Bab 4 Ujian Masuk (2)
by Sam Ramsay
17:35,Dec 24,2023
Di pintu masuk ' Pusat Training Jaeger Perang, ada banyak murid baru.
Mereka sedang mengantri untuk mendaftar.
Tetapi mobil yang membawa Arjuna segera melaju masuk.
Sesudah memasuki gerbang Pusat Training, Arjuna melihat sebuah tugu batu, dengan 4 kata besar di atasnya.
Empat kata tersebut merupakan: Pedang Menunjuk Ke Langit!
Aura membunuh terpancar dari keempat kata itu.
Akhirnya mobil berhenti di luar sebuah sebuah aula.
Prajurit Sandy mengatakan, “Masuklah dulu, aku akan menyusul setelah mendapat surat rekomendasi Kapten Karna ke Kantor Urusan Akademik."
"Oke." Arjuna menganggukkan kepalanya, segera turun dari mobil dan masuk ke paviliun sendirian.
Sudah ada beberapa orang di dalam paviliun.
Kebanyakan dari Mereka adalah anak muda berusia 17 atau 18 tahun.
Jumlah prianya lebih banyak dibanding wanita.
Arjuna melihat sekeliling, karena terbiasa, dia memilih sudut untuk menunggu.
"Minggir!"
Mendadak, ada angin di belakang kepalanya.
Tanpa sadar Arjuna menghindar ke samping.
Menyingkir dari sebuah tangan besar yang mendorong ke arah kepalanya.
Secara naluriah, Arjuna menangkap tangan tersebut dan hendak memelintirnya.
Tetapi mendadak teringat dengan ucapan Ramma, mengubah gerakan memutarnya jadi mendorong.
Membiarkan sosok gemuk tersebut jatuh ke tanah.
Bugh!!
Menghasilkan suara keras yang menarik perhatian.
Serangkaian garis pandang segera menyapu.
Pertama mendarat di tubuh pria yang tergeletak di tanah.
Selanjutnya berpindah ke Arjuna.
Lalu terdengar seruan pelan.
Para murid baru di aula ini berbaju rapi dan bersih.
Tetapi Arjuna.
Masih memakai baju lamanya yang telah usang.
Selanjutnya pria yang tergeletak di tanah tersebut berdiri dengan suara gemuruh.
Orang ini satu kepala lebih tinggi dari Arjuna, lengannya bulat, mirip bengkak.
Dahinya berlumuran darah.
Dia sangat marah.
"Dari mana datangnya cecunguk sepertimu, bagaimana kamu bisa masuk ke sini?"
"Beraninya kamu mendorongku, bosan hidup?"
Arjuna teringat dengan ucapan Ramma lagi, tidak boleh membuat masalah.
Jadi Arjuna mengatakan, "Aku murid baru."
"Kamu dulu yang mendorongku."
Ringkas, jawabannya sangat singkat dan padat.
Hal ini menyebabkan pemuda gemuk didepan Arjuna merasa diejek.
Awalnya dia geram, tetapi setelah melihat bola mata Arjuna yang memerah, dia mendadak mundur beberapa langkah.
Suaranya melengking ketika dia berteriak, "Enzim Cacar! Kamu terkena Enzim Cacar, jangan mendekat, menjauhlah dariku!"
Suasana segera jadi heboh.
Pada murid baru mundur satu per satu, bagaikan Arjuna adalah binatang buas.
Pria gemuk tersebut berteriak lagi, “Kota Bavaria telah menerapkan vaksin selama 3 tahun dan melenyapkan 'Enzim Cacar' sejak lama, beraninya kamu mengaku sebagai murid baru? Kamu jelas cecunguk yang menyelinap masuk!”
"Mana satpam? Mana penjaga pintu?"
"Kemana mereka semua ? Kenapa tak mengusir orang ini?"
Di waktu ini sebuah suara agung mendadak terdengar.
"Diam."
Semua orang melirik, seorang pria tua yang mirip seorang guru, diikuti oleh seorang prajurit berlapis baja hitam datang.
Pria yang berpenampilan seperti guru tersebut menatap Arjuna lalu berbicara dengan tenang, "Dia merupakan murid baru yang direkomendasi kan oleh Kapten Ramma, siapa yang mau mengusirnya?"
Pria gemuk tersebut segera menundukkan kepalanya.
Guru menambahkan, "Selain itu, ‘Enzim Cacar’ tidak menular, lantas apa yang kalian takutkan?"
“Kalau kalian sampai takut pada 'Enzim Cacar', bagaimana bisa diharapkan naik ke Permukaan untuk melawan Kaiju?"
"Konyol!"
Begitu kata - kata ini terucap, semua orang merasa malu.
Selanjutnya dia mengeluarkan sebuah kartu magnetik dan memberikannya pada Arjuna, “Ini kartu registrasimu, Jika kamu berhasil lulus ujian, ini akan menjadi kartu pelajarmu."
Selanjutnya dia menatap sekeliling lagi lalu mengatakan, “Bersiaplah kalian semua, ujian akan dimulai 10 menit lagi."
“Topiknya merupakan menghabisi Tungau Srigala, aturan pastinya akan diumumkan oleh kepala sekolah nanti."
Sesudah mengatakan begitu, guru tersebut pergi.
Semua orang diruangan segera berseru.
Hanya Arjuna yang merasa bingung.
Hanya Tungau Srigala, apa susahnya?
Makhluk-makhluk tersebut tak sulit untuk dibunuh selama mereka tak datang bergerombol.
Prajurit Sandy menghampiri Arjuna, lalu mengatakan sembari menyunggingkan senyum, “Aku pulang dulu, ini untukmu, nomorku ada didalam."
"Hubungi aku jika membutuhkan sesuatu."
Sandy menyerahkan sebuah ponsel pada Arjuna.
Arjuna kaget.
Sandy tertawa, "Benda ini cuma bisa digunakan didalam kota, tak bisa digunakan diluar kota.”
Selanjutnya dia merendahkan suaranya dan berkata, "Aku baru saja melihat daftar murid baru tahun ini, ada seorang pria bernama Darren Priyo didalamnya, kamu harus memperhatikannya."
“Ayahnya merupakan musuh bebuyutan Kapten Karna, bocah Priyo ini mengandalkan status keluarganya, arogan serta mampu melakukan apa pun."
"Jika dia lulus ujian, kamu harus lebih hati-hati."
Sesudah mengatakan ini, Sandy menepuk pundak Arjuna untuk memberinya dukungan, lalu pergi.
Arjuna menyimpan ponselnya, kemudian mendengarkan banyak gosip
"Siapa pria ini? Kok bisa direkomendasikan oleh Kapten Karna."
"Aku iri setengah mati, ujian tertulis tahun ini sangat sulit, cuma ujian tertulis saja menyisihkan hampir 80% Mahasiswa baru, tetapi dia bisa segera masuk ujian lapangan."
“Dia bukan anak haram Kapten Karna kan?”
"Sssssst, jangan sampai mulutmu disobek!"
Tetapi Arjuna tetap tenang.
melihat sekeliling, lalu tatapannya tertuju pada pria gemuk itu.
Arjuna berjalan kearah pria gemuk itu.
Pria gemuk tersebut hendak mengelap darahnya dengan sesuatu, tetapi ketika melihat Arjuna mendekat, dia terkejut, "Kamu mau apa?"
Arjuna mengabaikannya.
Srakk.
Sesudah merobek sepotong lengan pakaiannya, Arjuna menarik pria gemuk itu, menggunakan lengan pakaiannya untuk mengelap darah diwajah pria gemuk itu.
Pria gemuk tersebut terdiam sejenak.
Tidak bisa memahami apa yang terjadi sekarang.
Sesudah mengelap darahnya, Arjuna pergi.
Selang berapa waktu berikutnya, pria gemuk tersebut terkekeh, lalu mengatakan pada orang di sebelahnya, "Meskipun dia liar, tetapi dia tetap tahu kesalahannya dan mau membantuku mengelap darah."
Setelahnya, suara yang relatif tua terdengar di aula.
"Halo semua murid baru."
“Aku kepala sekolah Sumail Wilmar.”
“Ujian lapangan akan langsung dimulai.”
"Aturan akan diumumkan sekarang."
"Mahasiswa baru yang mengikuti ujian bisa mengikuti ujian sendiri, maupun membentuk tim."
“Tim maksimal berisikan 3 orang.”
"Kemudian, ada senjata yang bisa dipakai semua orang diruang simulasi."
“Selama ujian, juri dan guru akan menilai, nilai rata - rata melebihi 80 berarti lulus."
“Bagi mereka yang lulus, nilai akan dikonversi menjadi kredit dengan basis 1 : 1, sebagai 'modal awal' setelah masuk."
"Sekarang, silakan ikuti guru ke ruang simulasi."
Mereka tiba diruang simulasi dalam sekejap mata.
Masih ada 10 menit bagi murid untuk memilih senjata yang akan dipakai, dan dalam bentuk apa mengikuti ujian.
Ketika Arjuna melihat kearah deretan rak senjata, sebuah suara terdengar.
"Hai, maukah kamu berkelompok denganku?"
Arjuna membalik tubuhnya.
Didepannya, berdiri seorang lelaki berusia sekitar 17 atau 18 tahun.
Rambutnya hitam, tubuhnya lumayan kurus.
Memakai kacamata tanpa bingkai, secara umum memberi kesan bak dan kutu buku.
Pihak lain mengulurkan tangan, lalu mengatakan sembari menyunggingkan senyum, "Namaku Melvin Pasto."
Arjuna menatapnya, menggelengkan kepala, lalu berjalan menuju rak senjata.
Dia terbiasa bergerak sendiri.
Bergerak dalam tim malah menghalangi jalannya.
Terlebih lagi, cuma Tungau Srigala.
Arjuna meraih sebuah tombak panjang dari rak senjata.
Tombak tersebut terlihat biasa saja.
Keunggulannya merupakan tombak tersebut cukup panjang dan tajam.
Kebanyakan orang memilih pistol.
Arjuna cuma pernah menyentuh pistol otomatis dan belum mahir.
Jadi Arjuna tentu tidak akan mengikuti mereka untuk memilih pistol.
Terlebih Arjuna telah memiliki rencana.
Tak lama setelah memilih senjata dan mengambil nomor, ujian pun dimulai.
Para murid yang nomor nya dipanggil akan memasuki sebuah lapangan tertutup.
Lapangan tak dilengkapi dengan jendela, jadi para murid yang menunggu diluar tak bisa melihat apa yang terjadi didalam.
Hanya para juri, dan murid yang telah menyelesaikan ujian, yang bisa melihat dilayar besar aula lain.
Satu per satu murid masuk.
Sesudah keluar.
Ada yang bersorak, ada yang meratap.
Beberapa bahkan dibopong, berlumuran darah, dibawa untuk mendapat perawatan.
Tak lama kemudian giliran Arjuna.
Di aula belakang ruang pemeriksaan, pria gemuk yang menyebabkan Arjuna jatuh tadi sedang istirahat.
Saat melihat Arjuna muncul dilayar lebar, dia tak dapat menahan diri untuk tidak melihat lebih dekat.
Mendadak, dia melihat Arjuna mengambil sehelai kain dari sakunya.
Kain itu berlumuran darah.
Pria gemuk tersebut segera teringat, kain itu adalah potongan lengan pakaian yang dipakai Arjuna untuk mengelap darahnya.
Pria gemuk tersebut heran.
Tak tahu apa yang akan dilakukan oleh Arjuna.
Mereka sedang mengantri untuk mendaftar.
Tetapi mobil yang membawa Arjuna segera melaju masuk.
Sesudah memasuki gerbang Pusat Training, Arjuna melihat sebuah tugu batu, dengan 4 kata besar di atasnya.
Empat kata tersebut merupakan: Pedang Menunjuk Ke Langit!
Aura membunuh terpancar dari keempat kata itu.
Akhirnya mobil berhenti di luar sebuah sebuah aula.
Prajurit Sandy mengatakan, “Masuklah dulu, aku akan menyusul setelah mendapat surat rekomendasi Kapten Karna ke Kantor Urusan Akademik."
"Oke." Arjuna menganggukkan kepalanya, segera turun dari mobil dan masuk ke paviliun sendirian.
Sudah ada beberapa orang di dalam paviliun.
Kebanyakan dari Mereka adalah anak muda berusia 17 atau 18 tahun.
Jumlah prianya lebih banyak dibanding wanita.
Arjuna melihat sekeliling, karena terbiasa, dia memilih sudut untuk menunggu.
"Minggir!"
Mendadak, ada angin di belakang kepalanya.
Tanpa sadar Arjuna menghindar ke samping.
Menyingkir dari sebuah tangan besar yang mendorong ke arah kepalanya.
Secara naluriah, Arjuna menangkap tangan tersebut dan hendak memelintirnya.
Tetapi mendadak teringat dengan ucapan Ramma, mengubah gerakan memutarnya jadi mendorong.
Membiarkan sosok gemuk tersebut jatuh ke tanah.
Bugh!!
Menghasilkan suara keras yang menarik perhatian.
Serangkaian garis pandang segera menyapu.
Pertama mendarat di tubuh pria yang tergeletak di tanah.
Selanjutnya berpindah ke Arjuna.
Lalu terdengar seruan pelan.
Para murid baru di aula ini berbaju rapi dan bersih.
Tetapi Arjuna.
Masih memakai baju lamanya yang telah usang.
Selanjutnya pria yang tergeletak di tanah tersebut berdiri dengan suara gemuruh.
Orang ini satu kepala lebih tinggi dari Arjuna, lengannya bulat, mirip bengkak.
Dahinya berlumuran darah.
Dia sangat marah.
"Dari mana datangnya cecunguk sepertimu, bagaimana kamu bisa masuk ke sini?"
"Beraninya kamu mendorongku, bosan hidup?"
Arjuna teringat dengan ucapan Ramma lagi, tidak boleh membuat masalah.
Jadi Arjuna mengatakan, "Aku murid baru."
"Kamu dulu yang mendorongku."
Ringkas, jawabannya sangat singkat dan padat.
Hal ini menyebabkan pemuda gemuk didepan Arjuna merasa diejek.
Awalnya dia geram, tetapi setelah melihat bola mata Arjuna yang memerah, dia mendadak mundur beberapa langkah.
Suaranya melengking ketika dia berteriak, "Enzim Cacar! Kamu terkena Enzim Cacar, jangan mendekat, menjauhlah dariku!"
Suasana segera jadi heboh.
Pada murid baru mundur satu per satu, bagaikan Arjuna adalah binatang buas.
Pria gemuk tersebut berteriak lagi, “Kota Bavaria telah menerapkan vaksin selama 3 tahun dan melenyapkan 'Enzim Cacar' sejak lama, beraninya kamu mengaku sebagai murid baru? Kamu jelas cecunguk yang menyelinap masuk!”
"Mana satpam? Mana penjaga pintu?"
"Kemana mereka semua ? Kenapa tak mengusir orang ini?"
Di waktu ini sebuah suara agung mendadak terdengar.
"Diam."
Semua orang melirik, seorang pria tua yang mirip seorang guru, diikuti oleh seorang prajurit berlapis baja hitam datang.
Pria yang berpenampilan seperti guru tersebut menatap Arjuna lalu berbicara dengan tenang, "Dia merupakan murid baru yang direkomendasi kan oleh Kapten Ramma, siapa yang mau mengusirnya?"
Pria gemuk tersebut segera menundukkan kepalanya.
Guru menambahkan, "Selain itu, ‘Enzim Cacar’ tidak menular, lantas apa yang kalian takutkan?"
“Kalau kalian sampai takut pada 'Enzim Cacar', bagaimana bisa diharapkan naik ke Permukaan untuk melawan Kaiju?"
"Konyol!"
Begitu kata - kata ini terucap, semua orang merasa malu.
Selanjutnya dia mengeluarkan sebuah kartu magnetik dan memberikannya pada Arjuna, “Ini kartu registrasimu, Jika kamu berhasil lulus ujian, ini akan menjadi kartu pelajarmu."
Selanjutnya dia menatap sekeliling lagi lalu mengatakan, “Bersiaplah kalian semua, ujian akan dimulai 10 menit lagi."
“Topiknya merupakan menghabisi Tungau Srigala, aturan pastinya akan diumumkan oleh kepala sekolah nanti."
Sesudah mengatakan begitu, guru tersebut pergi.
Semua orang diruangan segera berseru.
Hanya Arjuna yang merasa bingung.
Hanya Tungau Srigala, apa susahnya?
Makhluk-makhluk tersebut tak sulit untuk dibunuh selama mereka tak datang bergerombol.
Prajurit Sandy menghampiri Arjuna, lalu mengatakan sembari menyunggingkan senyum, “Aku pulang dulu, ini untukmu, nomorku ada didalam."
"Hubungi aku jika membutuhkan sesuatu."
Sandy menyerahkan sebuah ponsel pada Arjuna.
Arjuna kaget.
Sandy tertawa, "Benda ini cuma bisa digunakan didalam kota, tak bisa digunakan diluar kota.”
Selanjutnya dia merendahkan suaranya dan berkata, "Aku baru saja melihat daftar murid baru tahun ini, ada seorang pria bernama Darren Priyo didalamnya, kamu harus memperhatikannya."
“Ayahnya merupakan musuh bebuyutan Kapten Karna, bocah Priyo ini mengandalkan status keluarganya, arogan serta mampu melakukan apa pun."
"Jika dia lulus ujian, kamu harus lebih hati-hati."
Sesudah mengatakan ini, Sandy menepuk pundak Arjuna untuk memberinya dukungan, lalu pergi.
Arjuna menyimpan ponselnya, kemudian mendengarkan banyak gosip
"Siapa pria ini? Kok bisa direkomendasikan oleh Kapten Karna."
"Aku iri setengah mati, ujian tertulis tahun ini sangat sulit, cuma ujian tertulis saja menyisihkan hampir 80% Mahasiswa baru, tetapi dia bisa segera masuk ujian lapangan."
“Dia bukan anak haram Kapten Karna kan?”
"Sssssst, jangan sampai mulutmu disobek!"
Tetapi Arjuna tetap tenang.
melihat sekeliling, lalu tatapannya tertuju pada pria gemuk itu.
Arjuna berjalan kearah pria gemuk itu.
Pria gemuk tersebut hendak mengelap darahnya dengan sesuatu, tetapi ketika melihat Arjuna mendekat, dia terkejut, "Kamu mau apa?"
Arjuna mengabaikannya.
Srakk.
Sesudah merobek sepotong lengan pakaiannya, Arjuna menarik pria gemuk itu, menggunakan lengan pakaiannya untuk mengelap darah diwajah pria gemuk itu.
Pria gemuk tersebut terdiam sejenak.
Tidak bisa memahami apa yang terjadi sekarang.
Sesudah mengelap darahnya, Arjuna pergi.
Selang berapa waktu berikutnya, pria gemuk tersebut terkekeh, lalu mengatakan pada orang di sebelahnya, "Meskipun dia liar, tetapi dia tetap tahu kesalahannya dan mau membantuku mengelap darah."
Setelahnya, suara yang relatif tua terdengar di aula.
"Halo semua murid baru."
“Aku kepala sekolah Sumail Wilmar.”
“Ujian lapangan akan langsung dimulai.”
"Aturan akan diumumkan sekarang."
"Mahasiswa baru yang mengikuti ujian bisa mengikuti ujian sendiri, maupun membentuk tim."
“Tim maksimal berisikan 3 orang.”
"Kemudian, ada senjata yang bisa dipakai semua orang diruang simulasi."
“Selama ujian, juri dan guru akan menilai, nilai rata - rata melebihi 80 berarti lulus."
“Bagi mereka yang lulus, nilai akan dikonversi menjadi kredit dengan basis 1 : 1, sebagai 'modal awal' setelah masuk."
"Sekarang, silakan ikuti guru ke ruang simulasi."
Mereka tiba diruang simulasi dalam sekejap mata.
Masih ada 10 menit bagi murid untuk memilih senjata yang akan dipakai, dan dalam bentuk apa mengikuti ujian.
Ketika Arjuna melihat kearah deretan rak senjata, sebuah suara terdengar.
"Hai, maukah kamu berkelompok denganku?"
Arjuna membalik tubuhnya.
Didepannya, berdiri seorang lelaki berusia sekitar 17 atau 18 tahun.
Rambutnya hitam, tubuhnya lumayan kurus.
Memakai kacamata tanpa bingkai, secara umum memberi kesan bak dan kutu buku.
Pihak lain mengulurkan tangan, lalu mengatakan sembari menyunggingkan senyum, "Namaku Melvin Pasto."
Arjuna menatapnya, menggelengkan kepala, lalu berjalan menuju rak senjata.
Dia terbiasa bergerak sendiri.
Bergerak dalam tim malah menghalangi jalannya.
Terlebih lagi, cuma Tungau Srigala.
Arjuna meraih sebuah tombak panjang dari rak senjata.
Tombak tersebut terlihat biasa saja.
Keunggulannya merupakan tombak tersebut cukup panjang dan tajam.
Kebanyakan orang memilih pistol.
Arjuna cuma pernah menyentuh pistol otomatis dan belum mahir.
Jadi Arjuna tentu tidak akan mengikuti mereka untuk memilih pistol.
Terlebih Arjuna telah memiliki rencana.
Tak lama setelah memilih senjata dan mengambil nomor, ujian pun dimulai.
Para murid yang nomor nya dipanggil akan memasuki sebuah lapangan tertutup.
Lapangan tak dilengkapi dengan jendela, jadi para murid yang menunggu diluar tak bisa melihat apa yang terjadi didalam.
Hanya para juri, dan murid yang telah menyelesaikan ujian, yang bisa melihat dilayar besar aula lain.
Satu per satu murid masuk.
Sesudah keluar.
Ada yang bersorak, ada yang meratap.
Beberapa bahkan dibopong, berlumuran darah, dibawa untuk mendapat perawatan.
Tak lama kemudian giliran Arjuna.
Di aula belakang ruang pemeriksaan, pria gemuk yang menyebabkan Arjuna jatuh tadi sedang istirahat.
Saat melihat Arjuna muncul dilayar lebar, dia tak dapat menahan diri untuk tidak melihat lebih dekat.
Mendadak, dia melihat Arjuna mengambil sehelai kain dari sakunya.
Kain itu berlumuran darah.
Pria gemuk tersebut segera teringat, kain itu adalah potongan lengan pakaian yang dipakai Arjuna untuk mengelap darahnya.
Pria gemuk tersebut heran.
Tak tahu apa yang akan dilakukan oleh Arjuna.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved