Bab 3 Katakan saja anak sulung
by Irma W
09:44,Aug 02,2021
Demian sedang sarapan bersama keluarganya. Disela saat mereka ayahnya mengajukan pertanyaan tentang kapan Demian berniat melangsungkan pernikahan. Seketika ibu dan anak itu berhenti makan.
“Kapan kau akan menikahi Sonya? Apa kau sudah menggali latar belakangnya?" tanya Deru.
Deru kemudian meneguk minuman sebelum kembali bicara dan sebelum Demian menjawab.
"Anak ke berapa dia? Ayah berniat menanyakan ini pada Sonya nanti di kantor. Untuk berjaga kita tak melanggar kutukan itu.”
Demian yang mendengar itu sangat marah ia berdiri mengambil segelas air yang ada di hadapnya dan membantingnya.
Pyarrrrr!
Mika dan Deru sangat terkejut dan ikut berdiri. Tak sampai hanya itu kemarahannya, ia mengambil piring makannya dan melemparnya. Demian yang benar-benar muak dengan ocehan ayahnya itu kini sangat marah. Tanpa menjawab apa-apa dia mengambil kunci mobilnya dan melangkah keluar.
“Demian, beraninya kau. Berhenti!” Teriak Deru. Deru tidak menyangka kalau Demian akan melakukan hal tersebut.
Mika yang juga terkejut, hanya bisa mencoba menenangkan sang suami.
”Ayah ingatkan satu hal, jika nanti ayah tahu bahwa Sonya adalah anak pertama maka detik itu juga ayah akan membuat kalian berpisah.” Tegas Deru dengan kemarahan.
Demian tidak menggubris karena sudah keluar dari rumah. Jika biasanya berangkat kantor bersama ayah, kini Demian memilih menyetir mobilnya sendiri.
“Demian!” seru ibunya yang khawatir melihat anaknya pergi dengar kemarahan.
”Biarkan saja anak itu! dia akan pulang dengan sendirinya. Dia bukan anak kecil lagi!" balas Mika yang masih di ruang makan.
Tidak ada seorang ibu yang tidak merasa khawatir saat anaknya pergi dari rumah dengan kemarahan. Takut akan sesuatu terjadi padanya. Begitu yang dirasakan Mika saat ini.
Sesampainya Deru di kantor ia tidak melihat anaknya di sana. Ia juga sempat bertanya kepada para karyawan, namun tak ada yang melihatnya datang. Deru sudah menduganya, ia sangat tahu sifat anaknya itu. Ketika marah Demian selalu pergi seharian dan tak berbicara dengan siapapun dan tak memberitahu kemana ia akan pergi. Perbuatan anaknya itu kini benar-benar membuat Deru sangat marah.
Sonya yang heran kenapa dia tidak datang ke kantor mencoba menghubungi Demian namun tak diangkat olehnya. Hingga sebuah pesan masuk untuknya.
(Ayahku akan memberimu beberapa pertanyaan, jika nantinya dia bertanya padamu kau anak ke berapa maka jawablah kau anak kedua). Begitu bunyi pesan yang Demian kirim.
Melihat pesan itu Sonya mengerutkan dahi sangat bingung. Kenapa Demian menyuruhnya berbohong pada ayahnya? Hatinya mulai gelisah dan banyak pertanyaan yang muncul melayang-layang di otaknya.
"Apa yang Demian maksud?" gumam Sonya sambil meletakkan ponselnya di atas meja.
Disaat pikirannya kini sedang kacau, benar yang dikatakan Demian dalam pesan singkat itu, Ratih datang dengan wajah gelisah.
“Tuan Deru memanggilmu. Pergilah ke ruangannya sekarang. Beliau sudah menunggumu.” Ucapan Ratih membuat jantung Sonya berdegup dengan kencang.
Tanpa berpikir panjang Sonya langsung pergi menuju ruangan Deru calon ayah mertuanya itu.
Sonya sudah berada diruangan Deru. Wajah Deru seperti polisi yang sedang menginterogasi seorang tersangka. Badan Sonya gemetar ketakutan. Untuk pertama kalinya ia dipanggil seperti ini. Sonya tak biasa menunjukkan wajahnya, ia terus menghadap ke lantai.
Deru menyuruhnya untuk duduk. Sonya kemudian duduk tepat di hadapan Deru, kondisi itu membuat badanya makin gemetar.
“Kau akan menikah dengan putra tunggalku, aku sudah tahu tentang status keluargamu dan tak akan mempermasalahkannya. Aku hanya ingin memastikan satu hal padamu.” Deru berkata dengan lantang tanpa jeda sedikitpun.
Sonya hanya diam sambil menelan paksa salivanya.
“Berapa bersaudara dalam keluargamu?” pertanyaan pertama dari Deru sudah di layangkan pada Sonya.
“A-akuu…” Sonya terbata-bata. Sonya sangat bingung harus menjawab apa dia punya satu adik perempuan, tapi ia mengingat pesan dari Demian bahwa dia harus mengaku sebagai anak kedua. Kini pikirannya benar-benar kacau.
“Jawab saja, jangan takut!” seru Deru dengan nada lebih santai untuk mengurangi rasa grogi Sonya.
“Aku tiga bersaudara, Tuan. Kakakku sudah menikah dan ikut suaminya di luar kota. Adikku bekerja menjadi shef." Meski gugup dan takut, sebisa mungkin Sonya menjawab dengan tenang.
“Berarti kau anak kedua?” tanya Deru dengan wajah yang mulai berubah mendengar pernyataan Sonya yang mengaku dia adalah anak kedua.
“I-iya, Tuan.” Jawab Sonya gugup.
Deru membuang napas dan kemudian duduk bersandar pada kursi putarnya. “Aku sudah mendapat jawaban yang aku inginkan, kau bisa keluar dari ruanganku.”
Sonya langsung pergi dari sana. Keluar dari ruangan Deru ia bisa bernafas lega. Rasa takut dalam hatinya seketika menghilang dan badannya sudah tak bergetar lagi.
Meski Sonya penasaran dengan apa yang terjadi dengan semua ini, ia kemudian menepis dan mengabaikan.
Sampai di tempat kerjanya karyawan lain datang dan menanyainya apa yang ia lakukan di ruangan Deru.
“Apa yang kau lakukan disana?” Tanya salah satu karyawannya itu.
Sonya tak memperdulikan itu. “Lebih baik kalian kembali bekerja dari pada mengurusi urusan orang lain,” ucap teman Sonya, Ratih.
Semua pun bubar dan kembali ke tempat kerja masing-masing.
Ratih juga tak berani bertanya pada Sonya. Saat ini melihat wajah Sonya yang kelihatan sedang frustrasi itu, membuat Ratih jadi kasihan.
Dalam pikiran Sonya kini ia harus segera bertemu dengan Demian dan menanyakan semua ini padanya. Ia terus menghubunginya tapi tak dijawab. Sonya sangat kesal pada Demian berulang kali ia menelefonnya namun tak sekalipun Demian angkat padahal sambungan jelas terhubung.
“Dimana Demian? kenapa dia tidak mengangkat telefonku?” Sonya menggerutu dan melempar ponselnya ke meja kerjanya.
Disisi lain Sonya yang sedang kesal, Deru sudah merasa lega. Dia kini tak perlu mengkhawatirkan soal kutukan itu.
Di sela pekerjaan, pesan masuk ke ponsel Sonya.
(Aku akan menjemputmu ke kantor setelah jam kerjamu selesai.)
Pesan itu membuat Sonya kesal.
(Dimana kamu sekarang? Kenapa tidak angkat telefonku?)
Sonya membalas pesan itu dengan kesal. Sonya hanya bisa menghela nafas frustrasi dan kembali melempar ponselnya.
Sonya sandarkan badanya di kursinya. Ia kini benar-benar ingin segera tahu apa yang sebenarnya terjadi. Ratih yang melihat temannya kesal segera menghampiri dan duduk di sampingnya.
“Apa kau baik-baik saja?” tanya Ratih sambil memegang pundak Sonya yang sedang bersender di kursinya itu.
”Aku baik-baik saja, aku hanya kesal. Demian dari tadi tidak mengangkat telfonku sama sekali padahal aku sudah menelfonya berkali-kali.” Jelas Sonya dengan wajah penuh keputusasaan.
“kau sudah mencoba mengirim pesan untuknya?” Ratih kembali bertanya pada Sonya.
“Sebenarnya dia sudah mengirim pesan untukku, dia juga akan menjemputku setelah pulang bekerja.” Jelas Sonya.
“Lalu kenapa kau masih kesal? Sudahlah jangan pikirkan lagi.” Ratih menepuk pundak Sonya dan berlalu pergi kembali ke meja kerjanya yang tepat berada Disamping Sonya.
Rasa kesal di hatinya sudah sedikit menghilang. Dia sudah tidak sabar bertemu dengan Demian, berkali-kali ia menengok jam di tangannya berharap waktu bias menunjukkan waktu jam pulangnya.
***
“Kapan kau akan menikahi Sonya? Apa kau sudah menggali latar belakangnya?" tanya Deru.
Deru kemudian meneguk minuman sebelum kembali bicara dan sebelum Demian menjawab.
"Anak ke berapa dia? Ayah berniat menanyakan ini pada Sonya nanti di kantor. Untuk berjaga kita tak melanggar kutukan itu.”
Demian yang mendengar itu sangat marah ia berdiri mengambil segelas air yang ada di hadapnya dan membantingnya.
Pyarrrrr!
Mika dan Deru sangat terkejut dan ikut berdiri. Tak sampai hanya itu kemarahannya, ia mengambil piring makannya dan melemparnya. Demian yang benar-benar muak dengan ocehan ayahnya itu kini sangat marah. Tanpa menjawab apa-apa dia mengambil kunci mobilnya dan melangkah keluar.
“Demian, beraninya kau. Berhenti!” Teriak Deru. Deru tidak menyangka kalau Demian akan melakukan hal tersebut.
Mika yang juga terkejut, hanya bisa mencoba menenangkan sang suami.
”Ayah ingatkan satu hal, jika nanti ayah tahu bahwa Sonya adalah anak pertama maka detik itu juga ayah akan membuat kalian berpisah.” Tegas Deru dengan kemarahan.
Demian tidak menggubris karena sudah keluar dari rumah. Jika biasanya berangkat kantor bersama ayah, kini Demian memilih menyetir mobilnya sendiri.
“Demian!” seru ibunya yang khawatir melihat anaknya pergi dengar kemarahan.
”Biarkan saja anak itu! dia akan pulang dengan sendirinya. Dia bukan anak kecil lagi!" balas Mika yang masih di ruang makan.
Tidak ada seorang ibu yang tidak merasa khawatir saat anaknya pergi dari rumah dengan kemarahan. Takut akan sesuatu terjadi padanya. Begitu yang dirasakan Mika saat ini.
Sesampainya Deru di kantor ia tidak melihat anaknya di sana. Ia juga sempat bertanya kepada para karyawan, namun tak ada yang melihatnya datang. Deru sudah menduganya, ia sangat tahu sifat anaknya itu. Ketika marah Demian selalu pergi seharian dan tak berbicara dengan siapapun dan tak memberitahu kemana ia akan pergi. Perbuatan anaknya itu kini benar-benar membuat Deru sangat marah.
Sonya yang heran kenapa dia tidak datang ke kantor mencoba menghubungi Demian namun tak diangkat olehnya. Hingga sebuah pesan masuk untuknya.
(Ayahku akan memberimu beberapa pertanyaan, jika nantinya dia bertanya padamu kau anak ke berapa maka jawablah kau anak kedua). Begitu bunyi pesan yang Demian kirim.
Melihat pesan itu Sonya mengerutkan dahi sangat bingung. Kenapa Demian menyuruhnya berbohong pada ayahnya? Hatinya mulai gelisah dan banyak pertanyaan yang muncul melayang-layang di otaknya.
"Apa yang Demian maksud?" gumam Sonya sambil meletakkan ponselnya di atas meja.
Disaat pikirannya kini sedang kacau, benar yang dikatakan Demian dalam pesan singkat itu, Ratih datang dengan wajah gelisah.
“Tuan Deru memanggilmu. Pergilah ke ruangannya sekarang. Beliau sudah menunggumu.” Ucapan Ratih membuat jantung Sonya berdegup dengan kencang.
Tanpa berpikir panjang Sonya langsung pergi menuju ruangan Deru calon ayah mertuanya itu.
Sonya sudah berada diruangan Deru. Wajah Deru seperti polisi yang sedang menginterogasi seorang tersangka. Badan Sonya gemetar ketakutan. Untuk pertama kalinya ia dipanggil seperti ini. Sonya tak biasa menunjukkan wajahnya, ia terus menghadap ke lantai.
Deru menyuruhnya untuk duduk. Sonya kemudian duduk tepat di hadapan Deru, kondisi itu membuat badanya makin gemetar.
“Kau akan menikah dengan putra tunggalku, aku sudah tahu tentang status keluargamu dan tak akan mempermasalahkannya. Aku hanya ingin memastikan satu hal padamu.” Deru berkata dengan lantang tanpa jeda sedikitpun.
Sonya hanya diam sambil menelan paksa salivanya.
“Berapa bersaudara dalam keluargamu?” pertanyaan pertama dari Deru sudah di layangkan pada Sonya.
“A-akuu…” Sonya terbata-bata. Sonya sangat bingung harus menjawab apa dia punya satu adik perempuan, tapi ia mengingat pesan dari Demian bahwa dia harus mengaku sebagai anak kedua. Kini pikirannya benar-benar kacau.
“Jawab saja, jangan takut!” seru Deru dengan nada lebih santai untuk mengurangi rasa grogi Sonya.
“Aku tiga bersaudara, Tuan. Kakakku sudah menikah dan ikut suaminya di luar kota. Adikku bekerja menjadi shef." Meski gugup dan takut, sebisa mungkin Sonya menjawab dengan tenang.
“Berarti kau anak kedua?” tanya Deru dengan wajah yang mulai berubah mendengar pernyataan Sonya yang mengaku dia adalah anak kedua.
“I-iya, Tuan.” Jawab Sonya gugup.
Deru membuang napas dan kemudian duduk bersandar pada kursi putarnya. “Aku sudah mendapat jawaban yang aku inginkan, kau bisa keluar dari ruanganku.”
Sonya langsung pergi dari sana. Keluar dari ruangan Deru ia bisa bernafas lega. Rasa takut dalam hatinya seketika menghilang dan badannya sudah tak bergetar lagi.
Meski Sonya penasaran dengan apa yang terjadi dengan semua ini, ia kemudian menepis dan mengabaikan.
Sampai di tempat kerjanya karyawan lain datang dan menanyainya apa yang ia lakukan di ruangan Deru.
“Apa yang kau lakukan disana?” Tanya salah satu karyawannya itu.
Sonya tak memperdulikan itu. “Lebih baik kalian kembali bekerja dari pada mengurusi urusan orang lain,” ucap teman Sonya, Ratih.
Semua pun bubar dan kembali ke tempat kerja masing-masing.
Ratih juga tak berani bertanya pada Sonya. Saat ini melihat wajah Sonya yang kelihatan sedang frustrasi itu, membuat Ratih jadi kasihan.
Dalam pikiran Sonya kini ia harus segera bertemu dengan Demian dan menanyakan semua ini padanya. Ia terus menghubunginya tapi tak dijawab. Sonya sangat kesal pada Demian berulang kali ia menelefonnya namun tak sekalipun Demian angkat padahal sambungan jelas terhubung.
“Dimana Demian? kenapa dia tidak mengangkat telefonku?” Sonya menggerutu dan melempar ponselnya ke meja kerjanya.
Disisi lain Sonya yang sedang kesal, Deru sudah merasa lega. Dia kini tak perlu mengkhawatirkan soal kutukan itu.
Di sela pekerjaan, pesan masuk ke ponsel Sonya.
(Aku akan menjemputmu ke kantor setelah jam kerjamu selesai.)
Pesan itu membuat Sonya kesal.
(Dimana kamu sekarang? Kenapa tidak angkat telefonku?)
Sonya membalas pesan itu dengan kesal. Sonya hanya bisa menghela nafas frustrasi dan kembali melempar ponselnya.
Sonya sandarkan badanya di kursinya. Ia kini benar-benar ingin segera tahu apa yang sebenarnya terjadi. Ratih yang melihat temannya kesal segera menghampiri dan duduk di sampingnya.
“Apa kau baik-baik saja?” tanya Ratih sambil memegang pundak Sonya yang sedang bersender di kursinya itu.
”Aku baik-baik saja, aku hanya kesal. Demian dari tadi tidak mengangkat telfonku sama sekali padahal aku sudah menelfonya berkali-kali.” Jelas Sonya dengan wajah penuh keputusasaan.
“kau sudah mencoba mengirim pesan untuknya?” Ratih kembali bertanya pada Sonya.
“Sebenarnya dia sudah mengirim pesan untukku, dia juga akan menjemputku setelah pulang bekerja.” Jelas Sonya.
“Lalu kenapa kau masih kesal? Sudahlah jangan pikirkan lagi.” Ratih menepuk pundak Sonya dan berlalu pergi kembali ke meja kerjanya yang tepat berada Disamping Sonya.
Rasa kesal di hatinya sudah sedikit menghilang. Dia sudah tidak sabar bertemu dengan Demian, berkali-kali ia menengok jam di tangannya berharap waktu bias menunjukkan waktu jam pulangnya.
***
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved