Bab 6 Tidak ingin menikah dengan pria iblis
by Nayya_Phrustazie
13:44,Jan 03,2021
Keesokan harinya, hari dimana akan berlangsungnya pernikahan yang sebentar lagi akan dilaksanakan.
Ada keinginan Alea untuk kabur tapi dirinya tidak bisa. Villa itu dijaga sangat ketat. Hingga dua hari ia bahkan dikurung di dalam kamar. Baru pagi ini Alea dipindahkan ke dalam kamar lain yang lebih luas.
Tidak ada kamar pengantin yang dipenuhi bunga dan berbagai dekorasi seperti di luar ketika pertama kali datang ke rumah itu. Alea hanya berada di kamar meski luas namun tidak ada yang istimewa.
Alea duduk sembari mematut wajahnya di depan cermin yang sudah memakai beberapa polesan make up. Wajahnya terlihat sangat berbeda hari ini karena polesan make up tipis membuat wajahnya lebih bersinar.
Gaun putih berenda tak berlengan membalut tubuhnya yang mungil sangat pas dan elegan. Itu adalah sebuah gaun yang dibeli dadakan oleh Erick kemarin malam. Penutup kepala sudah rapi di pasang di rambut Alea. Sarung tangan berwarna putuh juga sudah terpasang menutupi kulit tangannya.
Alea hanya bisa pasrah dengan apa yang akan terjadi pada hidupnya. Pernikahan yang diimpikannya bersama dengan orang yang dicintainya kelak kini sirna sudah. Ia tidak pernah membayangkan jika hidupnya akan terjerumus ke dalam dunia yang begitu kejam.
Entah apa kesalahannya sehingga Tuhan seolah mempermainkan hidupnya. Ia sudah cukup bersabar menghadapi semua cobaan itu namun kini cobaan itu tampaknya belum berakhir malah semakin membuat hidupnya hancur.
"Ayah, Ibu, aku ingin ikut kalian saja," ucap Alea dengan wajah tertunduk lesu. Pernikahan yang seharusnya haru kini justru sangat menyedihkan. Air matanya tak mau lagi menetes karena sudah mengering.
Ceklek…
Tiba-tiba pintu terbuka dengan suara pelan. Alea tidak mendengarnya karena terlalu fokus dengan pikirannya hingga setitik air kembali mengalir di pipinya . Ia bahkan tidak menyadari jika ada seorang pria sudah berada di sampingnya.
Pria itu memasang ekspresi dingin. Ia semakin muak melihat Alea yang menangis sejak semalam.
"Sudahlah, tidak usah berpura-pura sedih," ucap Darel dengan ketus hingga membuat Alea sontak terkejut. Bibirnya tampak melengkung menyiratkan kebencian. Ia datang ke sana hanya untuk memastikan jika Alea tidak akan kabur. Seandainya undangan belum disebar ia tidak sudi menikahi gadis itu .
Alea menyeka air matanya menggunakan tisu karena tak ingin terlihat lemah lagi seperti kemarin. Lalu mendongakkan wajahnya ke samping untuk memandang Darel. Tatapannya yang tajam membuat tubuh Alea kembali bergetar.
"Ingat, posisimu di rumah ini hanyalah sebagai pengantin pengganti! Tidak ada yang spesial sama sekali karena tidak ada yang bisa menggantikan posisi Esme," ucap Darel dengan rahang yang mengeras.
Alea hanya terdiam sembari memikirkan sungguh malang dan tragis hidupnya kini. Menikah dengan seorang yang tidak pernah dikenalnya. Bahkan pria itu terlihat sangat menakutkan. Alea hanya pasrah meratapi nasibnya kali ini. Berharap jika itu semua adalah status belaka yang segera berakhir.
"Kau tidak lebih buruk dari seorang pelayan di rumah ini!" cibir Darel dengan nada sinis.
"Atau mungkin kau memang seorang jalang yang ingin menikah denganku." Darel memandang Alea dengan tatapan merendahkan.
"Cukup!" ucap Alea dengan dada yang begitu sesak. Sakit hatinya mendengar pria yang bahkan sama sekali belum mengenalnya justru menghinanya dengan sebutan jalang.
"Asal kau tahu saja, sudah banyak gadis malam yang mencoba menggoda ingin menikah denganku. Mereka bahkan rela melakukan segala cara licik. Termasuk apa yang kemarin kau lakukan," ucap Darel sambil memicingkan matanya. Ingin rasanya bersikap kasar seperti kemarin jika tidak ingat sebentar lagi akan dilangsungkan pernikahan.
"Aku bukan wanita malam. Aku juga tidak sudi menikah denganmu!" teriak Alea dengan mata yang sudah memanas.
Alea menyesal sudah datang ke rumah iblis itu kemarin. Air mata tak mampu dibendung hingga terus membanjiri pipinya kembali. Kata-kata yang keluar dari Darel sungguh membuat hatinya seperti tersayat-sayat.
"Sudahlah, tidak usah menangis lagi karena aku sangat muak melihatnya. Hapus air matamu sekarang juga. Jangan sampai ketika acara nanti kau justru membuat kekacauan," ujar Darel dengan nada perintah. Kemudian pria itu melangkah keluar dari kamar itu dan menguncinya.
"Dasar pria iblis!" umpat Alea dengan bahasa kasar. Padahal selama ini dikenal sebagai gadis lemah lembut. Namun kali ini hatinya terlalu sakit hingga kata-kata kasar itu lolos begitu saja dari bibirnya.
Tisue sudah berceceran dimana-mana untuk mengusap pipinya. Make up-nya bahkan sekarang sudah luntur. Beruntung ia nanti memakai penutup kepala sehingga tidak akan ada yang terlalu memperhatikan wajahnya.
Darel memang yang meminta agar wajah Alea ditutupi agar tidak ada yang tahu jika yang menikah dengannya bukanlah Esme. Selama ini orang-orang sudah mengenal wajah Esme karena Darel terang-terangan menyunting Esme di depan banyak orang termasuk media.
Tidak lama kemudian, pelayan yang bernama Maria itu memasuki kamar. Sesuai perintah Darel untuk memastikan jika Alea tidak menangis lagi.
"Nona, sabarlah." Maria memegang pundak Alea yang menunduk di depan cermin. Air mata gadis itu luruh meski sudah hampir kering.
"Bibi, aku tidak ingin menikah dengan pria iblis seperti dia," ucap Alea. Lantas mendongakkan kepalanya menatap Maria dari pantulan cermin.
"Berdoalah semoga nona Esme agar segera sadar, agar Nona bisa terbebas dari tuduhan itu. Hanya Nona Esme saksinya," ujar Maria untuk memberikan dukungan sedikit kepada gadis yang diyakini sama sekali tidak bersalah.
"Apa pria itu memang sangat kejam sehingga menuduh dengan seenaknya sendiri?" tanya Alea ingin tahu setelah ucapan menyakitkan yang dilontarkan Darel. Kedatangan wanita paruh baya itu mampu memberikan sedikit ketenangan untuknya.
Maria menghela nafas panjang. Mungkin ada baiknya jika menceritakan sedikit tentang kisah hidup Darel agar Alea tidak salah paham.
" Dulu Tuan Darel memang terkenal kejam dan dingin. Itu sebabnya ia begitu disegani dalam dunia bisnis. Sebelum bertemu nona Esme kehidupannya penuh kegelapan dan keras. Ia dulu seorang mafia perdagangan senjata ilegal yang sangat disegani. Musuhnya sangat banyak dan dimana-mana karena mereka saling berebut kekuasaan." Maria menghentikan sebentar ceritanya sembari memandang Alea yang tampak fokus mendengarkan dari pantulan cermin.
"Hingga suatu ketika tuan bertemu nona Esme di panti asuhan beberapa tahun yang lalu. Perlahan nona Esme mampu meluluhkan sifat keras tuan Darel serta memintanya untuk meninggalkan dunia kelamnya. Tuan Darel bersedia menuruti permintaan nona Esme asalkan bersedia menjadi kekasihnya. Barulah Tuan kembali ke kehidupannya yang normal dengan melanjutkan kembali perusahaan milik orang tuanya sampai sekarang ini," terang Maria kembali.
"Kenapa dia dulu seperti itu?" ujar Alea. Biasanya seseorang memiliki alasan tertentu.
"Itu karena tuan ingin mencari tahu siapa dalang di balik pembunuhan kedua orang tuanya," ucap Maria dengan wajah tertunduk sedih mengingat bagaimana kebaikan dari orang tua Darel.
Ceklek…
Pintu kembali terbuka hingga membuat kedua wanita itu sontak menoleh.
"Bibi, sebaiknya kau bawa Alea keluar karena sebentar acaranya akan segera dimulai," perintah Erick.
"Baik," sahut Maria dengan patuh.
Ada keinginan Alea untuk kabur tapi dirinya tidak bisa. Villa itu dijaga sangat ketat. Hingga dua hari ia bahkan dikurung di dalam kamar. Baru pagi ini Alea dipindahkan ke dalam kamar lain yang lebih luas.
Tidak ada kamar pengantin yang dipenuhi bunga dan berbagai dekorasi seperti di luar ketika pertama kali datang ke rumah itu. Alea hanya berada di kamar meski luas namun tidak ada yang istimewa.
Alea duduk sembari mematut wajahnya di depan cermin yang sudah memakai beberapa polesan make up. Wajahnya terlihat sangat berbeda hari ini karena polesan make up tipis membuat wajahnya lebih bersinar.
Gaun putih berenda tak berlengan membalut tubuhnya yang mungil sangat pas dan elegan. Itu adalah sebuah gaun yang dibeli dadakan oleh Erick kemarin malam. Penutup kepala sudah rapi di pasang di rambut Alea. Sarung tangan berwarna putuh juga sudah terpasang menutupi kulit tangannya.
Alea hanya bisa pasrah dengan apa yang akan terjadi pada hidupnya. Pernikahan yang diimpikannya bersama dengan orang yang dicintainya kelak kini sirna sudah. Ia tidak pernah membayangkan jika hidupnya akan terjerumus ke dalam dunia yang begitu kejam.
Entah apa kesalahannya sehingga Tuhan seolah mempermainkan hidupnya. Ia sudah cukup bersabar menghadapi semua cobaan itu namun kini cobaan itu tampaknya belum berakhir malah semakin membuat hidupnya hancur.
"Ayah, Ibu, aku ingin ikut kalian saja," ucap Alea dengan wajah tertunduk lesu. Pernikahan yang seharusnya haru kini justru sangat menyedihkan. Air matanya tak mau lagi menetes karena sudah mengering.
Ceklek…
Tiba-tiba pintu terbuka dengan suara pelan. Alea tidak mendengarnya karena terlalu fokus dengan pikirannya hingga setitik air kembali mengalir di pipinya . Ia bahkan tidak menyadari jika ada seorang pria sudah berada di sampingnya.
Pria itu memasang ekspresi dingin. Ia semakin muak melihat Alea yang menangis sejak semalam.
"Sudahlah, tidak usah berpura-pura sedih," ucap Darel dengan ketus hingga membuat Alea sontak terkejut. Bibirnya tampak melengkung menyiratkan kebencian. Ia datang ke sana hanya untuk memastikan jika Alea tidak akan kabur. Seandainya undangan belum disebar ia tidak sudi menikahi gadis itu .
Alea menyeka air matanya menggunakan tisu karena tak ingin terlihat lemah lagi seperti kemarin. Lalu mendongakkan wajahnya ke samping untuk memandang Darel. Tatapannya yang tajam membuat tubuh Alea kembali bergetar.
"Ingat, posisimu di rumah ini hanyalah sebagai pengantin pengganti! Tidak ada yang spesial sama sekali karena tidak ada yang bisa menggantikan posisi Esme," ucap Darel dengan rahang yang mengeras.
Alea hanya terdiam sembari memikirkan sungguh malang dan tragis hidupnya kini. Menikah dengan seorang yang tidak pernah dikenalnya. Bahkan pria itu terlihat sangat menakutkan. Alea hanya pasrah meratapi nasibnya kali ini. Berharap jika itu semua adalah status belaka yang segera berakhir.
"Kau tidak lebih buruk dari seorang pelayan di rumah ini!" cibir Darel dengan nada sinis.
"Atau mungkin kau memang seorang jalang yang ingin menikah denganku." Darel memandang Alea dengan tatapan merendahkan.
"Cukup!" ucap Alea dengan dada yang begitu sesak. Sakit hatinya mendengar pria yang bahkan sama sekali belum mengenalnya justru menghinanya dengan sebutan jalang.
"Asal kau tahu saja, sudah banyak gadis malam yang mencoba menggoda ingin menikah denganku. Mereka bahkan rela melakukan segala cara licik. Termasuk apa yang kemarin kau lakukan," ucap Darel sambil memicingkan matanya. Ingin rasanya bersikap kasar seperti kemarin jika tidak ingat sebentar lagi akan dilangsungkan pernikahan.
"Aku bukan wanita malam. Aku juga tidak sudi menikah denganmu!" teriak Alea dengan mata yang sudah memanas.
Alea menyesal sudah datang ke rumah iblis itu kemarin. Air mata tak mampu dibendung hingga terus membanjiri pipinya kembali. Kata-kata yang keluar dari Darel sungguh membuat hatinya seperti tersayat-sayat.
"Sudahlah, tidak usah menangis lagi karena aku sangat muak melihatnya. Hapus air matamu sekarang juga. Jangan sampai ketika acara nanti kau justru membuat kekacauan," ujar Darel dengan nada perintah. Kemudian pria itu melangkah keluar dari kamar itu dan menguncinya.
"Dasar pria iblis!" umpat Alea dengan bahasa kasar. Padahal selama ini dikenal sebagai gadis lemah lembut. Namun kali ini hatinya terlalu sakit hingga kata-kata kasar itu lolos begitu saja dari bibirnya.
Tisue sudah berceceran dimana-mana untuk mengusap pipinya. Make up-nya bahkan sekarang sudah luntur. Beruntung ia nanti memakai penutup kepala sehingga tidak akan ada yang terlalu memperhatikan wajahnya.
Darel memang yang meminta agar wajah Alea ditutupi agar tidak ada yang tahu jika yang menikah dengannya bukanlah Esme. Selama ini orang-orang sudah mengenal wajah Esme karena Darel terang-terangan menyunting Esme di depan banyak orang termasuk media.
Tidak lama kemudian, pelayan yang bernama Maria itu memasuki kamar. Sesuai perintah Darel untuk memastikan jika Alea tidak menangis lagi.
"Nona, sabarlah." Maria memegang pundak Alea yang menunduk di depan cermin. Air mata gadis itu luruh meski sudah hampir kering.
"Bibi, aku tidak ingin menikah dengan pria iblis seperti dia," ucap Alea. Lantas mendongakkan kepalanya menatap Maria dari pantulan cermin.
"Berdoalah semoga nona Esme agar segera sadar, agar Nona bisa terbebas dari tuduhan itu. Hanya Nona Esme saksinya," ujar Maria untuk memberikan dukungan sedikit kepada gadis yang diyakini sama sekali tidak bersalah.
"Apa pria itu memang sangat kejam sehingga menuduh dengan seenaknya sendiri?" tanya Alea ingin tahu setelah ucapan menyakitkan yang dilontarkan Darel. Kedatangan wanita paruh baya itu mampu memberikan sedikit ketenangan untuknya.
Maria menghela nafas panjang. Mungkin ada baiknya jika menceritakan sedikit tentang kisah hidup Darel agar Alea tidak salah paham.
" Dulu Tuan Darel memang terkenal kejam dan dingin. Itu sebabnya ia begitu disegani dalam dunia bisnis. Sebelum bertemu nona Esme kehidupannya penuh kegelapan dan keras. Ia dulu seorang mafia perdagangan senjata ilegal yang sangat disegani. Musuhnya sangat banyak dan dimana-mana karena mereka saling berebut kekuasaan." Maria menghentikan sebentar ceritanya sembari memandang Alea yang tampak fokus mendengarkan dari pantulan cermin.
"Hingga suatu ketika tuan bertemu nona Esme di panti asuhan beberapa tahun yang lalu. Perlahan nona Esme mampu meluluhkan sifat keras tuan Darel serta memintanya untuk meninggalkan dunia kelamnya. Tuan Darel bersedia menuruti permintaan nona Esme asalkan bersedia menjadi kekasihnya. Barulah Tuan kembali ke kehidupannya yang normal dengan melanjutkan kembali perusahaan milik orang tuanya sampai sekarang ini," terang Maria kembali.
"Kenapa dia dulu seperti itu?" ujar Alea. Biasanya seseorang memiliki alasan tertentu.
"Itu karena tuan ingin mencari tahu siapa dalang di balik pembunuhan kedua orang tuanya," ucap Maria dengan wajah tertunduk sedih mengingat bagaimana kebaikan dari orang tua Darel.
Ceklek…
Pintu kembali terbuka hingga membuat kedua wanita itu sontak menoleh.
"Bibi, sebaiknya kau bawa Alea keluar karena sebentar acaranya akan segera dimulai," perintah Erick.
"Baik," sahut Maria dengan patuh.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved