Bab 4 Menempati Tempat Tinggalku

by Dunica Andrea 17:41,Feb 08,2022
Karena koridornya tidak luas, jadi mereka bertemu di jalan yang sempit. Pria itu tertegun, lalu dia merapikan pakaiannya dan berkata, "Nona Kinand, aku datang untuk mengobati Esther."

Kenz adalah teman baik Fariz. Ada yang mengatakan bahwa untuk mengetahui apakah seorang pria mencintaimu atau tidak, kamu dapat mengetahuinya hanya dengan melihat bagaimana sikap temannya terhadapmu.

Tidak perlu melihat sikapnya, bahkan aku dapat mengetahuinya hanya dengan mendengarkan panggilannya kepadaku. Selama hidupku, aku hanya memiliki satu panggilan saja, yaitu Nona Kinand.

Panggilan yang begitu sopan dan asing!

Manusia tidak bisa terlalu banyak menggali hal kecil. Kalau tidak, hidup mereka akan menderita karena frustrasi. Aku tersenyum dan membukakan jalan kepadanya, lalu berkata, "Yah, masuklah."

Terkadang aku merasa sangat iri dengan Esther. Dia hanya perlu meneteskan air mata untuk mendapatkan kasih sayang yang tidak akan pernah aku dapatkan meskipun diriku telah berusaha keras selama hidupku.

Ketika aku kembali ke kamar tidur, aku mencari pakaian yang tidak pernah Fariz kenakan dan membawanya keluar, lalu turun ke ruang tamu.

Kenz memberi perawatan kepada Esther dengan cepat. Dia mengukur suhu tubuhnya dan membuka resep obat untuk penurun demam, lalu bersiap untuk pergi.

Ketika dia turun ke bawah, dia melihatku berdiri di ruang tamu dan tersenyum, "Hari sudah malam. Apakah kamu tidak tidur, Nona Kinand?"

"Yah, sebentar lagi." Aku menyerahkan pakaian di tanganku kepadanya dan berkata, "Pakaianmu sudah basah kuyup dan di luar masih hujan. Gantilah sebelum pergi supaya tidak sakit."

Mungkin karena merasa kaget karena aku tiba-tiba memberinya pakaian, pria itu tertegun sejenak, lalu wajahnya memancarkan senyuman dan dia berkata, "Tidak perlu. Aku kuat kok, jadi tidak apa-apa."

Aku meletakkan pakaian tersebut di tangannya dan berkata, " Fariz tidak pernah memakai ini. Labelnya masih ada. Tubuh kalian tidak jauh beda, jadi kamu pakai saja."

Setelah selesai bicara, aku naik ke atas dan kembali ke kamar tidur.

Aku tidak begitu baik hati. Dulu ketika nenek berada di rumah sakit, Kenz yang menjadi dokter bedahnya. Dia adalah seorang dokter kelas internasional yang sangat terkenal. Jika bukan karena keluarga Osmandus, dia tidak mungkin akan setuju untuk melakukan operasi untuk nenekku. Jadi anggap saja pakaian itu adalah balas budi kepadanya.

Keesokan harinya.

Pagi hari setelah hujan yang deras, cahaya matahari dipenuhi dengan aroma khas tanah. Aku terbiasa bangun pagi. Setelah mandi dan turun ke bawah, Fariz dan Esther sudah berada di dapur.

Fariz mengenakan celemek hitam dan tubuhnya yang ramping sedang menggoreng telur di depan kompor. Aura dingin di tubuhnya menghilang dan digantikan dengan aura yang keren.

Sepasang mata Esther yang berbinar terus menatap tubuhnya. Mungkin karena demamnya sudah mereda, wajahnya yang halus dan kecil menjadi sedikit memerah, dan dia terlihat lucu dan memesona.

" Mas Fariz, aku mau makan telur goreng yang agak kosong." Sambil berbicara, Esther memasukkan sebuah stoberi ke dalam mulut Fariz dan meneruskan, "Tapi jangan terlalu gosong juga, nanti rasanya pahit."

Fariz mengunyah stroberi dan meliriknya dengan sepasang mata hitamnya. Meskipun dia tidak mengucapkan sepatah katapun, tapi satu tatapannya sudah menunjukkan kasih sayangnya.

Pria tampan dan wanita cantik. Mereka benar-benar sangat cocok!

Pemandangan dengan interaksi yang lembut dan romantis ini terlihat cukup manis.

"Mereka sangat cocok, bukan?" Aku mendengar sebuah suara dari belakangku dan tertegun sejenak, lalu menoleh dan melihat Kenz. Aku benar-benar melupakannya. Kemarin karena hujan sangat deras, ditambah dengan Esther yang masih demam, tentu saja Fariz tidak membiarkannya pulang.

"Pagi." kataku sambil tersenyum. Tatapanku tertuju pada pakaian di tubuhnya. Ini pakaian yang telah kuberikan kepadanya tadi malam.

Dia merasakan tatapanku dan tersenyum, "Pakaian ini cukup pas, Terima kasih."

Aku menggelengkan kepala, "Tidak apa-apa. Aku yang membeli pakaian ini kepada Fariz. Tapi dia tidak pernah memakainya."

Mungkin karena mendengar ada suara, Esther memandang kita dan berkata, " Kak Kinand, Kak Kenz, kalian sudah bangun ya. Mas Fariz sedang menggoreng telur, ayo makan bersama."

Nada suara ini tampak seperti nada seorang nyonya di rumah ini.

Aku tersenyum kecil, "Tidak perlu. Kemarin aku ada membeli roti dan susu, dan meletakkannya di kulkas. Kamu baru saja sembuh, jadi minumlah lebih banyak." Bagaimanapun juga, ini adalah tempat tinggalku selama dua tahun ini. Sertifikat kepemilikan properti juga tertera namaku dan Fariz.

Meskipun aku lemah, tapi aku juga tidak bersedia untuk membiarkan orang lain menempati tempat tinggalku.

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

170