Bab 10 Kelemah Lembutan Andika
by Athifa
08:00,Jan 01,1970
Bab 10 Kelemah Lembutan Andika
"Ha? Berusaha untuk melawan ya?" Andika kaget, lalu tertawa mengejek, jelas sekali dia tidak percaya Olivia akan melakukan kata-katanya. Ia menghina, "Kau lakukan saja! Aku mau lihat sampai kapan kau sanggup bersandiwara seperti ini!"
Olivia menggertakkan gigi. Ia membelalakkan matanya terhadap Andika, kemudian dengan cepat ia berbalik badan menghadap tiangitu dan benar-benar membenturkan dirinya.
Bum… terdengar bunyi benturan. Andika melihat Olivia didepannya terhuyung jatuh ke tanah, sementara permukaan tiang itu terlihat noda merah darah.
"AAAAAHHH!!!"
"Ya ampun!!! Cepat tolong!!!"
Para pelayan wanita memekik ketakutan. Pelayan wanita yang berdiri disamping tiang itu terkena cipratan darah, ia lebih lagi memekik dengan keras.
"Tutup mulut!" Andika berteriak pada mereka semua dengan suaranya yang rendah. Di matanya terpancar kemarahan. Atas perintahnya, para pelayan wanita segera menahan suaranya dengan menutup mulut rapat-rapat.
Melihat wanita yang terjatuh di lantai ini, hatinya gelisah. Gadis ini benar-benar berani untuk membenturkan diri di depan matanya! Apakah itu berarti, dia bukan gadis kotor yang selama ini dipikirkannya?
Tapi gadis itu jelas-jelas tidak perawan lagi!
Memikirkan hal ini, hati Andika makin gelisah. Perasaannya tak menentu, membuatnya tiba-tiba kebingungan.
"Cepat panggil dokter! Jika gadis ini tidak bisa selamat, kalian satupun tidak akan selamat. Andika menggertakkan giginya. Kemudian ia berjalan, memeluk Olivia yang terbaring di lantai, dan membawanya ke kamar.
Tidak tahu sudah berapa lama ia pingsan, Olivia pelan-pelan membuka matanya. Ia masih belum bisa melihat jelas pemandangan didepannya, ia merasa rasa sakit dahinya telah menyebar ke seluruh kepalanya. Sangat sakit.
"Nyonya, anda sudah bangun?"
Olivia kesusahan untuk mengontrol dirinya untuk bangun. Dia memalingkan kepalanya, yang berbicara adalah pelayan wanita yang masih remaja. Tempat dia berada sekarang adalah kamarnya sendiri itu.
Pelayan wanita itu berjalan maju, ingin membantunya berganti pakaian, tapi dia tidak ingin dibantu. Olivia bertanya, "Dia dimana?"
Dia?
Pelayan wanita itu terdiam, kemudian berkata, "Nyonya, tuan muda sedang ada di ruang tamu. Ini adalah perintah dia. Setelah anda sadar, saya harus membantu anda berganti pakaian, baru membawa anda turun."
Begitu tidak sabarnya ingin bertemu, demi menghinanya? Olivia tertawa curiga.
Setelah berganti pakaian, Olivia dibantu turun oleh pelayan wanita itu. Ia melihat Andika yang sedang duduk di atas sofa. Tanpa dicegah, ia mendengar pria itu menaikkan alisnya bertanya, "Lukamu tidak apa-apa?"
Olivia bengong. Apa dia mengkhawatirkanku?!
"Kenapa? Tidak ingin pulang lagi?" Melihat Olivia yang bengong, ekspresi Andika yang awalnya sudah ramah pelan-pelan kembali dingin.
"Kau… Kau ingin membawaku pulang kerumah?" Olivia kaget, tapi tetap waspada. Andika bukannya tidak ingin melepasnya, bahkan menyuruhnya untuk memuaskan dia?!
"Ayok!"
Tidak peduli apa yang dipikirkan Olivia, Andika langsung berdiri, membalikkan tubuhnya dan pergi. Gerakannya mudah, sama sekali tidak terlihat dia sedang keberatan.
Olivia terdiam, saat ini dia tidak dapat bereaksi. Tapi kemudian ia segera mengucapkan terima kasih pada pelayan wanita yang telah membantunya turun, dan cepat-cepat mengejar pria itu.
"Tunggu aku!" Olivia berteriak memanggil.
Setelah keluar dari pintu bersama dengan Andika, Olivia melihat mobil Rolls-Royce yang terparkir di pekarangan.
Melihat dia akan segera naik mobil, agar tidak ketinggalan, ia segera mengikuti. Tapi karena terlalu bersemangat. Kakinya keseleo, ia hampir jatuh ke tanah!
"Ahh…"
Belum sempat berteriak, ia merasa dirinya jatuh di dada yang tegap, hidungnya mencium aroma tembakau dan parfum pria impor dari Prancis Givenchy.
"Hati-hati!" ucap Andika. Nadanya walaupun tidak lembut, tapi tidak sedingin sebelumnya.
"Tidak, tidak apa-apa. Aku hanya… sedikit pusing…" Olivia mendorong Andika sambil melambaikan tangannya dan berkata.
Raut wajah Andika yang barusan didorong berubah suram. Sebenarnya ia ingin merentangkan tangan untuk menolong gadis itu, tapi begitu teringat akan luka sang gadis, ia menahan tangannya dan langsung membuka pintu mobil. Dengan dingin ia berkata, "Masuklah!"
Didalam mobil, Olivia dan Andika duduk bersama di kursi belakang. Sang supir yang membawa mobilnya. Olivia sedikit tidak tenang dan kaku.
Andika juga tidak berbicara dengannya, suasana di dalam mobil begitu aneh dan kikuk.
Teringat akan kejadian yang barusan terjadi, Olivia yang merasa sedikit tidak enak akhirnya buka suara, "Andika. Kau barusan… kenapa mau menolongku? Kau mengkhawatirkanku? "
Khawatir? Konyol sekali!
Andika memandang sekilas Olivia, ia mulai tertawa mengejek.
Dia menyelamatkan Olivia hanya agar dapat menyiksanya lebih lagi! Bagaimana mungkin… mengkhawatirkannya? Wanita ini, terlalu berperasaan!
"Andika?"Olivia melihat Andika tidak menjawab, karena itu ia menyebut namanya lagi.
Bibirnya yang tipis pelan-pelan mengucapkan dua kalimat, "Tutup mulut!"
Oliviaterkejut, karena ketakutan ia tutup mulut dan duduk diam. Tapi kemudian ia teringat akan perbuatannya tadi pagi dan semalam, perasaan nyamannya kemudian hilang sama sekali.
Pria yang seperti iblis ini, bisa saja tiba-tiba pura-pura lembut agar makin menyiksanya!
Tanpa berpikir panjang, Olivia yang semalaman tidak cukup tidur dalam posisi duduk di mobil merasa kepalanya pusing, ia ingin segera tidur.
Awalnya ia tidur bersandar pada kaca jendela mobil, tapi karena tubuhnya merasa tidak nyaman, Olivia mengubah posisinya pelan-pelan bersandar di paha Andika.
Olivia yang sedang pusing hanya merasa benda di bawah kepalanya sangat nyaman, dia bahkan menggosok pahanya. Alis Andika seketika terangkat, melihat wajah Olivia, perlahan ia merasa hangat.
Wanita ini benaran tidur atau pura-pura tidur? Bergairah seperti ini, tahukah dia?
"Ha? Berusaha untuk melawan ya?" Andika kaget, lalu tertawa mengejek, jelas sekali dia tidak percaya Olivia akan melakukan kata-katanya. Ia menghina, "Kau lakukan saja! Aku mau lihat sampai kapan kau sanggup bersandiwara seperti ini!"
Olivia menggertakkan gigi. Ia membelalakkan matanya terhadap Andika, kemudian dengan cepat ia berbalik badan menghadap tiangitu dan benar-benar membenturkan dirinya.
Bum… terdengar bunyi benturan. Andika melihat Olivia didepannya terhuyung jatuh ke tanah, sementara permukaan tiang itu terlihat noda merah darah.
"AAAAAHHH!!!"
"Ya ampun!!! Cepat tolong!!!"
Para pelayan wanita memekik ketakutan. Pelayan wanita yang berdiri disamping tiang itu terkena cipratan darah, ia lebih lagi memekik dengan keras.
"Tutup mulut!" Andika berteriak pada mereka semua dengan suaranya yang rendah. Di matanya terpancar kemarahan. Atas perintahnya, para pelayan wanita segera menahan suaranya dengan menutup mulut rapat-rapat.
Melihat wanita yang terjatuh di lantai ini, hatinya gelisah. Gadis ini benar-benar berani untuk membenturkan diri di depan matanya! Apakah itu berarti, dia bukan gadis kotor yang selama ini dipikirkannya?
Tapi gadis itu jelas-jelas tidak perawan lagi!
Memikirkan hal ini, hati Andika makin gelisah. Perasaannya tak menentu, membuatnya tiba-tiba kebingungan.
"Cepat panggil dokter! Jika gadis ini tidak bisa selamat, kalian satupun tidak akan selamat. Andika menggertakkan giginya. Kemudian ia berjalan, memeluk Olivia yang terbaring di lantai, dan membawanya ke kamar.
Tidak tahu sudah berapa lama ia pingsan, Olivia pelan-pelan membuka matanya. Ia masih belum bisa melihat jelas pemandangan didepannya, ia merasa rasa sakit dahinya telah menyebar ke seluruh kepalanya. Sangat sakit.
"Nyonya, anda sudah bangun?"
Olivia kesusahan untuk mengontrol dirinya untuk bangun. Dia memalingkan kepalanya, yang berbicara adalah pelayan wanita yang masih remaja. Tempat dia berada sekarang adalah kamarnya sendiri itu.
Pelayan wanita itu berjalan maju, ingin membantunya berganti pakaian, tapi dia tidak ingin dibantu. Olivia bertanya, "Dia dimana?"
Dia?
Pelayan wanita itu terdiam, kemudian berkata, "Nyonya, tuan muda sedang ada di ruang tamu. Ini adalah perintah dia. Setelah anda sadar, saya harus membantu anda berganti pakaian, baru membawa anda turun."
Begitu tidak sabarnya ingin bertemu, demi menghinanya? Olivia tertawa curiga.
Setelah berganti pakaian, Olivia dibantu turun oleh pelayan wanita itu. Ia melihat Andika yang sedang duduk di atas sofa. Tanpa dicegah, ia mendengar pria itu menaikkan alisnya bertanya, "Lukamu tidak apa-apa?"
Olivia bengong. Apa dia mengkhawatirkanku?!
"Kenapa? Tidak ingin pulang lagi?" Melihat Olivia yang bengong, ekspresi Andika yang awalnya sudah ramah pelan-pelan kembali dingin.
"Kau… Kau ingin membawaku pulang kerumah?" Olivia kaget, tapi tetap waspada. Andika bukannya tidak ingin melepasnya, bahkan menyuruhnya untuk memuaskan dia?!
"Ayok!"
Tidak peduli apa yang dipikirkan Olivia, Andika langsung berdiri, membalikkan tubuhnya dan pergi. Gerakannya mudah, sama sekali tidak terlihat dia sedang keberatan.
Olivia terdiam, saat ini dia tidak dapat bereaksi. Tapi kemudian ia segera mengucapkan terima kasih pada pelayan wanita yang telah membantunya turun, dan cepat-cepat mengejar pria itu.
"Tunggu aku!" Olivia berteriak memanggil.
Setelah keluar dari pintu bersama dengan Andika, Olivia melihat mobil Rolls-Royce yang terparkir di pekarangan.
Melihat dia akan segera naik mobil, agar tidak ketinggalan, ia segera mengikuti. Tapi karena terlalu bersemangat. Kakinya keseleo, ia hampir jatuh ke tanah!
"Ahh…"
Belum sempat berteriak, ia merasa dirinya jatuh di dada yang tegap, hidungnya mencium aroma tembakau dan parfum pria impor dari Prancis Givenchy.
"Hati-hati!" ucap Andika. Nadanya walaupun tidak lembut, tapi tidak sedingin sebelumnya.
"Tidak, tidak apa-apa. Aku hanya… sedikit pusing…" Olivia mendorong Andika sambil melambaikan tangannya dan berkata.
Raut wajah Andika yang barusan didorong berubah suram. Sebenarnya ia ingin merentangkan tangan untuk menolong gadis itu, tapi begitu teringat akan luka sang gadis, ia menahan tangannya dan langsung membuka pintu mobil. Dengan dingin ia berkata, "Masuklah!"
Didalam mobil, Olivia dan Andika duduk bersama di kursi belakang. Sang supir yang membawa mobilnya. Olivia sedikit tidak tenang dan kaku.
Andika juga tidak berbicara dengannya, suasana di dalam mobil begitu aneh dan kikuk.
Teringat akan kejadian yang barusan terjadi, Olivia yang merasa sedikit tidak enak akhirnya buka suara, "Andika. Kau barusan… kenapa mau menolongku? Kau mengkhawatirkanku? "
Khawatir? Konyol sekali!
Andika memandang sekilas Olivia, ia mulai tertawa mengejek.
Dia menyelamatkan Olivia hanya agar dapat menyiksanya lebih lagi! Bagaimana mungkin… mengkhawatirkannya? Wanita ini, terlalu berperasaan!
"Andika?"Olivia melihat Andika tidak menjawab, karena itu ia menyebut namanya lagi.
Bibirnya yang tipis pelan-pelan mengucapkan dua kalimat, "Tutup mulut!"
Oliviaterkejut, karena ketakutan ia tutup mulut dan duduk diam. Tapi kemudian ia teringat akan perbuatannya tadi pagi dan semalam, perasaan nyamannya kemudian hilang sama sekali.
Pria yang seperti iblis ini, bisa saja tiba-tiba pura-pura lembut agar makin menyiksanya!
Tanpa berpikir panjang, Olivia yang semalaman tidak cukup tidur dalam posisi duduk di mobil merasa kepalanya pusing, ia ingin segera tidur.
Awalnya ia tidur bersandar pada kaca jendela mobil, tapi karena tubuhnya merasa tidak nyaman, Olivia mengubah posisinya pelan-pelan bersandar di paha Andika.
Olivia yang sedang pusing hanya merasa benda di bawah kepalanya sangat nyaman, dia bahkan menggosok pahanya. Alis Andika seketika terangkat, melihat wajah Olivia, perlahan ia merasa hangat.
Wanita ini benaran tidur atau pura-pura tidur? Bergairah seperti ini, tahukah dia?
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved