Bab 7 Upacara Pemakaman Kakek Osmandus
by Dunica Andrea
15:36,Feb 09,2022
Perjalanan dari villa ke rumah lama keluarga Osmandus memakan waktu satu jam. Selama satu jam ini, aku selalu merasa pusing.
Anak di kandungan Esther. Tatapan mata Fariz kepadaku sebelum dia pergi. Semua ini membuatku sangat kewalahan.
Hatiku sangat sesak. Ketika mobil berhenti di pintu gerbang rumah lama keluarga Osmandus, aku tiba-tiba merasa sangat mual, lalu aku bergegas turun dari mobil dan muntah di semak bunga. Meskipun aku merasa mual seharian, tapi aku tidak memuntahkan apapun.
"Oh, baru menjadi nyonya keluarga Osmandus selama beberapa hari saja sudah menjadi lemah. Duduk di mobil baru berapa lama saja sudah muntah seperti ini." Terdengar nada suara meremehkan dari gerbang pintu rumah lama.
Aku tidak perlu melihat untuk mengetahui siapa pemilik suara itu. kakek Osmandus memiliki dua putra semasa hidupnya. Putra sulungnya, Fadil Osmandus dan istrinya telah meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil dan meninggalkan Fariz Gaban, putra semata wayangnya. Dan yang satunya lagi tentu saja adalah Fahmi Osmandus, putra bungsunya.
Saat ini, orang yang tengah berdiri di luar rumah lama dan menyindirku tidak lain adalah Fahmi, paman keduaku dan Yesica, istrinya, yang tidak lain adalah bibi iparku.
Aku menahan rasa mualku dan memandang Yesica, lalu aku berkata dengan sopan, "Halo, Bibi."
Yesica selalu tidak menyukaiku. Mungkin dia cemburu karena kakek menyukaiku meskipun aku memiliki latar belakang yang rendah. Atau mungkin dia merasa tidak ikhlas karena kakek sangat menyayangi Fariz dan menyerahkan seluruh keluarga Osmandus kepadanya, makanya dia melepaskan kekesalannya padaku.
Wanita ini menatapku dengan dingin. Ketika Yesica melihat tidak ada lagi orang di dalam mobil, dia langsung membuang muka dan berkata, "Loh, apakah tuan muda keluarga Osmandus tidak hadir di upacara pemakaman kakek ?"
Karena hari ini banyak yang datang ke sini, jadi memang tidak pantas jika Fariz tidak hadir. Aku tersenyum dan berkata, "Fariz lagi ada urusan, jadi tidak bisa datang dulu. Mungkin agak siangan."
"Hehe!" Yesica mencibir, "Ternyata ini adalah orang kepercayaan kakek. Tidak ada istimewanya."
Meskipun Yesica tidak menyukaiku, tapi karena banyak keluarga terpandang yang hadir dan dia juga tidak ingin mempermalukan keluarga Osmandus, jadi dia tidak terlalu mempersulitku.
Kita masuk ke dalam rumah lama bersama-sama. Altar kakek diletakkan di tengah aula. Jenazahnya telah dikremasikan dan peti abunya diletakkan di belakang altarnya. Aula dipenuhi dengan bunga berwarna putih, lalu dupa dan sesajian juga diletakkan di depan altar.
Orang-orang terus berdatangan. kakek Osmandus sangat terkenal di kalangan banyak orang, dan mereka yang datang untuk menghormatinya memiliki latar belakang yang tidak biasa. Fahmi dan Yesica menyambut tamu di luar, sedangkan aku menyambut tamu di samping altar.
"Nona Kinand." Mbok Asmih memanggilku sambil memegang sebuah kotak kayu cendana.
" Mbok Asmih, kenapa?" Meskipun keluarga Osmandus adalah keluarga besar, tapi karena mereka tidak memiliki banyak anak, jadi silsilah keluarga tidaklah rumit. kakek Osmandus menyukai ketenangan, jadi dia hanya meninggalkan Mbok Asmih di sisinya untuk menjaganya.
Mbok Asmih meletakkan kotak kayu cendana di tanganku dan berkata dengan raut wajah sedih, " kakek meninggalkan ini untukmu. Simpahlah dengan baik."
Setelah terdiam beberapa saat, dia meneruskan, " kakek tahu bahwa setelah kepergiannya, Tuan Osmandus mungkin akan memaksamu untuk bercerai dengannya. Tunjukkan kotak ini kepada tuan jika kamu tidak ingin meninggalkannya. Jika dia melihatnya, mungkin dia akan memikirkan kembali dan tidak akan begitu mudah untuk bercerai denganmu."
Aku menundukkan kepalanya dan menatap kotak kayu cendana di tanganku. Melihat kotak berbentuk persegi ini telah dikunci, aku menatap Mbok Asmih dan bertanya, "Kuncinya ada dimana?"
" kakek telah memberikan kuncinya kepada Tuan Osmandus." jawab Mbok Asmih. Dia menatapku dan berkata, "Akhir-akhir ini, kamu menjadi semakin kurus. Kamu harus jaga kesehatan dengan baik. Semasa hidupnya, kakek berharap kamu dan Tuan Osmandus dapat melahirkan seorang bayi yang sehat dan melanjutkan garis keturunan keluarga Osmandus. Sekarang kakek telah pergi, jadi jangan biarkan garis keturunan keluarga Osmandus terputus di generasi kalian."
Ketika sedang berbicara mengenai anak, aku tertegun sejenak. Lalu aku menatap Mbok Asmih dan tersenyum tanpa mengatakan apapun.
Setelah upacara penghormatannya selesai, kakek dibawa mobil jenazah ke tempat pemakaman untuk dimakamkan. Hari sudah sore ketika aku tiba di kuburan, tapi Fariz masih belum muncul juga.
Setelah upacara pemakaman berakhir pun, Fariz tidak menunjukkan dirinya. Fahmi merangkul Yesica sambil menatapku dan berkata, " Difa, orang mati tidak bisa hidup kembali. Kembali dan bicaralah baik-baik dengan Fariz. Katakan kepadanya untuk jangan marah kepada kakek. Kakek tidak berutang apapun kepadanya."
Anak di kandungan Esther. Tatapan mata Fariz kepadaku sebelum dia pergi. Semua ini membuatku sangat kewalahan.
Hatiku sangat sesak. Ketika mobil berhenti di pintu gerbang rumah lama keluarga Osmandus, aku tiba-tiba merasa sangat mual, lalu aku bergegas turun dari mobil dan muntah di semak bunga. Meskipun aku merasa mual seharian, tapi aku tidak memuntahkan apapun.
"Oh, baru menjadi nyonya keluarga Osmandus selama beberapa hari saja sudah menjadi lemah. Duduk di mobil baru berapa lama saja sudah muntah seperti ini." Terdengar nada suara meremehkan dari gerbang pintu rumah lama.
Aku tidak perlu melihat untuk mengetahui siapa pemilik suara itu. kakek Osmandus memiliki dua putra semasa hidupnya. Putra sulungnya, Fadil Osmandus dan istrinya telah meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil dan meninggalkan Fariz Gaban, putra semata wayangnya. Dan yang satunya lagi tentu saja adalah Fahmi Osmandus, putra bungsunya.
Saat ini, orang yang tengah berdiri di luar rumah lama dan menyindirku tidak lain adalah Fahmi, paman keduaku dan Yesica, istrinya, yang tidak lain adalah bibi iparku.
Aku menahan rasa mualku dan memandang Yesica, lalu aku berkata dengan sopan, "Halo, Bibi."
Yesica selalu tidak menyukaiku. Mungkin dia cemburu karena kakek menyukaiku meskipun aku memiliki latar belakang yang rendah. Atau mungkin dia merasa tidak ikhlas karena kakek sangat menyayangi Fariz dan menyerahkan seluruh keluarga Osmandus kepadanya, makanya dia melepaskan kekesalannya padaku.
Wanita ini menatapku dengan dingin. Ketika Yesica melihat tidak ada lagi orang di dalam mobil, dia langsung membuang muka dan berkata, "Loh, apakah tuan muda keluarga Osmandus tidak hadir di upacara pemakaman kakek ?"
Karena hari ini banyak yang datang ke sini, jadi memang tidak pantas jika Fariz tidak hadir. Aku tersenyum dan berkata, "Fariz lagi ada urusan, jadi tidak bisa datang dulu. Mungkin agak siangan."
"Hehe!" Yesica mencibir, "Ternyata ini adalah orang kepercayaan kakek. Tidak ada istimewanya."
Meskipun Yesica tidak menyukaiku, tapi karena banyak keluarga terpandang yang hadir dan dia juga tidak ingin mempermalukan keluarga Osmandus, jadi dia tidak terlalu mempersulitku.
Kita masuk ke dalam rumah lama bersama-sama. Altar kakek diletakkan di tengah aula. Jenazahnya telah dikremasikan dan peti abunya diletakkan di belakang altarnya. Aula dipenuhi dengan bunga berwarna putih, lalu dupa dan sesajian juga diletakkan di depan altar.
Orang-orang terus berdatangan. kakek Osmandus sangat terkenal di kalangan banyak orang, dan mereka yang datang untuk menghormatinya memiliki latar belakang yang tidak biasa. Fahmi dan Yesica menyambut tamu di luar, sedangkan aku menyambut tamu di samping altar.
"Nona Kinand." Mbok Asmih memanggilku sambil memegang sebuah kotak kayu cendana.
" Mbok Asmih, kenapa?" Meskipun keluarga Osmandus adalah keluarga besar, tapi karena mereka tidak memiliki banyak anak, jadi silsilah keluarga tidaklah rumit. kakek Osmandus menyukai ketenangan, jadi dia hanya meninggalkan Mbok Asmih di sisinya untuk menjaganya.
Mbok Asmih meletakkan kotak kayu cendana di tanganku dan berkata dengan raut wajah sedih, " kakek meninggalkan ini untukmu. Simpahlah dengan baik."
Setelah terdiam beberapa saat, dia meneruskan, " kakek tahu bahwa setelah kepergiannya, Tuan Osmandus mungkin akan memaksamu untuk bercerai dengannya. Tunjukkan kotak ini kepada tuan jika kamu tidak ingin meninggalkannya. Jika dia melihatnya, mungkin dia akan memikirkan kembali dan tidak akan begitu mudah untuk bercerai denganmu."
Aku menundukkan kepalanya dan menatap kotak kayu cendana di tanganku. Melihat kotak berbentuk persegi ini telah dikunci, aku menatap Mbok Asmih dan bertanya, "Kuncinya ada dimana?"
" kakek telah memberikan kuncinya kepada Tuan Osmandus." jawab Mbok Asmih. Dia menatapku dan berkata, "Akhir-akhir ini, kamu menjadi semakin kurus. Kamu harus jaga kesehatan dengan baik. Semasa hidupnya, kakek berharap kamu dan Tuan Osmandus dapat melahirkan seorang bayi yang sehat dan melanjutkan garis keturunan keluarga Osmandus. Sekarang kakek telah pergi, jadi jangan biarkan garis keturunan keluarga Osmandus terputus di generasi kalian."
Ketika sedang berbicara mengenai anak, aku tertegun sejenak. Lalu aku menatap Mbok Asmih dan tersenyum tanpa mengatakan apapun.
Setelah upacara penghormatannya selesai, kakek dibawa mobil jenazah ke tempat pemakaman untuk dimakamkan. Hari sudah sore ketika aku tiba di kuburan, tapi Fariz masih belum muncul juga.
Setelah upacara pemakaman berakhir pun, Fariz tidak menunjukkan dirinya. Fahmi merangkul Yesica sambil menatapku dan berkata, " Difa, orang mati tidak bisa hidup kembali. Kembali dan bicaralah baik-baik dengan Fariz. Katakan kepadanya untuk jangan marah kepada kakek. Kakek tidak berutang apapun kepadanya."
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved