Bab 7 Duel Maut (2)

by Sam Ramsay 17:36,Dec 24,2023
Tanpa memikirkannya, Arjuna berkata, “Oke, aku akan memilih duel maut dan menghajarnya sampai mati."
“Jangan menganggap remeh Darren Priyo.”
Ramma memberikan peringatan, "Ayahnya adalah Daffar Priyo, bos Perusahaan Alat Berat Mars."
"Dia adalah orang penting di Kota Bavaria."
"Jika kamu pilih duel maut, dia pasti akan mengerahkan banyak sumber daya untuk dihambur-hamburkan demi putranya."
Arjuna menjawab dengan santai, "Tidak masalah."
"Aku tahu, kamu pasti tidak akan diam saja dan membiarkan aku kalah."
Tawa ringan Ramma terdengar dari ujung telepon.
"Aku akan kirimkan informasi tentang Darren untukmu."
“Mestinya ada beberapa informasi yang berguna untukmu.”
Sesudah mengatakan itu, Ramma mengakhiri panggilan.
Detik berikutnya, pesan teks masuk 1 per 1.
Melihat pesan-pesan ini, Arjuna sedikit menyipitkan matanya, sebuah ide muncul di otaknya.
Keesokan harinya.
Sesudah makan pagi, semua murid berkumpul di aula.
Ke-65 murid baru lalu dibawa ke ruang auditorium pengajaran.
Snape, Pimpinan Instruktur, membawa seorang guru pria.
Lalu memperkenalkan, "Dia adalah Guru Musica.
Guru Musicabertanggung jawab atas kelas pengetahuan umum semua orang, persiapkan diri kalian, Guru Musica akan mengajar."
"Juga, ada beberapa kecelakaan semalam."
“Jadi beberapa murid tidak bisa mengikuti kelas.”
Pemuda yang memiliki wajah merah muda di sisi Darren membuka mulutnya untuk bertanya, "Guru, mungkinkah itu sungguh sebuah kecelakaan?"
Kemudian dia mengarahkan pandangannya ke arah Arjuna, "Tidak mungkinkah jika seseorang sengaja membunuh?"
"Atau apakah karena murid itu direkomendasikan oleh Kapten Ramma."
"Itu sebabnya, meski dia bunuh seseorang, kamu pura-pura seolah tidak ada yang terjadi."
"Sungguh mengerikan."
Namun Arjuna tak memberikan respon sejak awal hingga akhir.
Sesudah mendengar ucapan pemuda dengan wajah merah muda itu, semua murid langsung bergumam.


"Jika memang benar demikian, bukankah Pusat Training pilih kasih?"
"TIDAK, ini tidak bisa lagi disebut pilih kasih."
"Ini termasuk menyembunyikan kejahatan."
Darren mengendus di dalam hatinya.
Tadi malam, Juami dan Clerik datang untuk melapor situasi.
Setelah tahu jika Triman mati.
Dia cukup kaget.
Namun kemudian dia berpikir jika ada baiknya Triman mati.
Kondisi ini bisa jadi peluang agar teman-teman sekelasnya menolak Ramma karena Arjuna.
Langkah ini bisa dibilang cukup sukses.
Semalam.
Banyak murid memang melihat noda darah di kamar asrama Arjuna.
Beberapa murid bahkan menyaksikan penjaga keamanan, membawa mayat dari kamar asrama Arjuna.
Saat ini, semua murid mengarahkan pandangan mereka ke Arjuna.
Dengan raut wajah ngeri di wajah mereka.
Semua murid menjaga jarak darinya.
Cuma 2 murid yang tidak menyingkir.
Seorang pria dan wanita.
Pria itu merupakan pemuda dengan kaca mata yang kemarin ingin satu tim dengan Arjuna.
Melvin.
Sedangkan sang wanita, di sisi lain, membaca buku sambil mengenakan headphone, tampak tidak peduli dengan apa yang terjadi di sini.
Snape cuma bisa mengerutkan alisnya.
Dia mengerti apa yang terjadi semalam.
Clerik dan Juami yang memiliki andil juga mati.
Ramma berdebat dengan Pusat Training mengenai masalah ini semalam, bahkan memberikan bukti rekaman.
Pusat Training sudah menyebabkan keputusan, namun hal ini belum diumumkan.
Saat ini mereka ingin mendorong Darren mempermasalahkannya.
Hal ini menyebabkan Snape sangat tidak puas.
Namun saat dia hendak angkat bicara.
Sebuah suara terdengar.
"Darren, hanya segini kemampuanmu?"
Arjuna duduk dengan tenang.
Tanpa menoleh ke belakang, dia berkata “Cuma berani sembunyi di balik layar, melakukan hal yang keji."


"Kalau begini terus, pantas saja Daffar lebih peduli pada kakakmu, Dandy Priyo."

"Tidak mungkin."

"Kalau aku Daffar, aku tidak akan jatuh cinta pada sepotong sampah."

Darren yang merasa bangga pada dirinya dalam hati.

Lalu mendengar itu.

Seketika, ekspresinya jadi tegang.

Pemuda dengan wajah kekanakan di sampingnya kaget.

Dia tahu kalau Dandy itu hal yang tabu bagi Darren.

Kalau ada yang memuji-muji Dandy di hadapannya.

Dia akan menghinanya.

Kalau parah, pasti akan dihajar mati-matian.

Sungguh.

Darren langsung kesal saat mendengarnya.

Dia bangun, lalu berseru, "Kamu bilang apa?"

Arjuna bicara dengan santai, "Apa kamu tidak tahu."

“Di Kota Bavaria, memang siapa yang tidak tahu kalauDaffar lebih peduli pada Dandy dan menganggapnya sebagai harta tersayang."

"Sedangkan kamu, Darren, hehe."

“Kamu itu lelucon.”

Arjuna tidak terlalu sering banyak bicara.

Tapi ini untuk membuatDarren kesal.

Dia menyebabkan satu pengecualian.

“Cari matikamu!” Darren mendadak menggila.

Dia baru saja mau menyerang.

Tapi pemuda dengan wajah kekanakan berusaha sekuat tenaga untuk menghentikannya, "Jangan terpancing, KaK Priyo, dia sengaja memancingmu biar marah."

Ketika itulah Darren langsung sadar.

Dia menunjuk Arjuna dengan tangannya: “Kamu menyebarkan kebohongan tentangku, aku tidak akan melepaskanmu begitu saja."

"Aku menantangmu duel maut!"

Saat mereka dengar duel maut, para murid itu kebingungan.

Snape agak mengernyit.

Dia melihat ke arah Arjuna.

Arjuna lalu mendongakkan kepalanya, dengan senyum angkuh di wajahnya.

"Baiklah."

"Kiat bertarung sekarang!"

Darren tertawa, "Jangan terlalu semangat, masih ada satu bulan, kamu masih bisa mundur."

"Saat itu, kamu jelas akan mati."

Dia butuh waktu untuk menyiapkan diri.

Dan juga.

Meski dia menantang Arjuna, tapi Darren tidak bisa menjamin kalau dia tidak akan melakukan apa pun.

Kalau Arjuna terkene 'kecelakaan' dan mati, dia tidak akan bisa masuk ring.

Dia juga tidak keberatan.

Arjuna berpikir sebentar, lalu menatapnya, "Baiklah."

Selesai sudah masalah mereka.

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

34