nominal sekecil ini?"
"Ibu Wilson yang memberikan, uang untuk biaya hidup Wilson." Rudy menjawab.
Selesai mendengar Rudy berbicara, Raymond tertawa terbahak-bahak, "Tidak disangka Tuan keempat keluarga Sutedja memiliki potensi bergantung hidup dari wanita."
Setelah mendapatkan kelemahan Roy, suasana hati Clara sangat bagus, tapi, sekembalinya ke rumah keluarga Santoso, suasana hati sebaik apapun jadi hilang.
Baru saja Clara masuk, asbak kristal dilempar ke arahnya, kalau bukan karena Clara menghindar, asbak itu sudah mengenai dirinya.
Asbak itu jatuh pecah di lantai, berserakkan diman-mana.
"Bajingan, apa kamu menyentuh barang kakakmu!" Kemarahan Yanto memuncak.
Clara menghentikkan langkahnya, sama sekali tidak ada ekspresi terkejut. "Papa, aku tidak tahu apa yang papa bicarakan."
"Yanto, sekarang bukan saatnya untuk marah, kalau ada yang mau dibicarakan bisa bicara baik-baik." Setelah Rina menenangkan Yanto, Rina berjalan ke depan Clara, "Clara, tante tanya sama kamu, apa kamu melihat gelang giok kakak kamu?"
"Aku tidak meihat. Tante, kalau tidak ada urusan lain, aku naik ke atas dulu." Selesai bicara Clara melewati dia, mau naik ke lantai atas.
"Kalau begitu aneh, gelang giok itu masa punya kaki bisa jalan sendiri. Santi, Bi Wulan, kalian sudah cari belum?" Rina bertanya.
"Dari lantai atas sampai lantai bawah sudah saya cari semua, kecuali…… kamar non Clara." pembantu yang bernama Santi menjawab dengan menundukkan kepala.
Satu kaki Clara sudah menginjak anak tangga, mendengar ucapan pembantu itu, Clara menoleh, mengerutkan alis dan bertanya, "Tante, apa maksudmu?"
"Clara, tante tahu, Marco bertunangan dengan Elaine, hati kamu tidak senang. Tapi masalah perasaan, siapa yang bisa mengatakan dengan jelas. Elaine juga tidak memiliki pilihan lain."
"Tidak ada pilihan lain? Tante, aku ingat saat itu kamu juga berkata seperti ini ke ibuku, ternyata atas nama cinta, bisa dengan sesuka hati menyakiti orang lain, merusak pernikahan dan keluarga orang lain, orang ketiga suka menggunakan cinta untuk menutupi rasa malunya, tante tidak merasa menodai "cinta"!"
Clara menatap mata Rina, berkata dengan tidak ada rasa segan. Selamanya dia juga tidak akan lupa, saat itu setelah Evi mengetahui pengkhianatan suaminya, bagaimana sedih dan kecewanya.
Raut wajah Rina berubah, Yanto memukul meja dengan keras, "Kurang ajar, seperti ini sikap kamu berbicara dengan orang tua?"
"Pa, jangan maki Clara lagi. Aku dan Marco yang bersalah kepadanya. Tapi, gelang giok itu perhiasan turun temurun keluarga Marco, kalau hilang di tanganku, bagaimana aku menjelaskan ke orang tua Marco, Marco juga pasti akan marah kepadaku……" Elaine menangis.
"Clara, kamu ingat-ingat lagi, apa kamu ambil untuk main-main, kembalikan ke kakak ya? Kalau kamu suka gelang giok, di meja rias kakak masih ada sepasang, kakak bisa berikan ke kamu."
"Clara, kamu jangan keras kepala ya, cepat kembalikan gelang giok itu, kamu lihat kakak kamu sudah menangis sampai seperti ini." Rina menambahkan.
Akting ibu dan anak ini benar-benar luar biasa, berhasil menyudutkan Clara.
Yanto percaya karena Clara tidak suka Elaine bertunangan dengan Marco, Clara mencuri gelang giok itu.
"Bicara omong kosong apa dengannya, cari, kalau sampai ketemu di kamarnya aku lihat apa yang bisa dia katakan."
Yanto memerintah, sekelompok orang langsung masuk ke kamar Clara, beberapa pembantu mencari di lemari.
Clara berdiri di depan pintu, tidak bisa menghentikan, kelihatannya juga tidak bermaksud menghentikan.
"Ketemu, ketemu!" Tidak lama, Santi menemukan kotak perhiasan di laci samping tempat tidur, kemudian, kotak terbuka, di dalamnya benar-benar ada pecahan batu giok, gelang giok itu pecah.
"Gelang giokku!" Elaine berteriak.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved