Bab 2 Wanita yang terluka

by Nayya_Phrustazie 13:37,Jan 03,2021
Dubrak ....
Tiba-tiba saja pintu terbuka dengan keras. Alea yang sedang memegang tangan wanita itu sampai terlonjak kaget hingga ia beringsut mundur.

Ada seorang pria bertubuh tegap berdiri di pintu. Matanya yang berwarna kuning cerah langsung menggelap dengan tatapan tajam ke arah Alea hingga ia bergidik ngeri. Pria itu segera mendobrak pintu ketika mendengar suara meminta tolong.

"Apa yang kau lakukan?" teriak pria berambut coklat itu dengan nada menuduh. Tatapannya begitu tajam dan mematikan.

Alea segera beringsut menjauh dari wanita yang tergeletak di lantai, menyadari kemungkinan besar pria yang ada di sana telah salah paham dengan apa yang terjadi.

"Aku ... aku tidak tahu apa yang terjadi," sahut Alea dengan tubuh gemetar. Telapak tangan yang menyentuh lantai keramik mengeluarkan keringat dingin begitu deras.

Pria tersebut langsung membelalakkan matanya ketika melihat wanita yang ada di depan Alea. Ia pun segera menghampiri wanita yang terbaring dan sudah tidak sadarkan diri. Ia terkejut melihat banyaknya darah yang menodai gaunnya.
"Esme, apa yang terjadi padamu?" teriak pria itu sambil membaringkan kepala sang wanita di pangkuannya. Berulang kali mengguncang tubuhnya namun wanita itu tidak bergerak sama sekali.

Pria itu menggenggam erat tangan sang wanita kemudian menciumnya berungkali.
"Esme, aku mohon bertahanlah," ucap pria itu dengan sendu.

"Tuan, apa yang terjadi pada Nona Esme?" ujar pria yang baru saja masuk. Tak kalah terkejutnya dengan pria tadi.

"Erick, segera siapkan mobil dan urus wanita itu agar jangan sampai kabur. Aku akan membuat perhitungan dengannya." Pria yang bernama Darel itu menatap dengan penuh amarah ke arah Alea yang meringkuk di sudut karena ketakutan.

"Baik, Tuan," jawab Erick yang langsung menghubungi seseorang untuk segera menyiapkan mobil.

Darel segera membopong tubuh wanita yang ternyata bernama Esme. Dengan langkah lebar segera membawanya keluar dari kamar itu.

Alea perlahan meraih tongkatnya kemudian berdiri. Dia tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Pikirannya belum bisa mencerna dengan baik apa yang sudah terjadi. Ia masih merasa seperti bermimpi akan hal itu.

"Kalian berdua, bawa dia ke lantai atas!" peringkat Erick pada anak buahnya.

"Tunggu, jangan mendekat!" sergah Alea dengan wajah ketakutan melihat dua pria yang berjalan ke arahnya. Mereka memiliki tubuh yang kekar serta tampang yang seram.

Kedua pria itu sama sekali tidak peduli dengan perintah gadis itu. Dengan kasar tangan Alea langsung di tarik secara paksa oleh kedua pria itu.
"Lepaskan! apa yang akan kalian lakukan?" Alea mencoba memberontak sekuat tenaga hingga tongkatnya terlepas. Namun kekuatan tangannya tidak sebanding dengan cekalan kedua pria kekar itu. Menyebabkan warna kulitnya memerah karena terlalu kuat.

"Jangan harap bisa lepas karena kau telah mencoba untuk mencelakai calon istri Tuan Darel," ucap Erick.

"Tunggu, Tuan. Aku tidak melakukan apapun," ucap Alea dengan nada memelas serta mata yang sudah berkaca-kaca.

"Jika kau ingin membela diri sebaiknya nanti saja," ucap Erick dengan datar.
"Cepat seret dan kurung dia di lantai atas!" perintah Erick pada anak buahnya.

"Baik, Tuan."

Kedua pria kekar itu menyeret Alea dengan paksa menuju ke lantai dua, hingga kaki kanannya yang belum sembuh total pasca mengalami patah tulang terasa nyeri kembali.

Alea tidak bisa berbuat banyak, gadis itu hanya bisa memberontak dengan tenaga lemah yang tidak ada dibandingannya dua pria itu.

Setelah sampai di lantai atas, Alea di lemparkan ke sebuah kamar dan pintu langsung di tutup dengan rapat.

"Tolong, lepaskan aku!" teriak Alea yang terduduk di lantai. Air mata tak kuasa ia bendung lagi. Ia begitu ketakutan dengan apa yang kemungkinan menimpa hidupnya.

Alea berusaha bangkit dengan berpegangan pada dinding kemudian menggedor-nggedor pintu. Meski kakinya teramat sakit tapi Alea terus berusaha bertahan berdiri. Namun usahanya sia-sia karena tidak mungkin ada yang mendengarnya. Apalagi mau membukakan pintu untuknya.

Alea merosot ke lantai karena kakinya tak mampu lagi menopang beban tubuhnya terlalu lama. Ia mulai mengusap kaki kanannya yang terasa sangat nyeri kemudian mengembusnya pelan.

Setelah mulai sedikit reda, Alea menggeser tubuhnya mendekati ranjang. Ia berusaha untuk naik ke atas ranjang dengan tubuh yang gemetar karena lantainya begitu dingin membuat tubuhnya tidak tahan. Dengan susah payah akhirnya Alea berhasil naik ke ranjang.

Dari siang hingga malam tidak ada seorangpun yang membuka pintu dan melihat keadaan Alea. Meski ada jendela yang terbuka namun disana terdapat besi sehingga tidak memungkinkan bagi gadis itu untuk ke luar.

Terlebih lagi tongkatnya tidak ada sehingga membuat Alea semakin kesulitan untuk berjalan.

Alea terus menangis hingga merasa lelah. Ditambah perutnya sakit karena menahan lapar, Alea memilih memejamkan matanya. Berharap itu semua hanyalah mimpi dan ketika terbangun ia sudah berada di rumah bibi Diana.

================================

Rumah Sakit Beaujon, Paris

Darel tengah berdiri di depan sebuah ruang operasi sembari berjalan mondar-mandir dengan perasaan gelisah dan tidak tenang. Tangannya mengepal dengan sangat erat. Sorot matanya mematikan dan begitu tajam.

"Esme, kau harus tetap bertahan," ujar Darel yang sudah menghentikan langkahnya. Kini tubuhnya menghadap ke di dinding. Untuk melampiaskan amarahnya pada Alea yang diduga sudah mencelakai Esme, kepalan tangan Darrel meninju dinding dengan begitu kuat.

"Tuan, bagaimana keadaan Nona Esme?" tanya Erick yang baru saja tiba di rumah sakit. Nafasnya terengah-engah karena terburu-buru untuk datang ke rumah sakit.

Dare tetap bergeming tanpa menolehkan tubuhnya ke belakang sama sekali. Berusaha menahan rasa amarahnya kini sudah memuncak.
"Jika sampai terjadi sesuatu pada Esme, aku akan membuat perhitungan pada gadis itu. Aku akan membuatnya untuk hidup dengan rasa bersalah," ucap Darel dengan nada dingin. Tidak akan pernah main-main dengan ucapannya.

Setelah beberapa saat barulah Darel membalikkan tubuhnya.

"Gadis itu sudah kami kurung, Tuan." Erick tidak berani menatap bosnya. Tubuhnya merinding ketika melihat tatapan tajam dari seorang mantan mafia yang tidak memiliki belas kasihan.

Darel tadinya adalah seorang mafia kejam tanpa belas kasihan sebelum akhirnya bertemu dengan sosok Esme yang mampu mengubah segalanya. Demi Esme apapun akan Darel lakukan termasuk meninggalkan dunia kelamnya. Hingga sekarang Darel menjadi seorang CEO di perusahaannya sendiri.

Besok Darel dan Esme akan melangsungkan pernikahan. Hari bahagia yang sudah Darel nantikan sejak lama. Karena sangat sulit meluluhkan hati Esme agar bersedia menjadi istrinya. Namun hari bahagia itu sepertinya harus tertunda.

"Cari tahu siapa sebenarnya gadis itu," ucap Darel sembari menggertakan giginya kuat-kuat.

"Menurut penjaga dia hanyalah gadis yang mengantarkan bunga, Tuan" sahut Erick dengan kepala tertunduk.

"Aku tidak peduli. Siapapun yang berada satu ruangan dengan Esme sudah pasti dialah pelakunya. Bisa saja dia adalah mata-mata yang menyamar menjadi pengantar bunga," ucap Darel.

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

106