Bab 13 Aku Di Kantor Polisi
by Dunica Andrea
15:57,Feb 09,2022
“Kenapa tidak cocok?” preman kecil yang baru saja dipukul menatapku dan tersenyum jahat, “Tadi kamu yang memukul aku, kan?”
“Tidak sengaja. Maaf.”Angguk aku.
“Sialan! Cari mati ya!”Ujar preman kecil ini sambil mengangkat tongkat di tangannya dan mengayunkannya ke arahku. Madina dan aku menghindar, lalu meraih botol bir di samping dan memukulnya.
Awalnya, beberapa orang yang tidak memukul hanya ingin menonton kegembiraan. Ketika mereka melihat Madina dan aku melawan. Mereka semua bergegas memegang tongkat di tangan mereka dan menyerang kami.
Madina dan aku bisa bertarung. Jadi tidak rugi berkelahi dengan preman kecil ini. Saat polisi datang, beberapa orang terluka. Untungnya, tidak ada luka serius dan semuanya dibawa ke kantor polisi.
Kami membuat pernyataan di kantor polisi. Meski Madina dan aku adalah korban. Tetapi karena ikut dalam perkelahian. Kami harus mencari seseorang untuk menjamin.
Madina adalah anak yatim piatu. Dia tidak memiliki teman lain selain aku di kota Badung. Jadi hanya bisa menungguku mencari seseorang untuk menjamin kita berdua.
Biasanya, selain pergi ke kantor aku tinggal di rumah dan tidak pintar bersosialisasi. Aku tidak mempunyai banyak teman. Setelah berpikir cukup lama, aku memberanikan diri untuk menelepon Kenz.
Telepon berdering dua kali dan kemudian terhubung. Orang yang berada di ujung telepon tidak berbicara dan aku merasa canggung, “Dokter Sumail,maaf sudah menggangumu. Dapatkah kamu membantuku? Aku ada di kantor polisi. Bisakah kamu datang sebentar?” Ujarku.
Melihat tidak ada jawaban di ujung telepon. Aku tertegun sejenak dan tidak bisa berkata apa-apa,“Dokter Sumail,maaf sudah merepotkanmu.”
Untuk waktu yang lama, dua kata datang dari ujung telepon,“ Difa ”
Ini suara …… Fariz !
Kenapa dia bisa menjawab telepon Kenz ?
Aku terkejut dan ketakutan. Aku tergagap dan berkata,“ Fariz, kamu……”
“Alamat!”Ujar orang di ujung telepon dengan dingin, sebelum aku selesai berbicara.
Dapat didengar suasana hati Fariz sedang buruk.
“Kantor Polisi Daerah Mayoran!” Telepon ditutup setelah aku mengatakan alamatnya.
“Kenapa kamu tidak langsung menelepon Fariz ? Kenapa harus membuat masalah!”Ujar Madina menatapku.
“Ketika aku keluar dari vila. Fariz sudah mabuk, aku pikir dia sedang istirahat. Makanya aku menelepon Kenz, tidak kusangka……”Ujarku memegang dahi dan tidak mengatakan apa-apa.
Tidak disangka Fariz menjawab panggilan ini.
Setengah jam kemudian, Fariz memasuki kantor polisi yang penuh sesak. Auranya dingin dan tegas, tubuhnya ramping dan tampan. Selama berdiri diam tidak mengatakan sepatah kata pun akan terlihat seperti sebuah lukisan.
Selain itu, ada beberapa artikel tentang dia di berita utama kota tentang keuangan dan ekonomi, sehingga kedatangannya menarik perhatian orang-orang di kantor polisi untuk menyambutnya satu demi satu.
“Sebenarnya aku bisa mengerti kenapa kamu begitu terobsesi padanya. Bagaimanapun juga, tiada duanya! Wanita mana yang tidak menginginkan dia. Gelar Nyonya Osmandus saja sangat diminati oleh banyak gadis. Jangan bilang kamu masih tidur dengannya setiap hari.”
Memicingkan mata ke arahnya. Sebelumnya membujukku untuk bercerai, kali ini……
Benar saja, wanita juga berubah-ubah.
Setelah Fariz bernegosiasi dengan polisi. Dia menandatangani surat, setelah itu aku dan Madina bisa pergi.
Di depan pintu kantor polisi.
“Kalian berdua kalau menghadapi situasi seperti ini hanya perlu lapor polisi, tidak perlu berkelahi.”Ujar polisi yang menahanku dan Madina.
Aku dan Madina saling memandang. Kemudian tersenyum pada polisi itu dan mengucapkan terima kasih.
“Kalau tidak main tangan, tunggu polisi datang membereskan mayat!”Gumam Madina pelan sambil menoleh ke belakang.
Awalnya aku ingin mengatakan sesuatu. Tetapi aku merasakan tatapan dingin yang terus menatap kemari. Melihat Fariz memakai jas hitam berdiri sedingin es di samping jip hitamnya.
“Tidak sengaja. Maaf.”Angguk aku.
“Sialan! Cari mati ya!”Ujar preman kecil ini sambil mengangkat tongkat di tangannya dan mengayunkannya ke arahku. Madina dan aku menghindar, lalu meraih botol bir di samping dan memukulnya.
Awalnya, beberapa orang yang tidak memukul hanya ingin menonton kegembiraan. Ketika mereka melihat Madina dan aku melawan. Mereka semua bergegas memegang tongkat di tangan mereka dan menyerang kami.
Madina dan aku bisa bertarung. Jadi tidak rugi berkelahi dengan preman kecil ini. Saat polisi datang, beberapa orang terluka. Untungnya, tidak ada luka serius dan semuanya dibawa ke kantor polisi.
Kami membuat pernyataan di kantor polisi. Meski Madina dan aku adalah korban. Tetapi karena ikut dalam perkelahian. Kami harus mencari seseorang untuk menjamin.
Madina adalah anak yatim piatu. Dia tidak memiliki teman lain selain aku di kota Badung. Jadi hanya bisa menungguku mencari seseorang untuk menjamin kita berdua.
Biasanya, selain pergi ke kantor aku tinggal di rumah dan tidak pintar bersosialisasi. Aku tidak mempunyai banyak teman. Setelah berpikir cukup lama, aku memberanikan diri untuk menelepon Kenz.
Telepon berdering dua kali dan kemudian terhubung. Orang yang berada di ujung telepon tidak berbicara dan aku merasa canggung, “Dokter Sumail,maaf sudah menggangumu. Dapatkah kamu membantuku? Aku ada di kantor polisi. Bisakah kamu datang sebentar?” Ujarku.
Melihat tidak ada jawaban di ujung telepon. Aku tertegun sejenak dan tidak bisa berkata apa-apa,“Dokter Sumail,maaf sudah merepotkanmu.”
Untuk waktu yang lama, dua kata datang dari ujung telepon,“ Difa ”
Ini suara …… Fariz !
Kenapa dia bisa menjawab telepon Kenz ?
Aku terkejut dan ketakutan. Aku tergagap dan berkata,“ Fariz, kamu……”
“Alamat!”Ujar orang di ujung telepon dengan dingin, sebelum aku selesai berbicara.
Dapat didengar suasana hati Fariz sedang buruk.
“Kantor Polisi Daerah Mayoran!” Telepon ditutup setelah aku mengatakan alamatnya.
“Kenapa kamu tidak langsung menelepon Fariz ? Kenapa harus membuat masalah!”Ujar Madina menatapku.
“Ketika aku keluar dari vila. Fariz sudah mabuk, aku pikir dia sedang istirahat. Makanya aku menelepon Kenz, tidak kusangka……”Ujarku memegang dahi dan tidak mengatakan apa-apa.
Tidak disangka Fariz menjawab panggilan ini.
Setengah jam kemudian, Fariz memasuki kantor polisi yang penuh sesak. Auranya dingin dan tegas, tubuhnya ramping dan tampan. Selama berdiri diam tidak mengatakan sepatah kata pun akan terlihat seperti sebuah lukisan.
Selain itu, ada beberapa artikel tentang dia di berita utama kota tentang keuangan dan ekonomi, sehingga kedatangannya menarik perhatian orang-orang di kantor polisi untuk menyambutnya satu demi satu.
“Sebenarnya aku bisa mengerti kenapa kamu begitu terobsesi padanya. Bagaimanapun juga, tiada duanya! Wanita mana yang tidak menginginkan dia. Gelar Nyonya Osmandus saja sangat diminati oleh banyak gadis. Jangan bilang kamu masih tidur dengannya setiap hari.”
Memicingkan mata ke arahnya. Sebelumnya membujukku untuk bercerai, kali ini……
Benar saja, wanita juga berubah-ubah.
Setelah Fariz bernegosiasi dengan polisi. Dia menandatangani surat, setelah itu aku dan Madina bisa pergi.
Di depan pintu kantor polisi.
“Kalian berdua kalau menghadapi situasi seperti ini hanya perlu lapor polisi, tidak perlu berkelahi.”Ujar polisi yang menahanku dan Madina.
Aku dan Madina saling memandang. Kemudian tersenyum pada polisi itu dan mengucapkan terima kasih.
“Kalau tidak main tangan, tunggu polisi datang membereskan mayat!”Gumam Madina pelan sambil menoleh ke belakang.
Awalnya aku ingin mengatakan sesuatu. Tetapi aku merasakan tatapan dingin yang terus menatap kemari. Melihat Fariz memakai jas hitam berdiri sedingin es di samping jip hitamnya.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved