Bab 5 Mata Cakra (1)
by Sam Ramsay
17:35,Dec 24,2023
Setelah 2 jam, ujian lapangan akhirnya berakhir.
Radio berbunyi.
“Hasil ujian lapangan telah keluar.”
“Untuk ujian kali ini, ada 68 murid baru dengan nilai rata-rata di atas 80."
“Daftar kelulusan dan nilai akan diumumkan berikutnya.”
“Tolong murid yang nama nya di umumkan datang ke aula untuk berkumpul.”
“Sedangkan murid yang namanya tidak diumumkan, teruskan kerja kalian."
"Aku pertama membacakan, pemeringkatan kali ini tanpa urutan."
“Juami, 81 poin, lulus!"
"Clerik, 85 poin, lulus!"
"Malfoi, 87 poin, lulus!”
Arjuna menajamkan telinga dan fokus mendengarkankan pengumuman tersebut.
Di dekat, para murid yang namanya d ibacakan sungguh bersemangat.
Sebagai contoh lelaki tinggi bernama Malfoi, matanya memerah karena senang, melambaikan tangan nya untuk berteriak.
Sungguh adegan yang indah sekali untuk dilihat.
Ada juga beberapa yang lebih stabil dan tenang.
Misalnya Melvin yang memakai kaca mata, tinggi, kurus dan bersih.
Ada juga seorang pemuda yang luar biasa, tetapi secara keseluruhan membawa aura suram.
Ada yang ‘mengikuti’ di sebelahnya.
"Darren Priyo, 91 poin, lulus!"
Saat nama itu disiarkan, di sebelah pemuda murung itu, beberapa orang berteriak untuknya.
"Selamat pada Sobat Priyo, 91 poin, skor ini terlalu tinggi!"
"Benar, mari kita lihat, di antara murid baru periode ini, Sobat Priyo menempati urutan pertama!"
Rupanya dia 'Darren Priyo'!
Putra Daffar Priyo!
Saat Arjuna menengok, Pemuda murung tersebut juga melirik.
Mata keduanya bertemu di udara.
Darren menyunggingkan senyum tipis.
Untuk memperlihatkan keramahan.
Tetapi ketika Arjuna mengalihkan pandangannya, ada sedikit makna lain yang terlintas di mata Darren.
Pada waktu ini, Radio berbunyi lagi, "Melvin, 92 poin, lolos!"
Senyum Darren sesaat sirna.
Pengikut di sampingnya juga membeku.
Bukankah tamparan di wajah ini datang begitu cepat?
Tetapi tidak sampai di sini.
"Miva, 95 poin, lulus!"
95 poin!
Semua murid segera heboh.
Skor ini sangat tinggi.
Apalagi setelah mendengarkan namanya, jelas itu sosok gadis.
Tetapi, pada waktu semua murid mencari 'Miva' siapa.
Radio kembali bersuara, “Arjuna, 98 poin, lulus!"
Pada titik ini.
Darren tak lagi berekspresi.
Suasana di sekitar bahkan segera jatuh ke keheningan.
98 poin!
Skor sempurna seratus, secara mengejutkan, seseorang dapat 98 poin.
Mungkinkah pengawas salah memberikan nilai?
Semua siswa memperlihatkan raut kebingungan, terkejut diserati rasa tak percaya.
Semuanya terlihat oleh mata seorang pria tua.
Pusat Training, kantor kepala sekolah.
Kepala Sekolah Sumail terbahak bahak lalu mengatakan, "bocah muda yang direkomendasikan dengan Ramma memang tidak biasa, pengalamannya mempertahankan kehidupan di Permukaan, benar benar tidak sebanding dengan pemuda di Underground."
Di waktu ini, gambar di LCD telah tertuju pada Arjuna.
Kepala sekolah separuh baya itu berumur sekitar 60 an, perawakannya pendek, rambut putihnya diikat kepang kecil.
Di belakangnya.
Guru yang menyiarkan identitas Arjuna di aula, berbicara menggunakan nada yang pelan, “Kepala Sekolah, apakah kamu benar benar mau menerima murid ini?"
"Ramma bermaksud begitu."
"Di perjalanan, seorang pilot mengancamnya dan menyebabkan perangkap untuk membunuhnya."
"Ini berpotensi menjadi bom waktu."
Sumail tertawa, lalu membuka mulutnya untuk mengatakan, “Apa yang salah dengan itu? Aku lebih kejam darinya ketika masih muda.”
"Atau, apakah Guru Snape Seperus takut?"
“Takut mendapat masalah?”
Guru paruh baya tersebut terbatuk beberapa kali, lalu mengatakan, "Kepala Sekolah, kamu tidak perlu menggunakan taktik agresif terhadapku."
"Selama kamu berani menerimanya, maka murid ini, serahkan padaku untuk dibimbing."
"Invasi Kaiju, Interdimensional hadir di dunia."
“Kami memang membutuhkan beberapa pemuda yang cukup kuat dan kejam."
"Hanya dengan begitu kita dapat merebut kembali Permukaan dan rumah kita dari cakar binatang buas itu."
Sumail sedikit menganggukkan kepalanya, “Aku juga berpikir demikian."
"Dan kata Ramma."
“Orang muda kejam ini memiliki beberapa prinsip.”
"Dua orang yang mati itu, semuanya memiliki niatan jahat terhadapnya sejak awal."
"jika tidak, itu akan menjadi pembunuhan tanpa pandang bulu."
“Bahkan dengan ‘Konektor Emosi Natural’ Ramma tidak akan membiarkannya tetap hidup hingga sekarang, apa lagi membawanya kembali ke Bavaria."
"Ajari dia dengan baik, Guru Seperus."
Snape membetulkan kacamatanya dengan celah tipis, "Akan kulakukan."
.......
Sesudah daftar 68 murid diumumkan satu per satu, mereka yang lulus ujian akan pergi ke aula.
Mereka yang tidak lulus ujian kembali dengan penyesalan.
Arjuna berjalan di tengah kerumunan itu.
Dia berjalan di bagian pinggir.
Seperti biasa, berdiri di posisi di mana dia bisa melarikan diri kapan saja.
Sesudah mempertahankan hidup selama 3 tahun di Permukaan.
Bahkan Pusat Training yang terlihat aman ini, juga tidak bisa mengubah kebiasaan yang telah Arjuna jalani.
Aula.
Arjuna menatap Snape.
Snape meletakkan tangannya di belakang punggungnya, menyapu sekeliling.
“Namaku Snape Seperus.”
"Aku merupakan Pimpinan Instruktur."
"Pertama, selamat karena kalian telah berhasil lulus ujian."
"Mulai hari ini dan seterusnya, kalian merupakan 'pilot cadangan' Kota Bavaria, menikmati perawatan kelas keempat."
Sorak sorai terdengar dari segala penjuru.
Beberapa orang bahkan matanya memerah karena kegembiraan.
Arjuna tidak tahu apa tersebut perawatan kelas keempat.
Tetapi melihat dari ekspresi gembira para murid di sekelilingnya, kelihatannya itu bukan hal yang buruk.
Snape mengatakan lagi, "Kemudian, kalian akan ditempatkan di asrama, sesua dengan skor kalian."
“Kalian pasti cukup capek.”
"Pulanglah ke asrama kalian segera istirahat dengan baik, besok merupakan kelas resmi.”
Snape diam sebentar, lalu menambahkan, “Skor kalian dari ujian lapangan sudah diganti menjadi
'Kredit' sehingga dapat ditukarkan dengan macam macam bahan di Divisi Logistik."
"Di masa depan, kalian juga akan diberi penghargaan berupa ‘kredit’ jika mendapatkan hasil yang sangat bagus di saat pembelajaran."
"Cuman itu yang dapat kusampaikan."
Sesudah pidatonya selesai, Snape menatap Arjuna, lalu meninggalkan aula.
Setelah kepergian Snape, seorang guru wanita melangkah maju dan mengatakan.
"Sebelum pergi ke asrama, Pusat Training perlu mengumpulkan data fisik semua murid untuk penilaian kebugaran jasmani."
"Ini tidak akan lama."
“Para murid yang namanya dipanggil, harap pergi ke sana.”
Guru itu menunjuk ke sebuah alat yang menyerupai pintu pemeriksaan bandara.
"Jowi..."
"Lubac..."
"Triman..."
Satu per satu, para murid berbaris dan melewati pintu pemeriksaan, ada seorang personel staf di pintu yang memegang sebuah tablet untuk mencatat data.
Saat tiba giliran Arjuna, dia berjalan melewati pintu pemeriksaan.
Tetapi, lampu di pintu pemeriksaan justru menyala.
“Kelihatannya ada kesalahan.”
"Coba ulangi lagi nak."
Arjuna melakukan apa yang diperintahkannya.
Tetapi lampu di pintu pemeriksaan masih menyala.
Di waktu ini, guru wanita datang dan bertanya, "Ada apa?"
Anggota staf membuka mulutnya dengan ragu, “Murid ini kelihatannya sudah mengembangkan Ilmu Mata Batin."
"Data memperlihatkan jika, 'energi' miliknya sudah mencapai 97."
“Ini adalah level yang cuma dapat dicapai setelah menyelesaikan pelatihan dasar.”
"Selain itu..."
Radio berbunyi.
“Hasil ujian lapangan telah keluar.”
“Untuk ujian kali ini, ada 68 murid baru dengan nilai rata-rata di atas 80."
“Daftar kelulusan dan nilai akan diumumkan berikutnya.”
“Tolong murid yang nama nya di umumkan datang ke aula untuk berkumpul.”
“Sedangkan murid yang namanya tidak diumumkan, teruskan kerja kalian."
"Aku pertama membacakan, pemeringkatan kali ini tanpa urutan."
“Juami, 81 poin, lulus!"
"Clerik, 85 poin, lulus!"
"Malfoi, 87 poin, lulus!”
Arjuna menajamkan telinga dan fokus mendengarkankan pengumuman tersebut.
Di dekat, para murid yang namanya d ibacakan sungguh bersemangat.
Sebagai contoh lelaki tinggi bernama Malfoi, matanya memerah karena senang, melambaikan tangan nya untuk berteriak.
Sungguh adegan yang indah sekali untuk dilihat.
Ada juga beberapa yang lebih stabil dan tenang.
Misalnya Melvin yang memakai kaca mata, tinggi, kurus dan bersih.
Ada juga seorang pemuda yang luar biasa, tetapi secara keseluruhan membawa aura suram.
Ada yang ‘mengikuti’ di sebelahnya.
"Darren Priyo, 91 poin, lulus!"
Saat nama itu disiarkan, di sebelah pemuda murung itu, beberapa orang berteriak untuknya.
"Selamat pada Sobat Priyo, 91 poin, skor ini terlalu tinggi!"
"Benar, mari kita lihat, di antara murid baru periode ini, Sobat Priyo menempati urutan pertama!"
Rupanya dia 'Darren Priyo'!
Putra Daffar Priyo!
Saat Arjuna menengok, Pemuda murung tersebut juga melirik.
Mata keduanya bertemu di udara.
Darren menyunggingkan senyum tipis.
Untuk memperlihatkan keramahan.
Tetapi ketika Arjuna mengalihkan pandangannya, ada sedikit makna lain yang terlintas di mata Darren.
Pada waktu ini, Radio berbunyi lagi, "Melvin, 92 poin, lolos!"
Senyum Darren sesaat sirna.
Pengikut di sampingnya juga membeku.
Bukankah tamparan di wajah ini datang begitu cepat?
Tetapi tidak sampai di sini.
"Miva, 95 poin, lulus!"
95 poin!
Semua murid segera heboh.
Skor ini sangat tinggi.
Apalagi setelah mendengarkan namanya, jelas itu sosok gadis.
Tetapi, pada waktu semua murid mencari 'Miva' siapa.
Radio kembali bersuara, “Arjuna, 98 poin, lulus!"
Pada titik ini.
Darren tak lagi berekspresi.
Suasana di sekitar bahkan segera jatuh ke keheningan.
98 poin!
Skor sempurna seratus, secara mengejutkan, seseorang dapat 98 poin.
Mungkinkah pengawas salah memberikan nilai?
Semua siswa memperlihatkan raut kebingungan, terkejut diserati rasa tak percaya.
Semuanya terlihat oleh mata seorang pria tua.
Pusat Training, kantor kepala sekolah.
Kepala Sekolah Sumail terbahak bahak lalu mengatakan, "bocah muda yang direkomendasikan dengan Ramma memang tidak biasa, pengalamannya mempertahankan kehidupan di Permukaan, benar benar tidak sebanding dengan pemuda di Underground."
Di waktu ini, gambar di LCD telah tertuju pada Arjuna.
Kepala sekolah separuh baya itu berumur sekitar 60 an, perawakannya pendek, rambut putihnya diikat kepang kecil.
Di belakangnya.
Guru yang menyiarkan identitas Arjuna di aula, berbicara menggunakan nada yang pelan, “Kepala Sekolah, apakah kamu benar benar mau menerima murid ini?"
"Ramma bermaksud begitu."
"Di perjalanan, seorang pilot mengancamnya dan menyebabkan perangkap untuk membunuhnya."
"Ini berpotensi menjadi bom waktu."
Sumail tertawa, lalu membuka mulutnya untuk mengatakan, “Apa yang salah dengan itu? Aku lebih kejam darinya ketika masih muda.”
"Atau, apakah Guru Snape Seperus takut?"
“Takut mendapat masalah?”
Guru paruh baya tersebut terbatuk beberapa kali, lalu mengatakan, "Kepala Sekolah, kamu tidak perlu menggunakan taktik agresif terhadapku."
"Selama kamu berani menerimanya, maka murid ini, serahkan padaku untuk dibimbing."
"Invasi Kaiju, Interdimensional hadir di dunia."
“Kami memang membutuhkan beberapa pemuda yang cukup kuat dan kejam."
"Hanya dengan begitu kita dapat merebut kembali Permukaan dan rumah kita dari cakar binatang buas itu."
Sumail sedikit menganggukkan kepalanya, “Aku juga berpikir demikian."
"Dan kata Ramma."
“Orang muda kejam ini memiliki beberapa prinsip.”
"Dua orang yang mati itu, semuanya memiliki niatan jahat terhadapnya sejak awal."
"jika tidak, itu akan menjadi pembunuhan tanpa pandang bulu."
“Bahkan dengan ‘Konektor Emosi Natural’ Ramma tidak akan membiarkannya tetap hidup hingga sekarang, apa lagi membawanya kembali ke Bavaria."
"Ajari dia dengan baik, Guru Seperus."
Snape membetulkan kacamatanya dengan celah tipis, "Akan kulakukan."
.......
Sesudah daftar 68 murid diumumkan satu per satu, mereka yang lulus ujian akan pergi ke aula.
Mereka yang tidak lulus ujian kembali dengan penyesalan.
Arjuna berjalan di tengah kerumunan itu.
Dia berjalan di bagian pinggir.
Seperti biasa, berdiri di posisi di mana dia bisa melarikan diri kapan saja.
Sesudah mempertahankan hidup selama 3 tahun di Permukaan.
Bahkan Pusat Training yang terlihat aman ini, juga tidak bisa mengubah kebiasaan yang telah Arjuna jalani.
Aula.
Arjuna menatap Snape.
Snape meletakkan tangannya di belakang punggungnya, menyapu sekeliling.
“Namaku Snape Seperus.”
"Aku merupakan Pimpinan Instruktur."
"Pertama, selamat karena kalian telah berhasil lulus ujian."
"Mulai hari ini dan seterusnya, kalian merupakan 'pilot cadangan' Kota Bavaria, menikmati perawatan kelas keempat."
Sorak sorai terdengar dari segala penjuru.
Beberapa orang bahkan matanya memerah karena kegembiraan.
Arjuna tidak tahu apa tersebut perawatan kelas keempat.
Tetapi melihat dari ekspresi gembira para murid di sekelilingnya, kelihatannya itu bukan hal yang buruk.
Snape mengatakan lagi, "Kemudian, kalian akan ditempatkan di asrama, sesua dengan skor kalian."
“Kalian pasti cukup capek.”
"Pulanglah ke asrama kalian segera istirahat dengan baik, besok merupakan kelas resmi.”
Snape diam sebentar, lalu menambahkan, “Skor kalian dari ujian lapangan sudah diganti menjadi
'Kredit' sehingga dapat ditukarkan dengan macam macam bahan di Divisi Logistik."
"Di masa depan, kalian juga akan diberi penghargaan berupa ‘kredit’ jika mendapatkan hasil yang sangat bagus di saat pembelajaran."
"Cuman itu yang dapat kusampaikan."
Sesudah pidatonya selesai, Snape menatap Arjuna, lalu meninggalkan aula.
Setelah kepergian Snape, seorang guru wanita melangkah maju dan mengatakan.
"Sebelum pergi ke asrama, Pusat Training perlu mengumpulkan data fisik semua murid untuk penilaian kebugaran jasmani."
"Ini tidak akan lama."
“Para murid yang namanya dipanggil, harap pergi ke sana.”
Guru itu menunjuk ke sebuah alat yang menyerupai pintu pemeriksaan bandara.
"Jowi..."
"Lubac..."
"Triman..."
Satu per satu, para murid berbaris dan melewati pintu pemeriksaan, ada seorang personel staf di pintu yang memegang sebuah tablet untuk mencatat data.
Saat tiba giliran Arjuna, dia berjalan melewati pintu pemeriksaan.
Tetapi, lampu di pintu pemeriksaan justru menyala.
“Kelihatannya ada kesalahan.”
"Coba ulangi lagi nak."
Arjuna melakukan apa yang diperintahkannya.
Tetapi lampu di pintu pemeriksaan masih menyala.
Di waktu ini, guru wanita datang dan bertanya, "Ada apa?"
Anggota staf membuka mulutnya dengan ragu, “Murid ini kelihatannya sudah mengembangkan Ilmu Mata Batin."
"Data memperlihatkan jika, 'energi' miliknya sudah mencapai 97."
“Ini adalah level yang cuma dapat dicapai setelah menyelesaikan pelatihan dasar.”
"Selain itu..."
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved