Bab 15 Dia Tahu Aku Hamil

by Dunica Andrea 15:58,Feb 09,2022
Jika aku cukup beruntung, mungkin aku bisa bertemu dengan pengemudi yang baik. Di malam hujan lebat ini, payung besar sama sekali tidak memiliki fungsi apa pun. Aku yang baru berjalan tidak terlalu jauh sudah basah kuyup.

Mungkin aku kurang beruntung. Aku sudah berjalan cukup lama dan tidak kunjung bertemu dengan satu mobil pun. Ditambah dengan hembusan angin dingin, perut bagian bawahku terasa sakit seperti ditusuk jarum.

Karena khawatir dengan anakku. Aku berhenti dan berjongkok sambil memegang perutku. Hujan semakin deras. Aku mencari ponselku di saku dan menyadari sudah hilang. Aku khawatir itu tertinggal di mobil.

Aku berjalan cukup jauh dan perut bagian bawahku semakin sakit. Aku tidak bisa kembali. Aku hanya bisa berjalan sambil memegang tembok batu di pinggir jalan. Tubuhku terus mengucurkan keringat dingin dan pada akhirnya aku hanya bisa berjongkok.

Samar-samar aku menyadari aliran panas di antara kedua kakiku. Aku terkejut, aku takut tidak bisa menyelamatkan anak ini……

Pepatah tua mengatatakan: Anak perempuan terbuat dari permen dan semua hal-hal indah. Mereka tidak jauh lebih buruk dari malaikat.

Tetapi, bukan berarti semua gadis terbuat dari permen dan hal-hal indah. Beberapa gadis dilahirkan untuk menghadapi bencana, rasa sakit, siksaan, perpisahan dan mengemis.

“Cii……”Ketika mendengar suara mobil berhenti. Kepalaku sangat pusing, aku tidak bisa membuka mataku bahkan mengangkat kepalaku.

Jip hitam, plat Badung B 999 FO, Fariz.

Beberapa kata kunci muncul. Aku tahu Fariz datang. Aku mengerahkan seluruh kekuatanku untuk berdiri.

Mungkin karena berjongkok terlalu lama dan ditambah pusing. Aku tiba-tiba jatuh ke belakang.

“Dasar wanita bodoh!” Suara rendah dan dingin seorang pria datang dari telingaku. Aku mencoba membuka mataku beberapa kali, tetapi tidak bisa. Kesadaran terakhirku memberitahuku Fariz menggendongku ke mobil. Setelah itu aku kehilangan kesadaran.

Ketika terbangun, aku masih pusing. Sekelilingku penuh dengan hamparan putih yang luas. Setelah melihat dengan jelas, ternyata aku berada di rumah sakit.

Ketika menggerakkan tubuhku, masih terasa sangat sakit.

Karena naluri, aku mengulurkan tangan menyentuh perut bagian bawahku tanpa sadar.

“Jangan khawatir, bayinya baik-baik saja!” Suara ini mengejutkanku. Aku melihat ke samping dan melihat Kenz. Aku tercengang dan tidak tahu harus berkata apa.

Setelah tertegun sejenak, “Kamu……”Kenapa ada di sini? Karena tenggorokanku sangat sakit aku tidak bisa mengatakan apa-apa.

Kenz mengernyitkan alisnya dan menuangkan segelas air. Kemudian mendatangiku dan setengah mengangkatku. Aku mendorongnya, aku menopang tubuhku dengan siku dan mencoba menjauh darinya.

Kenz mengabaikan tindakanku dan langsung meletakkan cangkir air ke mulutku. Tanganku yang ingin mengambil gelas ditangkis olehnya, “Minumlah!”Ujar dia.

Karena itu, aku tidak bisa mengatakan apa-apa.

Setelah menyesap beberapa teguk, tenggorokanku membaik.

Kenz meletakkanku kembali ke tempat tidur dan menaruh gelas,“Terima kasih!”Ujarku sambil memandangnya.

Kenz memainkan ponsel di tangannya dan bersenandung ‘Um’.

Setelah ragu sejenak, akhirnya aku bertanya, “Apakah Fariz tahu masalah bayi ini?”Kalau mataku tidak rabun, seharusnya Fariz yang mengantarku ke rumah sakit tadi malam. Kenz sudah mengetahui keberadaan anak ini dan seharusnya Fariz juga mengetahuinya.

Kenz berhenti bermain ponsel,“Kamu tidak ingin dia tahu?”Tanya dia memicingkan mata menatapku.

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

170