Bab 8 Part 8
by Dinda Tirani
20:26,May 08,2024
Permulaan kisah yang luar biasa dengan Dokter Ara harus disudahi. Pagi itu, sekitar pukul 6, kami keluar hotel. Berbeda dengan sebelum peristiwa kemarin, kali ini kami lebih mesra. Seks membuat segalanya menjadi menakjubkan. Sepanjang perjalanan, mata kami sering bertemu. Berkali-kali tangan kami berpegangan. Kami seperti anak muda yang baru saja berpacaran. Aku hanya berdoa semoga hubungan ini tetap aman dan baik-baik saja. Tak berharap banyak, jikalau harus berakhir suatu saat, berarti memang itulah saatnya. Suatu hari, ia harus kembali ke keluarganya. Begitu pun aku, hidupku harus terus berjalan.
Seperti kemarin, ia menurunkanku di titik yang sama. Kukecup bibir, kami berciuman cukup lama. Dalam. Saling menenangkan.
"Kita harus cari waktu lagi ya," ia berkata dengan wajah penuh harap
"Mudah-mudahan ya Bu Dokter," aku mengecup keningnya, keluar dari mobil. Ia berlalu, melambaikan tangan.
Pengalaman dengan Dokter Ara memberiku sedikit keberanian. Kusampaikan sebelumnya bahwa aku memiliki kelemahan dalam menghadapi wanita. Kini aku membuktikannya jika ternyata aku bisa. Meski harus diakui, aku menghadapi wanita yang lebih agresif. Maka dari itu, aku merasa kemampuan ini harus diuji lagi. Harus ada wanita-wanita dengan tipe berbeda yang kutaklukkan. Aku siap. Siapa tahu di depan ternyata lebih menyenangkan. Dan menantang.
Keesokan hari, di kantor tak ada sesuatu yang berarti. Kecuali siang itu, lagi-lagi, Dokter Ara menggodaku. Kami sudah sepakat kemarin kalau hubungan kami di kantor akan seperti biasa. Seolah-olah peristiwa menggairahkan kemarin tak pernah terjadi. Bisa-bisa aku dicurigai orang se-kantor kalau sering main-main ke klinik. Tapi, karena memang dasarnya dokter ini nakal, ia mengirimiku pesan erotis siang itu.
"Masss, aku sendirian loh di klinik. Sekarang masih jam 12 lagi," ia memancingku. Sialan.
"Bu Dokter nakal ya," kubalas singkat.
"Yakin nggak mau kesini? Keburu jam istirahat habis loh" ia terus menggodaku.
Begitu terus. Ia menggoda, aku berusaha bertahan sekuat mungkin menahan nafsu. Sial. Sial. Dokter nakal. Awas saja, kuhajar kau lain kali. Untung aku masih bisa menjaga kesadaranku untuk tak menemuinya di klinik. Godaan siang ini benar-benar berat. Dan ternyata, kelakuan nakalnya tak hanya berhenti di hari itu. Seminggu berikutnya ia terus menggodaku. Kali lain, kubalas godaanya dengan kalimat-kalimat yang lebih erotis. Jika tak tahan, ia akan mengirimiku foto wajahnya yang terlihat bernafsu. Dasar dokter binal. Tapi entah mengapa, kami tetap sadar memegang janji untuk tak berbuat apapun di kantor.
Hingga dua minggu setelahnya, tak ada kesempatan bagi kami untuk bertemu. Ditambah sejak 3 hari lalu Dokter Ara menyampaikan kalau ia sedang menstruasi. Bisa dipastikan, akhir pekan ini kami gagal berjumpa lagi. Rasanya memang pertemuan kami harus dikelola dengan baik agar gairah itu tetap menggebu. Tidak terlampau sering, juga tidak terlampau lama. Kami sama-sama menginginkannya.
Lalu bagaimana hubungannya dengan Mas Iwan atau Pak Tio? Dengan Mas Iwan jelas bubar. Ia tak pernah lagi ke klinik dua minggu ini. Nampaknya ia benar-benar ingin lepas dari Dokter Ara. Pak Tio? Tentu ia tetap pada perannya. Sesekali main ke klinik untuk menyenangkan diri, atau sekadar menggoda Bu Dokter seksi. Ia selalu mengabariku sebelum dan sesudah Pak Tio mengunjunginya. Apakah mereka pernah bercinta di klinik? Jawabannya adalah tidak. Pak Tio tahu risikonya. Kalau hanya adegan cium-mencium dan grepe-grepe jelas jadi menu wajib. Untungnya, Pak Tio orang yang mudah dirayu. Cukup dipuji dan disenangkan hatinya, ia akan memberikan segalanya. Aneh memang laki-laki satu itu. Selama itu, keuntungan materi jelas diperoleh Dokter Ara. Ia tak menampik itu, dan menikmatinya. Ia bilang padaku, ini kesempatan yang tak boleh dilewatkan. Karena tak akan selamanya, maka harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Dokter ini selain binal, pintar juga, atau licik mungkin.
Pertanyaannya kemudian, kapan jatah kenikmatan diberikan Dokter Ara kepada Pak Tio? Pada pertemuan dua minggu lalu, ia menceritakan padaku kalau sebenarnya mereka tak terlalu sering berhubungan badan. Selain pada akhir pekan, seperti yang kami lakukan kemarin, ia terkadang turut serta ketika Pak Tio dinas luar. Berarti apa yang dibicarakan teman satu ruanganku dulu memang benar. Tak habis pikir, dokter ini sangat menyukai tantangan. Apa dia tak berpikir kalau aksinya dipergoki orang lain, atau bahkan suaminya sendiri. Oh aku lupa, suaminya sedang di Thailand, dan tahun depan baru kembali. Meski tentu ia pulang saat libur panjang datang.
Rabu siang, minggu berikutnya, cuaca sedang panas-panasnya, aku sedang di luar kantor bertemu salah seorang warga sekitar. Nampaknya aku mulai merindukan tubuh Dokter Ara. Tak dapat dipungkiri, tubuhnya bikin ketagihan. Aksinya apalagi. Dan ia berhasil membuatku tahan cukup lama. Aku masih ingin membuktikan kekuatanku, sekedar kemarin atau memang sudah meningkat.
"Besok aku ke Kota S harus ke dinas, jumatnya cuti. Kamu weekend kemana?" masuk pesan di hapeku. Dari si dokter kesayangan. Tahu saja ia kalau aku sedang rindu.
"Ini namanya jodoh. Jumat aku juga dinas ke Kota S. Kamu sendirian?" aku bersorak, si johny nampaknya juga kegirangan.
"Sayangnya nggak. Pak Tio juga kesana hari Kamis-Jumat. Weekend kamu punyaku!" ah sialan manajer itu. Pasti jadwal ini sudah diatur. Mau tak mau kami harus berbagi. Shit. Aku terus mengumpat.
"Duh aku cemburu. Pasti jadwalnya sudah diatur biar seperti ini," aku protes.
"Jelas lah. Kayak kamu nggak tahu si Tio saja," ia menambahkan emoticon sebal. Aku juga sebal. Tapi aku tahu, ia butuh Pak Tio. Kuhargai itu, apalagi aku juga orang baru di kehidupannya.
"Kalian nginap dimana?" aku terus menggali informasi.
"Di Apartemen P. Kamu jangan jauh-jauh. Atau mau disitu juga? Biar aku pesankan," cukup berani juga mereka nginap disana. Lokasinya di tengah kota, dekat dengan kantor kami di Kota S, dan tentu pusat keramaian. Strategi perselingkuhan macam apa ini. Sebagai pemain baru, nampaknya aku harus banyak belajar.
"Gampang deh. Nanti kukabari aku nginap dimana. Masih jumat kan kita ketemu?" aku memasang mode acuh.
"Sudah tak pesankan disana saja. Nanti kukabari, kamu tinggal cek in. Awas kamu nggak mau!" ia mengancam. Sepertinya ia juga sedang rindu dengan si johny. Kita lihat saja nanti.
"Iya deh Bu Dokter cantik," kuputuskan sedikit merayunya.
Entahlah. Kebetulan-kebetulan selalu terjadi dalam hidupku. Jalan selalu terbuka, dan kesempatan datang begitu saja. Aku memang akan dinas luar pada Jumat esok. Seperti kesepakatan kami, aku hanya akan menunggu Dokter Ara mengosongkan waktunya untukku. Kubiarkan ia mengaturnya. Bukan apa-apa, ia memiliki kehidupan yang lebih kompleks. Pekerjaan, keluarga, anak-anaknya, sampai Pak Tio. Selain itu aku tak tahu lagi. Maka aku yang lajang ini cukup menunggu saja, dan kami sudah setuju dengan perjanjian itu. Meski tetap, beberapa kali kugoda ia dengan pesan-pesan erotis. Dan ia pun begitu.
Kami tidak saling menghubungi sejak kamis pagi. Rabu malam, ia hanya menyampaikan jika berangkat ke Kota S menggunakan bersama Pak Tio, mereka bertemu di Kota P. Mobil yang ia kendarai dari rumah ia parkir di salah satu Rumah Sakit disana. Aku tak bertanya lebih lanjut. Kuiyakan saja perkataannya. Mereka lebih ahli dalam dunia ini.
"Tunggu aku yang hubungi ya. Sampai ketemu ya Mas Awang Sayang," ia menutup perbincangan malam itu dengan manis. Aku terkesan.
Kamis malam, aku menyusul ke Kota S. Aku tak bilang lebih dulu pada Dokter Ara. Kurasa dia tak perlu tahu. Aku lebih dulu menginap di salah satu hotel kecil disana. Langganan jika aku dinas ke kota tersebut. Uangku jelas tak cukup jika harus menginap di apartemen P. Aku bukan Pak Tio yang uangnya mengalir bak musim hujan.
Aku tak ingin membayangkan apa yang terjadi di kamar tempat Dokter Ara dan Pak Tio menginap. Mereka jelas sedang bersenang-senang. Bagaimana pun bentuknya. Sial. Mau tak mau, aku kepikiran juga. Hampir 3 minggu setelah peristiwa menakjubkan itu, kami belum mengulangi lagi. Dan kini, aku harus menyadari bahwa di tempat lain, tubuh yang kunikmati beberapa waktu lalu sedang bergumul dengan laki-laki lain. Mereka mungkin sedang asyik masuk dalam birahi. Mereka mungkin sedang melenguh bergantian. Mereka mungkin sedang bergelut mengejar kenikmatan. Sialan. Benar-benar sialan. Aku cemburu ternyata. Bayangkan jika kalian menjadi aku? Jangan bilang kalian tak panas dingin. Kuhajar mulut kalian.
Jumat pagi, sekitar pukul 9, ada yang meneleponku. Dokter Ara. Berdasarkan ceritanya kemarin, harusnya ia sedang sendirian. Pak Tio pasti ke kantor. Aku sedang di dalam ruang rapat. Kubiarkan panggilannya, sampai tiga kali ia mencoba, tak kuhiraukan. Kuputuskan mengirim pesan saja.
"Aku lagi rapat, Bu Dokter. Ada apa?"
Bersambung
Seperti kemarin, ia menurunkanku di titik yang sama. Kukecup bibir, kami berciuman cukup lama. Dalam. Saling menenangkan.
"Kita harus cari waktu lagi ya," ia berkata dengan wajah penuh harap
"Mudah-mudahan ya Bu Dokter," aku mengecup keningnya, keluar dari mobil. Ia berlalu, melambaikan tangan.
Pengalaman dengan Dokter Ara memberiku sedikit keberanian. Kusampaikan sebelumnya bahwa aku memiliki kelemahan dalam menghadapi wanita. Kini aku membuktikannya jika ternyata aku bisa. Meski harus diakui, aku menghadapi wanita yang lebih agresif. Maka dari itu, aku merasa kemampuan ini harus diuji lagi. Harus ada wanita-wanita dengan tipe berbeda yang kutaklukkan. Aku siap. Siapa tahu di depan ternyata lebih menyenangkan. Dan menantang.
Keesokan hari, di kantor tak ada sesuatu yang berarti. Kecuali siang itu, lagi-lagi, Dokter Ara menggodaku. Kami sudah sepakat kemarin kalau hubungan kami di kantor akan seperti biasa. Seolah-olah peristiwa menggairahkan kemarin tak pernah terjadi. Bisa-bisa aku dicurigai orang se-kantor kalau sering main-main ke klinik. Tapi, karena memang dasarnya dokter ini nakal, ia mengirimiku pesan erotis siang itu.
"Masss, aku sendirian loh di klinik. Sekarang masih jam 12 lagi," ia memancingku. Sialan.
"Bu Dokter nakal ya," kubalas singkat.
"Yakin nggak mau kesini? Keburu jam istirahat habis loh" ia terus menggodaku.
Begitu terus. Ia menggoda, aku berusaha bertahan sekuat mungkin menahan nafsu. Sial. Sial. Dokter nakal. Awas saja, kuhajar kau lain kali. Untung aku masih bisa menjaga kesadaranku untuk tak menemuinya di klinik. Godaan siang ini benar-benar berat. Dan ternyata, kelakuan nakalnya tak hanya berhenti di hari itu. Seminggu berikutnya ia terus menggodaku. Kali lain, kubalas godaanya dengan kalimat-kalimat yang lebih erotis. Jika tak tahan, ia akan mengirimiku foto wajahnya yang terlihat bernafsu. Dasar dokter binal. Tapi entah mengapa, kami tetap sadar memegang janji untuk tak berbuat apapun di kantor.
Hingga dua minggu setelahnya, tak ada kesempatan bagi kami untuk bertemu. Ditambah sejak 3 hari lalu Dokter Ara menyampaikan kalau ia sedang menstruasi. Bisa dipastikan, akhir pekan ini kami gagal berjumpa lagi. Rasanya memang pertemuan kami harus dikelola dengan baik agar gairah itu tetap menggebu. Tidak terlampau sering, juga tidak terlampau lama. Kami sama-sama menginginkannya.
Lalu bagaimana hubungannya dengan Mas Iwan atau Pak Tio? Dengan Mas Iwan jelas bubar. Ia tak pernah lagi ke klinik dua minggu ini. Nampaknya ia benar-benar ingin lepas dari Dokter Ara. Pak Tio? Tentu ia tetap pada perannya. Sesekali main ke klinik untuk menyenangkan diri, atau sekadar menggoda Bu Dokter seksi. Ia selalu mengabariku sebelum dan sesudah Pak Tio mengunjunginya. Apakah mereka pernah bercinta di klinik? Jawabannya adalah tidak. Pak Tio tahu risikonya. Kalau hanya adegan cium-mencium dan grepe-grepe jelas jadi menu wajib. Untungnya, Pak Tio orang yang mudah dirayu. Cukup dipuji dan disenangkan hatinya, ia akan memberikan segalanya. Aneh memang laki-laki satu itu. Selama itu, keuntungan materi jelas diperoleh Dokter Ara. Ia tak menampik itu, dan menikmatinya. Ia bilang padaku, ini kesempatan yang tak boleh dilewatkan. Karena tak akan selamanya, maka harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Dokter ini selain binal, pintar juga, atau licik mungkin.
Pertanyaannya kemudian, kapan jatah kenikmatan diberikan Dokter Ara kepada Pak Tio? Pada pertemuan dua minggu lalu, ia menceritakan padaku kalau sebenarnya mereka tak terlalu sering berhubungan badan. Selain pada akhir pekan, seperti yang kami lakukan kemarin, ia terkadang turut serta ketika Pak Tio dinas luar. Berarti apa yang dibicarakan teman satu ruanganku dulu memang benar. Tak habis pikir, dokter ini sangat menyukai tantangan. Apa dia tak berpikir kalau aksinya dipergoki orang lain, atau bahkan suaminya sendiri. Oh aku lupa, suaminya sedang di Thailand, dan tahun depan baru kembali. Meski tentu ia pulang saat libur panjang datang.
Rabu siang, minggu berikutnya, cuaca sedang panas-panasnya, aku sedang di luar kantor bertemu salah seorang warga sekitar. Nampaknya aku mulai merindukan tubuh Dokter Ara. Tak dapat dipungkiri, tubuhnya bikin ketagihan. Aksinya apalagi. Dan ia berhasil membuatku tahan cukup lama. Aku masih ingin membuktikan kekuatanku, sekedar kemarin atau memang sudah meningkat.
"Besok aku ke Kota S harus ke dinas, jumatnya cuti. Kamu weekend kemana?" masuk pesan di hapeku. Dari si dokter kesayangan. Tahu saja ia kalau aku sedang rindu.
"Ini namanya jodoh. Jumat aku juga dinas ke Kota S. Kamu sendirian?" aku bersorak, si johny nampaknya juga kegirangan.
"Sayangnya nggak. Pak Tio juga kesana hari Kamis-Jumat. Weekend kamu punyaku!" ah sialan manajer itu. Pasti jadwal ini sudah diatur. Mau tak mau kami harus berbagi. Shit. Aku terus mengumpat.
"Duh aku cemburu. Pasti jadwalnya sudah diatur biar seperti ini," aku protes.
"Jelas lah. Kayak kamu nggak tahu si Tio saja," ia menambahkan emoticon sebal. Aku juga sebal. Tapi aku tahu, ia butuh Pak Tio. Kuhargai itu, apalagi aku juga orang baru di kehidupannya.
"Kalian nginap dimana?" aku terus menggali informasi.
"Di Apartemen P. Kamu jangan jauh-jauh. Atau mau disitu juga? Biar aku pesankan," cukup berani juga mereka nginap disana. Lokasinya di tengah kota, dekat dengan kantor kami di Kota S, dan tentu pusat keramaian. Strategi perselingkuhan macam apa ini. Sebagai pemain baru, nampaknya aku harus banyak belajar.
"Gampang deh. Nanti kukabari aku nginap dimana. Masih jumat kan kita ketemu?" aku memasang mode acuh.
"Sudah tak pesankan disana saja. Nanti kukabari, kamu tinggal cek in. Awas kamu nggak mau!" ia mengancam. Sepertinya ia juga sedang rindu dengan si johny. Kita lihat saja nanti.
"Iya deh Bu Dokter cantik," kuputuskan sedikit merayunya.
Entahlah. Kebetulan-kebetulan selalu terjadi dalam hidupku. Jalan selalu terbuka, dan kesempatan datang begitu saja. Aku memang akan dinas luar pada Jumat esok. Seperti kesepakatan kami, aku hanya akan menunggu Dokter Ara mengosongkan waktunya untukku. Kubiarkan ia mengaturnya. Bukan apa-apa, ia memiliki kehidupan yang lebih kompleks. Pekerjaan, keluarga, anak-anaknya, sampai Pak Tio. Selain itu aku tak tahu lagi. Maka aku yang lajang ini cukup menunggu saja, dan kami sudah setuju dengan perjanjian itu. Meski tetap, beberapa kali kugoda ia dengan pesan-pesan erotis. Dan ia pun begitu.
Kami tidak saling menghubungi sejak kamis pagi. Rabu malam, ia hanya menyampaikan jika berangkat ke Kota S menggunakan bersama Pak Tio, mereka bertemu di Kota P. Mobil yang ia kendarai dari rumah ia parkir di salah satu Rumah Sakit disana. Aku tak bertanya lebih lanjut. Kuiyakan saja perkataannya. Mereka lebih ahli dalam dunia ini.
"Tunggu aku yang hubungi ya. Sampai ketemu ya Mas Awang Sayang," ia menutup perbincangan malam itu dengan manis. Aku terkesan.
Kamis malam, aku menyusul ke Kota S. Aku tak bilang lebih dulu pada Dokter Ara. Kurasa dia tak perlu tahu. Aku lebih dulu menginap di salah satu hotel kecil disana. Langganan jika aku dinas ke kota tersebut. Uangku jelas tak cukup jika harus menginap di apartemen P. Aku bukan Pak Tio yang uangnya mengalir bak musim hujan.
Aku tak ingin membayangkan apa yang terjadi di kamar tempat Dokter Ara dan Pak Tio menginap. Mereka jelas sedang bersenang-senang. Bagaimana pun bentuknya. Sial. Mau tak mau, aku kepikiran juga. Hampir 3 minggu setelah peristiwa menakjubkan itu, kami belum mengulangi lagi. Dan kini, aku harus menyadari bahwa di tempat lain, tubuh yang kunikmati beberapa waktu lalu sedang bergumul dengan laki-laki lain. Mereka mungkin sedang asyik masuk dalam birahi. Mereka mungkin sedang melenguh bergantian. Mereka mungkin sedang bergelut mengejar kenikmatan. Sialan. Benar-benar sialan. Aku cemburu ternyata. Bayangkan jika kalian menjadi aku? Jangan bilang kalian tak panas dingin. Kuhajar mulut kalian.
Jumat pagi, sekitar pukul 9, ada yang meneleponku. Dokter Ara. Berdasarkan ceritanya kemarin, harusnya ia sedang sendirian. Pak Tio pasti ke kantor. Aku sedang di dalam ruang rapat. Kubiarkan panggilannya, sampai tiga kali ia mencoba, tak kuhiraukan. Kuputuskan mengirim pesan saja.
"Aku lagi rapat, Bu Dokter. Ada apa?"
Bersambung
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved