Bab 1 Telah Hamil
by Dunica Andrea
17:41,Feb 08,2022
Masa kehamilan: enam minggu
Ketika aku melihat laporan USG nya, aku tertegun karena empat kata tersebut. Bagaimana mungkin aku hamil setelah melakukannya sekali saja?
Apa yang harus aku lakukan sekarang?
Jika aku memberitahu Fariz Osmandus, apakah dia tidak akan jadi menceraikanku karena ini? Tidak, sebaliknya dia akan berpikir bahwa aku sangat licik karena telah mengancamnya dengan anak.
Aku memendam rasa frustrasi di dalam hatiku, lalu memasukkan laporan USG nya ke dalam tasku dan meninggalkan rumah sakit.
Di luar gedung rumah sakit, terdapat sebuah Mercedes-Maybach berwarna hitam dengan jendela mobil yang terbuka sedikit. Dari luar, terlihat tatapan mata yang tajam dari sebuah pria di kursi kemudi.
Mobil mewah dan pria yang tampan itu langsung menarik perhatian dari banyak pejalan kaki.
Ada uang dan tampang. Itu telah menjadi simbol dari Fariz. Selama ini, aku sudah terbiasa dengannya, jadi aku mengabaikan tatapan mereka dan masuk ke dalam kursi penumpang.
Pria yang awalnya sedang memejamkan matanya, merasakan gerakan dan hanya mengerutkan alisnya. Lalu dia berkata dengan suaranya yang berat tanpa membuka matanya, "Apa kamu sudah menanganinya?"
"Iya!" Aku mengangguk, lalu aku menyerahkan kontrak yang telah ditanda tangani oleh rumah sakit kepadanya dan berkata, " Dekan Dispen titip salam kepadamu!" Hari ini, seharusnya hanya aku sendiri saja yang datang ke rumah sakit untuk menanda tangani kontrak ini. Tapi aku bertemu dengan Fariz di jalan dan tidak tahu karena apa, dialah yang membawaku ke sini.
"Kamu yang akan bertanggung jawab penuh atas proyek ini!" Fariz memang selalu tidak banyak bicara. Dia tidak mengambil kontrak itu dan hanya memberikan penjelasan kecil, lalu menyalakan mobilnya.
Aku mengangguk dan tidak ingin banyak bicara.
Setelah terdiam lama, aku sudah tidak bisa melakukan apapun lagi, selain menjadi patuh dan bekerja.
Mobil menuju ke arah pusat kota. Hari sudah malam. Dia berencana pergi kemana, jika bukan kembali ke villa? Aku merasa curiga, tapi biasanya aku tidak berinisiatif untuk bertanya kepadanya, jadi aku hanya diam saja.
Teringat pada laporan USG, aku sama sekali tidak tahu bagaimana cara untuk memberitahukannya. Aku meliriknya dan melihat matanya sedang menatap lurus ke depan. Tatapannya dingin dan tajam seperti biasanya.
" Fariz Osmandus." Aku membuka mulut. Telapak tanganku yang sedang memegang tas menjadi agak lembab. Sepertinya karena aku merasa gugup, makanya tanganku berkeringat.
"Katakan saja." Dua kata yang dingin dan tanpa emosi apapun di dalamnya.
Dia selalu begitu terhadapku. Setelah sekian lama, aku juga merasa lega. Jadi aku menekan perasaan gugup di dalam hatiku dan menarik napas yang panjang, lalu berkata, "Aku..." hamil.
Sebelum diriku mengucapkan 2 kata itu, ponselnya berdering dan kata-kataku tertelan kembali.
"Esther, ada apa?" Kelembutan dari beberapa orang hanya ditakdirkan untuk diberikan kepada satu orang saja. Pada akhirnya, cinta ataupun rasa senang hanya akan diberikan kepada satu orang saja.
Kelembutan Fariz hanya dipersiapkan untuk Esther Sonru saja. Kamu bisa mengetahuinya hanya dengan mendengar percakapan antar mereka berdua.
Tidak tahu apa yang dikatakan Esther di telepon, Fariz tiba-tiba menghentikan mobilnya dan menghiburnya, "Oke. Aku akan segera ke sana. Kamu jangan kemana-mana."
Begitu dia menutup panggilannya, raut wajahnya berubah dingin seperti semula dan dia memandangku sambil berkata, "Turun!"
Sebuah perintah yang tidak memberi ruang untuk apapun.
Ini bukan pertama kalinya juga, jadi aku mengangguk dan menelan semua kata-kataku, lalu membuka pintu mobil dan keluar.
Pernikahanku dengan Fariz adalah sebuah kecelakaan dan juga, takdir. Tapi itu semua tidak ada hubungannya dengan cinta. Fariz hanya memiliki Esther di hatinya, sedangkan keberadaanku hanyalah sebuah pajangan atau penghalang baginya.
Dua tahun yang lalu, Kakek Osmandus mengalami penurunan aliran darah. Ketika dia sedang terbaring di rumah sakit, dia memaksa Fariz untuk menikahiku. Meskipun Fariz tidak bersedia, tapi akhirnya dia menikahiku demi beliau. Selama dua tahun, karena kakek masih hidup, Fariz hanya menganggap bahwa diriku tidak ada saja. Tapi sekarang kakek sudah meninggal, jadi dia sudah tidak sabar untuk bertemu dengan pengacaranya untuk menyiapkan perjanjian cerai. Jadi aku hanya perlu menunggu untuk menanda tanganinya saja.
Hari sudah gelap ketika aku kembali ke villa. Rumah yang begitu besar ini kosong bagaikan sebuah rumah hantu. Mungkin karena diriku sedang hamil, jadi aku tidak memiliki nafsu untuk makan. Jadi aku langsung pergi ke kamar tidur, lalu mandi dan tidur.
Karena tidurku belum terlalu nyenyak, aku samar-samar mendengar suara mobil yang datang dari halaman rumah.
Apakah Fariz sudah pulang?
Bukankah dia pergi menemani Esther ?
Ketika aku melihat laporan USG nya, aku tertegun karena empat kata tersebut. Bagaimana mungkin aku hamil setelah melakukannya sekali saja?
Apa yang harus aku lakukan sekarang?
Jika aku memberitahu Fariz Osmandus, apakah dia tidak akan jadi menceraikanku karena ini? Tidak, sebaliknya dia akan berpikir bahwa aku sangat licik karena telah mengancamnya dengan anak.
Aku memendam rasa frustrasi di dalam hatiku, lalu memasukkan laporan USG nya ke dalam tasku dan meninggalkan rumah sakit.
Di luar gedung rumah sakit, terdapat sebuah Mercedes-Maybach berwarna hitam dengan jendela mobil yang terbuka sedikit. Dari luar, terlihat tatapan mata yang tajam dari sebuah pria di kursi kemudi.
Mobil mewah dan pria yang tampan itu langsung menarik perhatian dari banyak pejalan kaki.
Ada uang dan tampang. Itu telah menjadi simbol dari Fariz. Selama ini, aku sudah terbiasa dengannya, jadi aku mengabaikan tatapan mereka dan masuk ke dalam kursi penumpang.
Pria yang awalnya sedang memejamkan matanya, merasakan gerakan dan hanya mengerutkan alisnya. Lalu dia berkata dengan suaranya yang berat tanpa membuka matanya, "Apa kamu sudah menanganinya?"
"Iya!" Aku mengangguk, lalu aku menyerahkan kontrak yang telah ditanda tangani oleh rumah sakit kepadanya dan berkata, " Dekan Dispen titip salam kepadamu!" Hari ini, seharusnya hanya aku sendiri saja yang datang ke rumah sakit untuk menanda tangani kontrak ini. Tapi aku bertemu dengan Fariz di jalan dan tidak tahu karena apa, dialah yang membawaku ke sini.
"Kamu yang akan bertanggung jawab penuh atas proyek ini!" Fariz memang selalu tidak banyak bicara. Dia tidak mengambil kontrak itu dan hanya memberikan penjelasan kecil, lalu menyalakan mobilnya.
Aku mengangguk dan tidak ingin banyak bicara.
Setelah terdiam lama, aku sudah tidak bisa melakukan apapun lagi, selain menjadi patuh dan bekerja.
Mobil menuju ke arah pusat kota. Hari sudah malam. Dia berencana pergi kemana, jika bukan kembali ke villa? Aku merasa curiga, tapi biasanya aku tidak berinisiatif untuk bertanya kepadanya, jadi aku hanya diam saja.
Teringat pada laporan USG, aku sama sekali tidak tahu bagaimana cara untuk memberitahukannya. Aku meliriknya dan melihat matanya sedang menatap lurus ke depan. Tatapannya dingin dan tajam seperti biasanya.
" Fariz Osmandus." Aku membuka mulut. Telapak tanganku yang sedang memegang tas menjadi agak lembab. Sepertinya karena aku merasa gugup, makanya tanganku berkeringat.
"Katakan saja." Dua kata yang dingin dan tanpa emosi apapun di dalamnya.
Dia selalu begitu terhadapku. Setelah sekian lama, aku juga merasa lega. Jadi aku menekan perasaan gugup di dalam hatiku dan menarik napas yang panjang, lalu berkata, "Aku..." hamil.
Sebelum diriku mengucapkan 2 kata itu, ponselnya berdering dan kata-kataku tertelan kembali.
"Esther, ada apa?" Kelembutan dari beberapa orang hanya ditakdirkan untuk diberikan kepada satu orang saja. Pada akhirnya, cinta ataupun rasa senang hanya akan diberikan kepada satu orang saja.
Kelembutan Fariz hanya dipersiapkan untuk Esther Sonru saja. Kamu bisa mengetahuinya hanya dengan mendengar percakapan antar mereka berdua.
Tidak tahu apa yang dikatakan Esther di telepon, Fariz tiba-tiba menghentikan mobilnya dan menghiburnya, "Oke. Aku akan segera ke sana. Kamu jangan kemana-mana."
Begitu dia menutup panggilannya, raut wajahnya berubah dingin seperti semula dan dia memandangku sambil berkata, "Turun!"
Sebuah perintah yang tidak memberi ruang untuk apapun.
Ini bukan pertama kalinya juga, jadi aku mengangguk dan menelan semua kata-kataku, lalu membuka pintu mobil dan keluar.
Pernikahanku dengan Fariz adalah sebuah kecelakaan dan juga, takdir. Tapi itu semua tidak ada hubungannya dengan cinta. Fariz hanya memiliki Esther di hatinya, sedangkan keberadaanku hanyalah sebuah pajangan atau penghalang baginya.
Dua tahun yang lalu, Kakek Osmandus mengalami penurunan aliran darah. Ketika dia sedang terbaring di rumah sakit, dia memaksa Fariz untuk menikahiku. Meskipun Fariz tidak bersedia, tapi akhirnya dia menikahiku demi beliau. Selama dua tahun, karena kakek masih hidup, Fariz hanya menganggap bahwa diriku tidak ada saja. Tapi sekarang kakek sudah meninggal, jadi dia sudah tidak sabar untuk bertemu dengan pengacaranya untuk menyiapkan perjanjian cerai. Jadi aku hanya perlu menunggu untuk menanda tanganinya saja.
Hari sudah gelap ketika aku kembali ke villa. Rumah yang begitu besar ini kosong bagaikan sebuah rumah hantu. Mungkin karena diriku sedang hamil, jadi aku tidak memiliki nafsu untuk makan. Jadi aku langsung pergi ke kamar tidur, lalu mandi dan tidur.
Karena tidurku belum terlalu nyenyak, aku samar-samar mendengar suara mobil yang datang dari halaman rumah.
Apakah Fariz sudah pulang?
Bukankah dia pergi menemani Esther ?
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved