Bab 1: Menyerap Kekuatan Bela Diri
by Josena Sibudan
17:32,Mar 09,2024
Di Benua Draconia, seni bela diri begitu dihormati sehingga bakat seseorang dalam bidang ini menentukan segalanya.
Bakat seni bela diri dikategorikan berdasarkan tingkatan langit dan bumi, dengan masing-masing tingkatan terbagi lagi menjadi sembilan level. Konon, mereka yang memiliki bakat tingkat surga berpotensi menjadi sosok legendaris dalam dunia pencak silat setelah berlatih selama ratusan tahun.
Namun, kenyataannya, 99% penduduk benua ini hanya memiliki bakat biasa dan bahkan kesulitan mencapai level kuning pertama.
Kerajaan Lendor, Calmaria.
"Mengerikan sekali! Satu generasi ahli bela diri gugur dalam semalam," ujar seseorang.
"Benar sekali," timpal yang lain. "Aku tak menyangka ada begitu banyak tokoh kuat yang tersembunyi di dunia ini. Kamu tahu, ahli bela diri dari Keluarga Orenji dibunuh dengan pedang. Padahal, dia adalah seorang master di alam transformasi roh, sosok yang sangat dihormati banyak pesilat."
"Dengan kematian anggota terkuat Keluarga Orenji, harta kekayaan mereka yang tak terhitung jumlahnya kini menjadi incaran banyak pihak. Keluarga Orenji pasti sedang menghadapi masa-masa sulit."
….
"Jangan bunuh aku!"
Henea terbangun di gudang kayu dengan jeritan nyaring, tubuhnya basah kuyup oleh keringat.
Henea Orenji adalah putra ketujuh dari Keluarga Orenji, salah satu klan terkuat di Calmaria, sekaligus putra dari ketua klan, Shera Orenji.
Tiga hari lalu, Shera Orenji, seorang ahli bela diri terkuat yang disegani, tewas di tangan seorang pria bertopeng hitam. Kematian mendadak ini menggemparkan seluruh Kerajaan Lendor.
Kini, tiga hari kemudian, perebutan kekuasaan dan harta warisan Keluarga Orenji mulai memanas di kalangan anggota keluarga.
Henea adalah seorang pecundang silat. Dia adalah anak seorang ahli bela diri ternama, tetapi hanya memiliki bakat silat pada level biasa. Dia menjadi sasaran pertama yang harus disingkirkan. Dalam keluarga sebesar itu, semua orang memahami pentingnya menyingkirkan yang lemah terlebih dahulu.
Meskipun Henea berkali-kali menegaskan bahwa dia tidak akan menuntut bagian dari harta keluarga, hal tersebut tetap saja memicu bencana.
"Hah, aku belum mati."
Henea mengingat bahwa pada hari ketiga setelah kematian ayahnya, saudara tirinya datang ke rumahnya. Mereka terus mencari alasan untuk memprovokasi. Tidak peduli seberapa besar toleransi yang ditunjukkan Henea, saudara tirinya tidak pernah berhenti.
Pada akhirnya, mereka menggunakan alasan bahwa "bakat seni bela diri yang rendah adalah tanda ketidakberbaktian" untuk menyerang Henea secara paksa. Serangan itu dilakukan dengan niat membunuh Henea.
Di saat-saat kritis pertarungan, bola api tiba-tiba jatuh dari langit dan menembus kepala Henea.
Orang yang menyerang Henea mengira bahwa Henea akan mati, jadi dia menghentikan serangannya. Setelah itu, Henea melarikan diri.
"Sialan!"
Henea memukul tanah dengan keras.
"Ada yang tidak beres!"
Di tengah amarah yang memuncah, Henea teringat dengan jelas bahwa kepalanya pernah terkena bola api dari langit. Setelah ledakan rasa sakit yang luar biasa, dia tenggelam dalam kegelapan. Bagaimana mungkin dia tidak mati?
Ketika menyentuh kepalanya, Henea mendapati hanya ada satu luka yang sudah sembuh tanpa meninggalkan rasa sakit sama sekali.
"Aneh sekali. Benda apa yang sebenarnya mengenai kepalaku?" gumamnya.
Di saat Henea masih kebingungan, terdengar suara gonggongan anjing di luar pintu. Gonggongan itu diikuti dengan suara berisik dari beberapa orang.
"Hahaha. Nona Ovio, ternyata kamu memang di sini untuk menjaga tubuh orang tak berguna itu." Seseorang berkata dari luar.
"Nona Ovio, selama bertahun-tahun, kamu dan pecundang itu telah menyembunyikan banyak barang berharga, 'kan? Tuan Muda Manu memerintahkanmu untuk segera menyerahkan semua harta bendamu. Kalau tidak, tubuh saudaramu mungkin tidak akan selamat. Anjing liar ini sudah kelaparan selama berhari-hari."
Di luar pintu, Ovio yang baru berusia tiga belas tahun melihat seekor anjing liar yang tampak sangat ganas. Wajahnya langsung pucat karena ketakutan. Kematian kakaknya sudah menjadi beban berat baginya. Kini, dia bahkan tidak mampu menjaga jasad kakaknya sendiri.
"Kakakku sudah mati. Mengapa kamu tidak membiarkannya beristirahat dengan tenang?" Ovio menangis dengan suara tersendat, air matanya terus mengalir. Dia memohon, "Aku mohon, kami benar-benar tidak punya banyak harta. Tolong jangan ganggu kakakku. Huhuhu ...."
Ovio adalah satu-satunya adik perempuan Henea. Ibu mereka meninggal dunia setelah melahirkan Ovio. Sejak itu, kedua saudara kandung itu sering mengalami perundungan di keluarga Orenji.
Namun, sebanyak apa pun penderitaan yang mereka alami, Henea dan Ovio tidak pernah melaporkan masalah ini kepada ayah mereka. Mereka tahu bahwa sekalipun ayah mereka membela mereka, hukuman yang lebih berat dan kejam akan menunggu mereka di masa depan.
Dalam keluarga Orenji, setiap cabang memiliki dukungan kuat di belakang mereka, baik dari keluarga pihak ibu maupun dari sekte-sekte yang berpengaruh. Namun, tidak ada yang mampu menyaingi status Henea.
"Bajingan!" seru Henea dengan marah. Dia sedang berbaring di dalam gudang kayu ketika mendengar suara dari luar.
Manu Orenji adalah saudara tiri Henea. Ibunya berasal dari Keluarga Sures di Calmaria. Meskipun pengaruh keluarganya tidak sebesar keluarga-keluarga lain, latar belakangnya tetap jauh lebih kuat dibandingkan dengan latar belakang Henea.
Dalam perebutan kekuasaan keluarga, Manu jelas tidak bisa meminta dukungan dari keluarga lain. Oleh karena itu, dia memilih untuk menyerang Henea lebih dulu. Dengan menyingkirkan satu ahli waris, dia berharap bisa mendapatkan lebih banyak keuntungan.
Henea ingin segera keluar dan menghabisi orang-orang yang dikirim oleh Manu Orenji, tetapi dia menahan dirinya. Dia sadar bahwa musuhnya bukan hanya dua pelayan suruhan Manu, tetapi juga Manu sendiri, bahkan mungkin "saudara" lain dari keluarga besar itu. Henea tahu bahwa bertindak gegabah saat ini hanya akan membahayakan dirinya.
"Nona Ovio, pikirkan baik-baik. Kamu mau menyerahkan harta bendamu atau tidak?" Sebuah suara tegas terdengar dari luar pintu.
"Tidak, aku benar-benar tidak punya apa-apa!" teriak Ovio dengan keras.
"Kalau begitu, jangan salahkan kami kalau kami bersikap kasar dan melepaskan anjing-anjing ini!"
"Guk, guk, guk!"
Beberapa anjing liar yang galak langsung menyerbu masuk ke dalam gudang kayu.
"Hentikan! Kalian benar-benar tidak punya hati!" Ovio berteriak sambil menangis. Sayangnya, tubuhnya lemah dan dia terbaring tak berdaya di tanah.
Mata-mata hijau berkilauan menatap Henea dengan tajam. Air liur berbau busuk menetes dari mulut anjing-anjing itu. Mereka bukan anjing biasa, melainkan binatang buas yang telah bermutasi dan sangat ganas.
Suara langkah kaki mereka terdengar jelas.
Anjing-anjing itu menerkam Henea.
Namun, Henea segera berdiri dan langsung meninju salah satu anjing ganas yang mendekatinya.
"Buk, buk!"
Kepala seekor anjing ganas dihantam hingga hancur. Henea mulai berlatih seni bela diri sejak usia tiga tahun. Meskipun bakatnya dianggap biasa saja, membunuh seekor anjing ganas dengan satu pukulan bukanlah hal yang sulit baginya.
Melihat salah satu dari mereka tewas, anjing-anjing ganas lainnya mundur sedikit dengan ragu.
"Hei, tunggu! Cahaya kuning apa itu? Kenapa terbang ke arahku!" seru Henea dengan panik.
Henea secara naluriah ingin menghindar, tetapi cahaya kuning itu bergerak terlalu cepat. Dalam sekejap, cahaya itu langsung masuk ke kepalanya.
Meskipun begitu, Henea tidak merasakan hal aneh setelah itu. Sebaliknya, tubuhnya terasa segar dan energik. Dia segera melangkah maju dan menghadapi anjing-anjing ganas yang tersisa.
"Buk, buk, buk!"
Satu per satu, kepala anjing ganas dihantam hingga mereka mati seketika tanpa sempat melolong kesakitan.
Seperti sebelumnya, setelah anjing-anjing itu mati, bola cahaya kuning muncul dari tubuh mereka. Cahaya itu kembali masuk ke kepala Henea.
Sebuah sensasi yang belum pernah dia rasakan sebelumnya mulai muncul. Dunia di sekitarnya terasa lebih terang dan jelas. Bahkan pendengaran, penglihatan, dan kepekaannya meningkat secara signifikan.
"Ini sangat mirip dengan bakat tingkat kuning yang dijelaskan dalam buku. Mungkinkah bakat seni bela diriku meningkat?"
Henea merasa sangat bersemangat dan berani menduga bahwa ini ada kaitannya dengan bola api yang menimpanya sebelumnya.
"Buku itu mengatakan bahwa setiap makhluk hidup di dunia, baik manusia maupun hewan, memiliki bakat seni bela diri. Apakah cahaya aneh yang menimpaku ini bisa membantuku menyerap bakat makhluk lain dan menggunakannya untuk meningkatkan kekuatanku sendiri?"
Setelah menyadari bahwa kekuatannya meningkat, Henea tahu bahwa tebakannya benar. Kini, dia memiliki kemampuan untuk menyerap bakat!
Kemampuan seperti itu sangat menakutkan. Selama ada cukup banyak objek yang bisa diserap, bakat seni bela diri Henea akan terus berkembang, bahkan bisa mencapai tingkat surga tingkat kesembilan.
Pada saat itu, Henea mulai berpikir, betapa menakutkannya kekuatan seperti apa yang bisa terwujud jika dia terus mengonsumsi bakat dan melampaui bakat tingkat surga?
Menyadari "keuntungan" besar yang ddia terima begitu saja, mata Henea terasa basah.
"Mulai sekarang, aku, Henea Orenji, akan bangkit. Manu, aku tidak akan pernah membiarkanmu menang!"
Di luar gudang kayu.
"Hah? Nino, kenapa tidak ada suara dari dalam? Tubuh pecundang itu pasti sudah dimakan anjing liar. Hahaha."
"Kemungkinan besar." Pelayan bernama Nino menoleh ke pelayan lainnya dengan senyum kejam dan berkata, "Helly, lihatlah Nona Ovio. Dia masih sangat muda, baru berusia tiga belas tahun. Tapi, tubuhnya sudah sangat memesona. Ckckck. Aku penasaran bagaimana rasanya mencubitnya."
"Nino, kamu gila. Dia adalah putri Master Bela Diri. Tuan Muda Manu tidak menyuruh kita untuk menindas Ovio, jadi kita tidak boleh macam-macam!"
"Kamu terlalu takut. Bukankah kamu ingin bersenang-senang? Katakan saja bahwa dia terguncang atas kematian si pecundang itu dan akhirnya bunuh diri. Percuma kalau gadis cantik seperti ini tidak dimanfaatkan."
Keduanya berbicara dengan suara keras. Setelah mendengar ini, Ovio merasa dunia berputar dan seluruh tubuhnya langsung roboh.
"Apa yang kamu katakan masuk akal. Ketika waktunya tiba dan Paviliun Penatua menyelidikinya, Tuan Muda Manu-lah yang akan mengambil alih posisi penting. Hehehe. Ovio, aku ingin tahu seberapa lembutnya kamu? Hehehe." Mata Helly menatap Ovio dengan penuh nafsu.
"Keluar! Keluar!" Ovio sangat ketakutan, sehingga dia segera mundur. Matanya yang penuh kesedihan memancarkan ketidakberdayaan.
Bakat seni bela diri dikategorikan berdasarkan tingkatan langit dan bumi, dengan masing-masing tingkatan terbagi lagi menjadi sembilan level. Konon, mereka yang memiliki bakat tingkat surga berpotensi menjadi sosok legendaris dalam dunia pencak silat setelah berlatih selama ratusan tahun.
Namun, kenyataannya, 99% penduduk benua ini hanya memiliki bakat biasa dan bahkan kesulitan mencapai level kuning pertama.
Kerajaan Lendor, Calmaria.
"Mengerikan sekali! Satu generasi ahli bela diri gugur dalam semalam," ujar seseorang.
"Benar sekali," timpal yang lain. "Aku tak menyangka ada begitu banyak tokoh kuat yang tersembunyi di dunia ini. Kamu tahu, ahli bela diri dari Keluarga Orenji dibunuh dengan pedang. Padahal, dia adalah seorang master di alam transformasi roh, sosok yang sangat dihormati banyak pesilat."
"Dengan kematian anggota terkuat Keluarga Orenji, harta kekayaan mereka yang tak terhitung jumlahnya kini menjadi incaran banyak pihak. Keluarga Orenji pasti sedang menghadapi masa-masa sulit."
….
"Jangan bunuh aku!"
Henea terbangun di gudang kayu dengan jeritan nyaring, tubuhnya basah kuyup oleh keringat.
Henea Orenji adalah putra ketujuh dari Keluarga Orenji, salah satu klan terkuat di Calmaria, sekaligus putra dari ketua klan, Shera Orenji.
Tiga hari lalu, Shera Orenji, seorang ahli bela diri terkuat yang disegani, tewas di tangan seorang pria bertopeng hitam. Kematian mendadak ini menggemparkan seluruh Kerajaan Lendor.
Kini, tiga hari kemudian, perebutan kekuasaan dan harta warisan Keluarga Orenji mulai memanas di kalangan anggota keluarga.
Henea adalah seorang pecundang silat. Dia adalah anak seorang ahli bela diri ternama, tetapi hanya memiliki bakat silat pada level biasa. Dia menjadi sasaran pertama yang harus disingkirkan. Dalam keluarga sebesar itu, semua orang memahami pentingnya menyingkirkan yang lemah terlebih dahulu.
Meskipun Henea berkali-kali menegaskan bahwa dia tidak akan menuntut bagian dari harta keluarga, hal tersebut tetap saja memicu bencana.
"Hah, aku belum mati."
Henea mengingat bahwa pada hari ketiga setelah kematian ayahnya, saudara tirinya datang ke rumahnya. Mereka terus mencari alasan untuk memprovokasi. Tidak peduli seberapa besar toleransi yang ditunjukkan Henea, saudara tirinya tidak pernah berhenti.
Pada akhirnya, mereka menggunakan alasan bahwa "bakat seni bela diri yang rendah adalah tanda ketidakberbaktian" untuk menyerang Henea secara paksa. Serangan itu dilakukan dengan niat membunuh Henea.
Di saat-saat kritis pertarungan, bola api tiba-tiba jatuh dari langit dan menembus kepala Henea.
Orang yang menyerang Henea mengira bahwa Henea akan mati, jadi dia menghentikan serangannya. Setelah itu, Henea melarikan diri.
"Sialan!"
Henea memukul tanah dengan keras.
"Ada yang tidak beres!"
Di tengah amarah yang memuncah, Henea teringat dengan jelas bahwa kepalanya pernah terkena bola api dari langit. Setelah ledakan rasa sakit yang luar biasa, dia tenggelam dalam kegelapan. Bagaimana mungkin dia tidak mati?
Ketika menyentuh kepalanya, Henea mendapati hanya ada satu luka yang sudah sembuh tanpa meninggalkan rasa sakit sama sekali.
"Aneh sekali. Benda apa yang sebenarnya mengenai kepalaku?" gumamnya.
Di saat Henea masih kebingungan, terdengar suara gonggongan anjing di luar pintu. Gonggongan itu diikuti dengan suara berisik dari beberapa orang.
"Hahaha. Nona Ovio, ternyata kamu memang di sini untuk menjaga tubuh orang tak berguna itu." Seseorang berkata dari luar.
"Nona Ovio, selama bertahun-tahun, kamu dan pecundang itu telah menyembunyikan banyak barang berharga, 'kan? Tuan Muda Manu memerintahkanmu untuk segera menyerahkan semua harta bendamu. Kalau tidak, tubuh saudaramu mungkin tidak akan selamat. Anjing liar ini sudah kelaparan selama berhari-hari."
Di luar pintu, Ovio yang baru berusia tiga belas tahun melihat seekor anjing liar yang tampak sangat ganas. Wajahnya langsung pucat karena ketakutan. Kematian kakaknya sudah menjadi beban berat baginya. Kini, dia bahkan tidak mampu menjaga jasad kakaknya sendiri.
"Kakakku sudah mati. Mengapa kamu tidak membiarkannya beristirahat dengan tenang?" Ovio menangis dengan suara tersendat, air matanya terus mengalir. Dia memohon, "Aku mohon, kami benar-benar tidak punya banyak harta. Tolong jangan ganggu kakakku. Huhuhu ...."
Ovio adalah satu-satunya adik perempuan Henea. Ibu mereka meninggal dunia setelah melahirkan Ovio. Sejak itu, kedua saudara kandung itu sering mengalami perundungan di keluarga Orenji.
Namun, sebanyak apa pun penderitaan yang mereka alami, Henea dan Ovio tidak pernah melaporkan masalah ini kepada ayah mereka. Mereka tahu bahwa sekalipun ayah mereka membela mereka, hukuman yang lebih berat dan kejam akan menunggu mereka di masa depan.
Dalam keluarga Orenji, setiap cabang memiliki dukungan kuat di belakang mereka, baik dari keluarga pihak ibu maupun dari sekte-sekte yang berpengaruh. Namun, tidak ada yang mampu menyaingi status Henea.
"Bajingan!" seru Henea dengan marah. Dia sedang berbaring di dalam gudang kayu ketika mendengar suara dari luar.
Manu Orenji adalah saudara tiri Henea. Ibunya berasal dari Keluarga Sures di Calmaria. Meskipun pengaruh keluarganya tidak sebesar keluarga-keluarga lain, latar belakangnya tetap jauh lebih kuat dibandingkan dengan latar belakang Henea.
Dalam perebutan kekuasaan keluarga, Manu jelas tidak bisa meminta dukungan dari keluarga lain. Oleh karena itu, dia memilih untuk menyerang Henea lebih dulu. Dengan menyingkirkan satu ahli waris, dia berharap bisa mendapatkan lebih banyak keuntungan.
Henea ingin segera keluar dan menghabisi orang-orang yang dikirim oleh Manu Orenji, tetapi dia menahan dirinya. Dia sadar bahwa musuhnya bukan hanya dua pelayan suruhan Manu, tetapi juga Manu sendiri, bahkan mungkin "saudara" lain dari keluarga besar itu. Henea tahu bahwa bertindak gegabah saat ini hanya akan membahayakan dirinya.
"Nona Ovio, pikirkan baik-baik. Kamu mau menyerahkan harta bendamu atau tidak?" Sebuah suara tegas terdengar dari luar pintu.
"Tidak, aku benar-benar tidak punya apa-apa!" teriak Ovio dengan keras.
"Kalau begitu, jangan salahkan kami kalau kami bersikap kasar dan melepaskan anjing-anjing ini!"
"Guk, guk, guk!"
Beberapa anjing liar yang galak langsung menyerbu masuk ke dalam gudang kayu.
"Hentikan! Kalian benar-benar tidak punya hati!" Ovio berteriak sambil menangis. Sayangnya, tubuhnya lemah dan dia terbaring tak berdaya di tanah.
Mata-mata hijau berkilauan menatap Henea dengan tajam. Air liur berbau busuk menetes dari mulut anjing-anjing itu. Mereka bukan anjing biasa, melainkan binatang buas yang telah bermutasi dan sangat ganas.
Suara langkah kaki mereka terdengar jelas.
Anjing-anjing itu menerkam Henea.
Namun, Henea segera berdiri dan langsung meninju salah satu anjing ganas yang mendekatinya.
"Buk, buk!"
Kepala seekor anjing ganas dihantam hingga hancur. Henea mulai berlatih seni bela diri sejak usia tiga tahun. Meskipun bakatnya dianggap biasa saja, membunuh seekor anjing ganas dengan satu pukulan bukanlah hal yang sulit baginya.
Melihat salah satu dari mereka tewas, anjing-anjing ganas lainnya mundur sedikit dengan ragu.
"Hei, tunggu! Cahaya kuning apa itu? Kenapa terbang ke arahku!" seru Henea dengan panik.
Henea secara naluriah ingin menghindar, tetapi cahaya kuning itu bergerak terlalu cepat. Dalam sekejap, cahaya itu langsung masuk ke kepalanya.
Meskipun begitu, Henea tidak merasakan hal aneh setelah itu. Sebaliknya, tubuhnya terasa segar dan energik. Dia segera melangkah maju dan menghadapi anjing-anjing ganas yang tersisa.
"Buk, buk, buk!"
Satu per satu, kepala anjing ganas dihantam hingga mereka mati seketika tanpa sempat melolong kesakitan.
Seperti sebelumnya, setelah anjing-anjing itu mati, bola cahaya kuning muncul dari tubuh mereka. Cahaya itu kembali masuk ke kepala Henea.
Sebuah sensasi yang belum pernah dia rasakan sebelumnya mulai muncul. Dunia di sekitarnya terasa lebih terang dan jelas. Bahkan pendengaran, penglihatan, dan kepekaannya meningkat secara signifikan.
"Ini sangat mirip dengan bakat tingkat kuning yang dijelaskan dalam buku. Mungkinkah bakat seni bela diriku meningkat?"
Henea merasa sangat bersemangat dan berani menduga bahwa ini ada kaitannya dengan bola api yang menimpanya sebelumnya.
"Buku itu mengatakan bahwa setiap makhluk hidup di dunia, baik manusia maupun hewan, memiliki bakat seni bela diri. Apakah cahaya aneh yang menimpaku ini bisa membantuku menyerap bakat makhluk lain dan menggunakannya untuk meningkatkan kekuatanku sendiri?"
Setelah menyadari bahwa kekuatannya meningkat, Henea tahu bahwa tebakannya benar. Kini, dia memiliki kemampuan untuk menyerap bakat!
Kemampuan seperti itu sangat menakutkan. Selama ada cukup banyak objek yang bisa diserap, bakat seni bela diri Henea akan terus berkembang, bahkan bisa mencapai tingkat surga tingkat kesembilan.
Pada saat itu, Henea mulai berpikir, betapa menakutkannya kekuatan seperti apa yang bisa terwujud jika dia terus mengonsumsi bakat dan melampaui bakat tingkat surga?
Menyadari "keuntungan" besar yang ddia terima begitu saja, mata Henea terasa basah.
"Mulai sekarang, aku, Henea Orenji, akan bangkit. Manu, aku tidak akan pernah membiarkanmu menang!"
Di luar gudang kayu.
"Hah? Nino, kenapa tidak ada suara dari dalam? Tubuh pecundang itu pasti sudah dimakan anjing liar. Hahaha."
"Kemungkinan besar." Pelayan bernama Nino menoleh ke pelayan lainnya dengan senyum kejam dan berkata, "Helly, lihatlah Nona Ovio. Dia masih sangat muda, baru berusia tiga belas tahun. Tapi, tubuhnya sudah sangat memesona. Ckckck. Aku penasaran bagaimana rasanya mencubitnya."
"Nino, kamu gila. Dia adalah putri Master Bela Diri. Tuan Muda Manu tidak menyuruh kita untuk menindas Ovio, jadi kita tidak boleh macam-macam!"
"Kamu terlalu takut. Bukankah kamu ingin bersenang-senang? Katakan saja bahwa dia terguncang atas kematian si pecundang itu dan akhirnya bunuh diri. Percuma kalau gadis cantik seperti ini tidak dimanfaatkan."
Keduanya berbicara dengan suara keras. Setelah mendengar ini, Ovio merasa dunia berputar dan seluruh tubuhnya langsung roboh.
"Apa yang kamu katakan masuk akal. Ketika waktunya tiba dan Paviliun Penatua menyelidikinya, Tuan Muda Manu-lah yang akan mengambil alih posisi penting. Hehehe. Ovio, aku ingin tahu seberapa lembutnya kamu? Hehehe." Mata Helly menatap Ovio dengan penuh nafsu.
"Keluar! Keluar!" Ovio sangat ketakutan, sehingga dia segera mundur. Matanya yang penuh kesedihan memancarkan ketidakberdayaan.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved