Bab 5 Part 5

by Dinda Tirani 11:03,Apr 26,2024
Kami berpelukan lagi. Gunung kembar ini terasa tak mengendur sama sekali. Ia melepaskan pelukannya, memagut bibirku. Lembut. Ia menjilati cairan vaginanya sendiri.

Dokter Ara, jika kamu tahu, si johny sudah tak sabar merasakan kehangatan vaginamu, tapi demi memuaskanmu, ia rela tetap di dalam sana. Sabar ya johny, kamu harus melatih kesabaran.

Pelan tapi pasti, dokter Ara beranjak turun. Ia kini berlutut, tepat menghadap si johny. Diturunkannya jinsku yang memang telah terbuka kancing dan resletingnya. Selanjutnya, ia lolosi juga boxer dan celana dalamku. Iya, aku memang terbiasa pakai boxer. Kini si johny, nama yang kusematkan pada penisku, sudah bebas. Ia nampak mengacung ke atas seperti biasanya. Dokter Ara masih memandangi si johny sambil satu tangannya menggenggam dengan lembut. Si johny makin menegang. Ia tersenyum, menatapku dari bawah sana. Ia mainkan jemarinya. Pelan. Perlahan. Lembut sekali. Kepalanya mulai maju. Ia kecup si johny. Diulanginya dari bawah ke atas. Penuh pengertian. Aku berdesir. Menikmati tiap jengkal permainannya.

Pengalaman memang tak bisa berbohong. Permainan dokter Ara jelas beda dengan mantan pacarku. Tapi tak ada gunanya membanding-bandingkan. Aku harus menikmati apa yang ada di hadapanku. Kini Dokter Ara mulai menjilati batang penisku. Ia basahi dengan air liurnya. Sepertinya tak ada satu senti pun yang terlewat. Tak lupa buah zakarku juga jadi sasarannya. Kocokan tangannya perlahan meningkat ritmenya. Sejurus kemudian, secara tiba-tiba, ia melahap si johny. Hangat. Nikmat.

"Uhh Dokk," aku melenguh akhirnya.

Kurapikan rambutnya. Aku ingin melihat si johny keluar masuk mulut seksi itu. Dan percayalah, pemandangan ini akan kuingat sepanjang hayat. Aku sangat menikmatinya. Mulutnya nampak lihai memainkan si johnya. Tak ketinggalan lidahnya juga aduhai. Entah bagaimana caranya dengan posisi seperti itu, lidahnya bermain di batang penisku. Ini sungguh nikmat.

Aku hanya bisa melenguh. Mendesah tertahan. Ia sama sekali tak melepaskan mulutnya dari sana. Sesekali ia lakukan deep throath. Gila. Rasanya tubuhku mau ambruk. Ini pengalama luar biasa. Terbaik. Entah berapa air liur yang mengalir dari mulutnya. Dan membasahi si johny.

Dokter Ara masih asyik. Mungkin hampir 10 menit ia bermain-main. Ia mungkin heran kenapa aku tak kunjung ejakulasi. Aku memang susah untuk keluar saat di oral. Meski kuakui ini oral terhebat yang pernah kurasakan. Ia melepaskan mulutnya. Sepertinya ia pegal. Ia mendorongku rebah di ranjang.

Gila. Ia memosisikan diri di atasku, menghadap di johny dan memberikan vaginanya ke mulutku. Dokter ini gila. Ia benar-benar menggairahkan. Kami saling memberi kenikmatan di posisi ini. Ia tak henti memainkan si johny. Sepertinya masih penasaran. Aku tak mau kalah, kumainkan lidahku dan jari-jariku. Vaginanya masih basah. Dan makin basah kemudian.

"Ouhhhhh Masss hmmmm," desahannya tertahan. Ia tetap melenguh.

Tak sabar sepertinya. Ia berdiri dan merebahkan tubuhnya, menarik tubuhku dan mencari-cari si johny. Wajahnya penuh birahi. Nafsunya sudah tak tertahankan. Nafasnya bagai peserta lari 100m yang baru saja sampai garis finis. Ia memosisikan si johny tepat di vaginanya. Digesek-gesek. Ia melenguh. Kubantu memancing birahinya makin liar. Kupagut bibirnya. Aku menekan si johny masuk. Pelan. Pelan. Pelan. Kuhentakkan.

"Ouhhhhhhhh," ia melenguh panjang, "biarkan dulu, Mas, uhhhh"

Luar biasa. Jika bisa kulukiskan perasaanku saat ini, pasti akan kupajang hasilnya pada pameran tunggal. Tak ada karya lain. Aku mematoknya dengan harga yang sangat tinggi.

Jangan tanya rasanya. Kau akan tahu jika mencobanya sendiri. Kami diam beberapa saat. Ia membisikiku untuk mulai mengayun. Sebenarnya aku paling tak kuat bertahan di posisi ini. Tapi demi Dokter Ara, akan kucoba sekuat mungkin.

Mulai kugenjot penisku menghujam vaginanya. Pelan. Beritme konstan. 4 tusukan dangkal, satu hentakan dalam. Begitu terus. Sambil kualihkan pikiranku ke tempat lain. Terakhir kucoba, ini mampu membuatku bertahan sedikit lebih lama.

"Massss ohh terusss. Ohhh," ia mulai meracau. Berisiknya keluar sudah.

"Kamuh bohongg sama aku. Ohhh. Shhh... Katanya nggak pengalaman, tapi.. Ohhh pinter gini, uhhhh massss"

Tak kuhiraukan racauannya. Aku fokus pada tugasku. Bertahan selama mungkin.

"Masss lebih cepet ohhhh shhhhh"

"Ohhhh terus massss. Iya gitu ohhhh"

"Jangan keluar dulu ya ohhh Masss kamu ohhhh"

"Mass kamu ohhh harus ssshhh memuaskanku aaauhhh terussss oohhhh"

"kamu shhh harussss tanggung hhhh jawab aaah MASSSSSS"

Ia mencengkeram bahuku. Lalu menggigitnya. Sial. Sakit juga. Tangannya berpindah ke bokongku memberi isyarat untuk berhenti.

Usai adegan gigit menggigit itu, kulahap bibirnya agar tak meracau, sambil si johny. Kali ini kunaikkan temponya. Ia melingkarkan kakinya di pinggangku. Si johny masuk lebih dalam. Tangannya ikut menekan bokongku sesuai ritmen yang kumainkan. Lenguhannya tertahan. Racauannya tak keluar. Ia memainkan lidahnya, menari-nari di dalam mulutku.

Tiba-tiba ia mendorongku. Aku telentang. Ia mengambil kendali. Ditindihnya tubuhku. Diarahkan si johny ke vaginanya. Seperti biasa, digeseknya beberapa kali. Sedang asyik menggesek, kutekan penisku tiba-tiba.

"Aawwww Masss nakal ohhhhh" ia mencubitku.

Tak kuhiraukan, kupompa vaginanya dari bawah. tangannya menekan dadaku. Aku berhasil menahan untuk tidak ejakulasi di posisi tadi. Tapi dengan kondisi ini, sebentar lagi aku bisa rubuh. Dan sepertinya pengalaman kembali berbicara. Dokter Ara mengambil alih kendali. Ia menahanku dan ganti memainkan goyangannya.

Ini sih tak ada bedanya. Aku bisa saja keluar beberapa menit atau bahkan detik. Variasi goyangannya benar-benar gila. Maju, mundur, kanan, kiri, tekan, lepas, berputar-putar. Gila. Aku harus berikan nilai 10 untuk ini.

"Dok ohhh aku bisa kalah ini," akhirnya aku jujur.

Dia tersenyum. Menyodorkan payudaranya. Tanpa babibu, kulahap kedua gunung itu. Aku mengalihkan pikiranku penuh kesana. Kujilat, kugigit, kupilin, kuremas. Aku tak peduli apa yang ia lakukan dengan pinggul dan vaginanya. Ah. Permainannya benar-benar gila.

"Ohhh masssss Aku mau keluar ohhhh mass massss shhh" ia mulai mendekati orgasmenya.

Tak ada penurunan tempo. Yang terjadi malah makin cepat. Makin tak beraturan. Dokter Ara makin liar. Ia menegakkan tubuhnya. Meremasi payudaranya sendiri. Pinggulnya tetap bergoyang. Aku berusaha menahan pinggulnya. Kutarik lagi tubuhnya. Ia makin kacau. Gerakannya amburadul. Kumainkan juga si johny. Suara tubuh kami yang bertemu sudah tak karuan. Temponya makin cepat. Ia berputar. Aku menekan. Ia menekan. Kuhentakkan. Kami berpelukan.

"Oooooohhhhhhhh Massssss"
"Ahhhhhb dooook ahhhhh"

Kami limbung. Kami ambruk. Kami rubuh. Dunia gelap. Tak ada apapun. Aku terpejam. Aku tak tahu apa yang ia lakukan.

Aku membuka mata. Tak ada tenaga yang tersisa di tubuhku. Dokter Ara masih di atasku. Ia tak bergerak sama sekali. Tak kuganggu. Kubiarkan ia menikmatinya. Si johny mulai mengecil di bawah sana.

"Ini salah satu yang terbaik, Mas" ia memujiku.

Aku hanya tersenyum. Kubelai rambutnya. Ia masih belum menatapku. Aku memeluknya. Meneruskan membelai rambutnya. Kukecup keningnya. Hanya itu yang bisa kujangkau.

"Aku maluuuu," ia merajuk

Aku tersenyum lagi, "kan wanita juga punya nafsu birahi," kuulangi omongannya beberapa waktu lalu.

Ia bangkit. Memagut bibirku. Dalam sekali. Dan lembut. Kami berciuman lagi. Dengan posisi yang sama. Berpelukan. Tubuh penuh keringat. Dan ada yang menetes di bawah sana, jatuh ke sprei sepertinya.

Kami diam. Tetap diam bersama pikiran masing-masing. Bibir kami terlepas. Tubuhnya tetap telungkup di atasku.



Bersambung

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

402