Bab 15 Seorang wanita

by Nayya_Phrustazie 13:57,Jan 03,2021
Seminggu kemudian,

Darel sedang duduk di kursi kebesarannya. Sedang menyelesaikan pekerjaannya yang menumpuk. Hari ini tidak pergi ke kantor karena bisa menyelesaikan pekerjaan dari rumah saja. Lagi pula di kantor ada banyak karyawan.

Tok … tok … tok…
Terdengar suara ketukan pintu hingga beberapa kali dari luar.

"Masuk!" seru Darel tanpa mengalihkan pandangannya pada layar laptop.

Seorang pria paruh baya melangkah masuk. Posturnya tinggi dengan tubuh yang tegap menghampiri Darel.

"Sepertinya kau terlalu sibuk hingga tidak mau melihat pamanmu yang baru saja pulang dari luar negeri," sindir pria itu tanpa nada kesal sama sekali.

Seketika Darel langsung menoleh.
"Paman? Kukira kau tidak akan kembali ke Paris," ujar Darel dengan nada datar.

"Apa kau marah karena aku tidak menghadiri pesta pernikahanmu?" ujar pria yang bernama Albert. Dia adalah paman yang selama ini membantu Darel dalam segala hal. Termasuk menjalankan bisnis keluarga Darel. Namun ia pergi keluar negeri untuk mengurus pekerjaan sebelum pesta pernikahan Darel. Baru saja kembali ke Seoul pagi tadi.

Darel tidak menjawabnya karena tidak mungkin Albert tidak mengetahui apa yang terjadi pada pernikahannya.

"Paman turut berduka dengan apa yng terjadi pada Esme. Dia adalah gadis yang sangat kuat. Sehingga pasti akan bangun tidak lama lagi," ujar Albert sembari menghela nafas panjang. Menyayangkan apa yang terjadi pada Esme.

"Hmmm." Hanya itu yang mampu Darel ucapkan karena tidak tahu harus merespon apa.

"Bagaimana dengan orang yang mencelakai Esme? Kudengar jika kau sudah menemukan siapa pelakunya," ujar Albert.

"Dia memang berada di kamar itu bersama Esme di saat kejadian. Namun belum tahu pasti siapa pelakunya."

"Sebaiknya kau desak dia untuk mengaku karena tidak akan ada maling yang akan mengaku," tukas Albert dengan nada serius.

"Aku tidak ingin bertindak gegabah," sahut Darel dengan datar. Benar apa yang diucapkan oleh Brian dan Erick agar jangan sampai melukai seseorang yang tidak bersalah.

"Hmmm, kalau begitu tunjukkan padaku. Aku ingin tahu seperti apa orangnya." Albert memangku dagunya dengan sebelah tangan sembari manggut-manggut. Sangat penasaran siapa yang sudah mencoba mencelakai Esme.

"Jika Paman ingin melihat, dia ada di lantai dua."

"Baiklah, kalau begitu paman akan ke atas untuk memastikan." Albert bangkit dari duduknya kemudian melenggang pergi meninggalkan ruang kerja Darel.

Kebetulan sekali ketika baru keluar bertemu dengan Maria yang hendak menaiki anak tangga.

"Maria, bisa kau tunjukkan dimana orang yang sudah mencoba membunuh Esme?" tanya Albert.

"Mari aku tunjukkan, Tuan. Kebetulan sekali aku akan mengantarkan makan siang untuknya," ujar Maria.

Albert menganggukan kepalanya lalu berjalan mengikuti Maria menuju ke lantai dua.

Darel mengusap gusar wajahnya hingga ke rambut. Tidak tahu kenapa tiba-tiba perasaannya cemas dengan gadis itu. Takut jika Albert akan melakukan hal sama seperti apa yang dia lakukan.

Namun Darel memungkiri jika dirinya merasa bersalah dengan apa yang dilakukan olehnya hingga membuat Alea hampir saja mengalami trauma berkepanjangan bahkan nyaris depresi.

"Argh, apa yang aku pikirkan? Tidak seharusnya aku mencemaskannya," gumam Darel yang semakin kesal. Hingga ia pun bangkit dari kursi kebesarannya. Untuk pergi menyusul Albert ke lantai atas guna memastikan Albert tidak melakukan apapun.

Ketika sudah sampai di depan kamar paling ujung, Maria segera membukakan pintu. Alea masih tetap dikurung dan belum diizinkan keluar sama sekali oleh Darel.

Albert melangkah masuk mendahului Maria. Dahinya berkerut ketika melihat seorang gadis yang duduk di atas kursi roda dengan posisi membelakanginya.

Alea sedang menikmati pemandangan di luar ketika beberapa hari yang lalu menemukan pemandangan tanaman bunga-bunga indah yang ada di rumah kaca. Sejak kecil gadis itu sangat menyukai bunga. Dia cukup senang ketika ditawari oleh Diana untuk bekerja di toko bunga miliknya. Karena setiap hari bisa dengan bebas mencium aroma wangi yang begitu semerbak.

Namun kini Alea hanya melihat bunga dari kejauhan tanpa bisa menyentuhnya.

"Maria, siapa dia? Kenapa kau membawaku ke sini? Seharusnya kau membawaku ke kamar tahanan itu," ujar Albert sembari memijat pelipisnya.

"Tuan, dia adalah Alea. Gadis yang sudah dituduh berusaha mencelakai nona Esme," ungkap Maria.

"Dia seorang gadis? Bukankah seharusnya seorang pria?"

"Tidak, Tuan," sahut Maria.

Dengan perasaan bingung Albert berjalan mendekati Alea yang tampak sedang termenung.
"Selamat pagi, apakah aku mengganggumu?" sapa Albert dengan lembut.

Alea sontak terkejut kemudian memasang wajah sangat ketakutan seperti sedang melihat sesuatu yang mengerikan.
"Siapa kau? Pergi dari sini," sentak Alea.

Maria berjalan mendekati Alea lalu berdiri di sebelahnya.
"Tenanglah, Nona. Tidak perlu takut," ujar Maria seraya mengusap pundak Alea.

Alea memang tidak lagi menangis tapi ia sekarang sering termenung jika sendirian. Bahkan jika melihat orang asing ia sangat ketakutan seperti melihat hantu.

Alea memeluk lengan Maria dengan begitu erat. Tatapannya begitu awas memandang Albert ketika semakin mendekatinya.

"Gadis kecil, kau tidak perlu takut karena aku tidak akan menyakitimu." Albert tersenyum hangat lalu duduk berjongkok di depan Alea.
"Mari kita berkenalan. Siapa namamu?" Albert mengulurkan tangannya untuk bersalaman. Ia masih tidak yakin jika gadis yang ada di depannya yang berusaha mencelakai Esme. Tampak terlalu lemah jika dibandingkan Esme.

"Namaku Alea," sahut gadis itu dengan terbata.

"Senang bertemu denganmu. Apa kau ingin pergi jalan-jalan keluar? Kulitmu terlihat sangat pucat. Pasti karena kau tidak pernah keluar dari rumah," ujar Albert.

"Tuan Darel tidak mengizinkan Alea. Dia hanya berada di kamar sepanjang hari selama sebulan lebih di sini," terang Maria. Wanita itu berharap kedatangan Albert bisa menolong kesembuhan Alea.

Albert menghela nafas berat karena Darel ternyata belum merubah sifat kerasnya. Lalu bangkit berdiri, kasihan melihat gadis yang ada di depannya yang terlihat menyedihkan.
"Ayo kita pergi jalan-jalan keluar mencari udara segar. Kebetulan cuaca sedang tidak terlalu panas," ajak Albert.

Alea menatap Maria untuk meminta pendapat.
"Pergilah, tidak perlu khawatir," ujar Maria dengan senyum yang meyakinkan.

Baru saja Albert hendak mendorong kursi rodanya yang diduduki oleh Alea, ternyata Darel sudah berdiri di ambang pintu. Menatap tidak suka ke arah Albert.
"Mau membawanya ke mana?" tanya Darel.

"Aku hanya ingin mengajaknya berjalan keluar sebentar. Kasihan dia di dalam kamar tanpa mendapatkan sinar matahari," sahut Albert.

"Dia itu tawananku di sini sehingga Paman tidak usah ikut campur. Apa Paman mau bertanggung jawab jika sampai dia kabur dari rumah ini?" Darel meninggikan nada suaranya. Ia paling tidak suka jika seseorang yang tidak tahu apa-apa tapi bertindak sesuka hatinya.

"Lihatlah tubuhnya sangat kurus dan pucat. Kenapa kau begitu tega pada gadis lemah seperti dia?" ujar Albert. Sama seperti yang lain jika meragukan Alea pelakunya.

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

106