Bab 5 Sangat Beruntung Bisa Makan Sarapan Buatan Tuan Osmandus
by Dunica Andrea
17:41,Feb 08,2022
Begitu mendengarnya, Esther menjadi tertegun sejenak dan tatapannya seketika menjadi gelap. Lalu dia menoleh dan menatap Fariz sambil menarik bajunya dan berkata pelan, " Mas Fariz, tadi malam aku terlalu keras kepala dan telah menganggumu dan Kak Kinand. Bisakah kamu memintanya untuk sarapan bersama kami? Anggap saja ini adalah permintaan maafku. Bolehkah?"
Aku...
Hehe, tentu saja ada orang yang tidak perlu berusaha keras dan dapat memperoleh apa yang orang lain tidak bisa dapatkan hanya dengan menunjukkan sisi mereka yang lemah dan rapuh.
Awalnya Fariz hanya bersikap cuek dengan kehadiranku. Tapi begitu mendengar permintaan dari Esther, dia menatapku dan berkata, "Makan bersama!"
Nada suara memerintah yang dingin.
Apakah aku merasa sakit? Aku sudah terbiasa.
Aku tersenyum dan mengangguk,"Terima kasih."
Pada akhirnya, aku tidak bisa sepenuhnya menolak Fariz. Aku jatuh cinta kepadanya pada pandangan pertama, jadi sulit bagiku untuk melepaskannya.
Aku merasa sangat beruntung karena ini adalah pertama kali aku memakan sarapan buatan Fariz. Telur goreng dan bubur kacang hijau. Makanan yang biasa tapi sangat menakjubkan. Aku selalu berpikir bahwa pria seperti Fariz adalah orang yang sangat disayangi Tuhan. Tangannya digunakan untuk menguasai dunia.
" Kak Kinand, ayo cobain telur goreng buatan Mas Fariz. Enak sekali loh. Dia sering menggorengnya untukku ketika kami sedang bersama." Sambil berbicara, Esther meletakkan telur goreng ke mangkokku.
Lalu dia juga memberikan telur goreng kepada Fariz dan tersenyum sambil berkata, " Mas Fariz, kamu telah berjanji padaku bahwa hari ini kamu akan menemaniku ke Bogor untuk melihat bunga. Kamu tidak boleh ingkar janji loh."
"Baik." jawab Fariz sambil memakan sarapannya dengan anggun. Dia memang tidak banyak bicara. Tapi dia akan melakukan apapun untuk Esther.
Tampaknya Kenz sudah terbiasa dengan semua ini, jadi dia hanya memakan sarapannya dengan anggun dan memandang kami seperti orang luar.
Aku menundukkan kepala dan mengerutkan alis. Hari ini adalah hari pemakaman kakek. Jika Fariz pergi menemani Esther, jadi di rumah lama keluarga Osmandus...
Tidak ada yang bisa menikmati sarapan ini dengan baik. Aku hanya memakannya sedikit, lalu aku melihat Fariz sudah siap makan dan naik ke atas untuk mengganti pakaiannya. Kemudian aku meletakkan sumpitku dan beranjak ke atas.
Kamar tidur.
Fariz tahu bahwa aku mengikutinya dan dia bertanya dengan cuek "Ada apa?"
Sambil berbicara, dia menanggalkan pakaiannya dan terlihat seperti seolah-olah tidak terjadi apapun. Tubuhnya yang kekar terekspos di udara, lalu aku membalikkan tubuhku dan berkata, "Hari ini adalah hari pemakaman kakek!"
Terdengar suara desis dan ritsleting di belakangku yang diikuti dengan jawabannya yang kasar, "Kamu saja yang pergi."
Aku mengerutkan alis, " Fariz, dia adalah kakekmu." Dia adalah putra sulung keluarga Osmandus. Jika dia tidak berada di sana, apa yang akan dipikirkan anggota keluarga keluarga Osmandus lainnya?
"Aku telah meminta Firda kesana untuk mengurus pemakamannya. Jika ada yang ingin kamu tanyakan, kamu bisa menghubungi Firda." Dia mengucapkan kata-kata ini dengan cuek, seolah-olah dia sedang menjelaskan sesuatu yang sama sekali tidak penting.
Melihatnya berjalan menuju ke ruang kerjanya, aku meninggikan suaraku dan berkata dengan sedikit perasaan tertekan, " Fariz, selain Esther, apakah semua orang itu tidak penting bagimu? Apa arti ikatan keluarga bagimu?"
Dia menghentikan langkah kakinya dan menoleh ke arahku. Lalu dia memicingkan matanya dan menatapku dengan dingin, "Bukan giliranmu untuk mengatur urusan keluarga Osmandus."
Setelah terdiam sejenak, dia mengucapkan kata-kata yang sangat menyakitkan, "Kamu tidak pantas!"
Kata-kata yang singkat itu bagaikan air es yang menguyuriku dan membuatku merasa kedinginan hingga menusuk tulang.
Aku tertawa kecil setelah mendengar langkah kaki yang semakin menjauh.
Aku tidak pantas!
Hehe!
Selama dua tahun ini, aku tetap tidak bisa melelehkan gunung es tersebut.
"Awalnya aku mengira kamu hanya tidak tahu malu saja. Tidak kusangka kamu suka ikut campur dengan urusan orang lain juga." Terdengar sebuah cibiran di sampingku.
Aku menoleh dan melihat Esther yang tidak tahu sejak kapan bersandar di kusen pintu sambil memeluk lengannya sendiri. Raut wajah polos dan lucu telah menghilang dari wajahnya dan hanya tersisa tatapan dinginnya saja.
Aku...
Hehe, tentu saja ada orang yang tidak perlu berusaha keras dan dapat memperoleh apa yang orang lain tidak bisa dapatkan hanya dengan menunjukkan sisi mereka yang lemah dan rapuh.
Awalnya Fariz hanya bersikap cuek dengan kehadiranku. Tapi begitu mendengar permintaan dari Esther, dia menatapku dan berkata, "Makan bersama!"
Nada suara memerintah yang dingin.
Apakah aku merasa sakit? Aku sudah terbiasa.
Aku tersenyum dan mengangguk,"Terima kasih."
Pada akhirnya, aku tidak bisa sepenuhnya menolak Fariz. Aku jatuh cinta kepadanya pada pandangan pertama, jadi sulit bagiku untuk melepaskannya.
Aku merasa sangat beruntung karena ini adalah pertama kali aku memakan sarapan buatan Fariz. Telur goreng dan bubur kacang hijau. Makanan yang biasa tapi sangat menakjubkan. Aku selalu berpikir bahwa pria seperti Fariz adalah orang yang sangat disayangi Tuhan. Tangannya digunakan untuk menguasai dunia.
" Kak Kinand, ayo cobain telur goreng buatan Mas Fariz. Enak sekali loh. Dia sering menggorengnya untukku ketika kami sedang bersama." Sambil berbicara, Esther meletakkan telur goreng ke mangkokku.
Lalu dia juga memberikan telur goreng kepada Fariz dan tersenyum sambil berkata, " Mas Fariz, kamu telah berjanji padaku bahwa hari ini kamu akan menemaniku ke Bogor untuk melihat bunga. Kamu tidak boleh ingkar janji loh."
"Baik." jawab Fariz sambil memakan sarapannya dengan anggun. Dia memang tidak banyak bicara. Tapi dia akan melakukan apapun untuk Esther.
Tampaknya Kenz sudah terbiasa dengan semua ini, jadi dia hanya memakan sarapannya dengan anggun dan memandang kami seperti orang luar.
Aku menundukkan kepala dan mengerutkan alis. Hari ini adalah hari pemakaman kakek. Jika Fariz pergi menemani Esther, jadi di rumah lama keluarga Osmandus...
Tidak ada yang bisa menikmati sarapan ini dengan baik. Aku hanya memakannya sedikit, lalu aku melihat Fariz sudah siap makan dan naik ke atas untuk mengganti pakaiannya. Kemudian aku meletakkan sumpitku dan beranjak ke atas.
Kamar tidur.
Fariz tahu bahwa aku mengikutinya dan dia bertanya dengan cuek "Ada apa?"
Sambil berbicara, dia menanggalkan pakaiannya dan terlihat seperti seolah-olah tidak terjadi apapun. Tubuhnya yang kekar terekspos di udara, lalu aku membalikkan tubuhku dan berkata, "Hari ini adalah hari pemakaman kakek!"
Terdengar suara desis dan ritsleting di belakangku yang diikuti dengan jawabannya yang kasar, "Kamu saja yang pergi."
Aku mengerutkan alis, " Fariz, dia adalah kakekmu." Dia adalah putra sulung keluarga Osmandus. Jika dia tidak berada di sana, apa yang akan dipikirkan anggota keluarga keluarga Osmandus lainnya?
"Aku telah meminta Firda kesana untuk mengurus pemakamannya. Jika ada yang ingin kamu tanyakan, kamu bisa menghubungi Firda." Dia mengucapkan kata-kata ini dengan cuek, seolah-olah dia sedang menjelaskan sesuatu yang sama sekali tidak penting.
Melihatnya berjalan menuju ke ruang kerjanya, aku meninggikan suaraku dan berkata dengan sedikit perasaan tertekan, " Fariz, selain Esther, apakah semua orang itu tidak penting bagimu? Apa arti ikatan keluarga bagimu?"
Dia menghentikan langkah kakinya dan menoleh ke arahku. Lalu dia memicingkan matanya dan menatapku dengan dingin, "Bukan giliranmu untuk mengatur urusan keluarga Osmandus."
Setelah terdiam sejenak, dia mengucapkan kata-kata yang sangat menyakitkan, "Kamu tidak pantas!"
Kata-kata yang singkat itu bagaikan air es yang menguyuriku dan membuatku merasa kedinginan hingga menusuk tulang.
Aku tertawa kecil setelah mendengar langkah kaki yang semakin menjauh.
Aku tidak pantas!
Hehe!
Selama dua tahun ini, aku tetap tidak bisa melelehkan gunung es tersebut.
"Awalnya aku mengira kamu hanya tidak tahu malu saja. Tidak kusangka kamu suka ikut campur dengan urusan orang lain juga." Terdengar sebuah cibiran di sampingku.
Aku menoleh dan melihat Esther yang tidak tahu sejak kapan bersandar di kusen pintu sambil memeluk lengannya sendiri. Raut wajah polos dan lucu telah menghilang dari wajahnya dan hanya tersisa tatapan dinginnya saja.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved